(Oleh : Rantika Nur Asyifa)
Presiden Joko Widodo sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. PP itu tertuang dalam Nomor 70 Tahun 2020 yang ditetapkan Jokowi per 7 Desember 2020.
Dikutip dari JDIH laman Setneg, Minggu, 3 Januari 2021, PP tersebut memuat tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Tujuan aturan diteken karena menimbang untuk menekan dan mengatasi kekerasan seksual terhadap anak. Selain itu, juga sebagai efek jera terhadap predator seksual anak.
"Perlu menetapkan PP tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak," demikian isi PP No 70/2020 yang dikutip VIVA (03/01/2020).
Seorang pria berusia 20 tahun yang menjadi pelaku pemerkosaan sembilan anak perempuan di Mojokerto menjadi yang pertama dijatuhi hukuman kebiri kimia di Indonesia. Namun, hukuman itu terancam tidak bisa dijalankan karena terbentur sejumlah aturan dan kode etik kedokteran.
Berdasarkan laporan CNN pada 2012 silam, hukuman kebiri dilakukan dengan memanfaatkan pengobatan baik melalui suntikan maupun tablet. Tujuannya untuk mengurangi bahkan memutus hasrat seksual dan menjadikan seseorang untuk tidak bisa melakukan tindakan seksual.
Banyaknya kasus kejahatan seksual terhadap anak membuat banyak pemerintah di dunia memberlakukan hukuman kebiri, sebagai ganjaran yang lebih berat bagi para pelakunya.
Proses hukuman kebiri sendiri dilakukan dengan dua cara, yaitu kimiawi dan operasi. Untuk kebiri kimia sendiri dilakukan dengan serangkaian terapi obat yang dilakukan untuk mengurangi hormon seks.
Kebiri dianggap sanksi tertinggi dan pemberatan sanksi dianggap efektif untuk hentikan predator seksual. Padahal Aksi predator seksual dipicu banyak factor (minim iman, lifestyle sekuler, pemikiran liberal, ekonomi kapitalis, fasilitas kelayakan tempat tinggal, sanksi ringan) dan mengatasinya seharusnya komprehensif.
Kepedulian perempuan dan ibu semestianya ditindaklanjuti dengan menularkan kesadaran bahwa bangsa ini butuh penerapan sistem islam. Hukuman kebiri tidak dikenal dalam literatur hukum Islam.
Kebiri dengan suntikan kimiawi juga berdampak berubahnya hormon testosteron menjadi hormon estrogen. Akibatnya, laki-laki yang mendapatkan hukuman ini akan berubah dan memiliki ciri-ciri fisik seperti perempuan. Syariat Islam jelas mengharamkan laki-laki menyerupai perempuan atau sebaliknya.
Sebagaimana sabda Nabi SAW dari Ibnu Abbas RA, "Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat wanita yang menyerupai laki-laki." (HR Bukhari)
Begitulah Islam menjelaskan tentang hukum yang seharusnya dijatuhkan pada pelaku pedofilia dan Islam mengharamkan pengebirian. Dan pihak yang berhaq dan sah dalam menjatuhkan sanksi ini, tidak lain adalah negara yang menerapkan Islam dalam institusi politik.
Wallahu a’lam bisshawab []