Oleh :
Fina Fatimah
Sebuah berita duka dan
menggemparkan datang di awal tahun 2021 ini. Tepatnya pada hari sabtu tanggal 9
Januari 2021 pukul 14.40, pesawat Sriwijaya Air SJ-182 dengan nomor registrasi
PK-CLC dinyatakan hilang kontak dari radar. Pesawat Boeing 737-500 tersebut
hilang kontak setelah empat menit mengudara pada posisi 11 nauctical mile di
utara Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Tak lama kemudian, pesawat yang
membawa 62 orang yang terdiri dari 50 penumpang (40 dewasa, 7 anak-anak, 3
bayi) dan 12 kru (6 kru aktif dan 6 kru ekstra) tersebut dinyatakan telah jatuh
di sekitar Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu. (Merdeka.com
12/01/2021)
Hingga saat ini
(14/01/2021) belum diketahui secara pasti penyebab jatuhnya pesawat tersebut.
Perlu menunggu penyelidikan lebih lanjut dari KNKT mengenai hal tersebut.
Namun, pengamat penerbangan Andi Isdar Yusuf menduga jatuhnya Sriwijaya Air
SJ-182 disebabkan oleh elevator (komponen penting pesawat) yang copot.
(Tribunnews.com 13/01/2021)
Kasus jatuhnya pesawat
ini tentu mengundang banyak respon dan simpati masyarakat. Banyak yang
mengucapkan bela sungkawa, menyayangkan anak-anak kecil yang turut menjadi
korban, bahkan tak sedikit yang menyangkut-pautkannya dengan ramalan seorang
peramal. Namun, kita sebagai seorang muslim tentunya harus menyikapi sebuah
musibah sesuai dengan nilai-nilai yang terdapat dalam islam itu sendiri.
Penting sekali kita mengambil pelajaran dan hikmah dari suatu kejadian dan
menjadikannya sebagai bahan muhasabah diri. Berikut enam pelajaran penting atau
hikmah yang dapat kita ambil dari musibah jatuhnya pesawat Sriwijaya SJ-182,
diantaranya:
- Waktu ajal menjemput, tak
seorangpun yang mengetahuinya. Dan takan pula tertukar.
Jodoh, rezeki, dan
maut adalah rahasia Allah. Dari peristiwa ini, hendaknya semakin menguatkan
keimanan kita akan qada dan qadar yang telah Allah tetapkan. Setelah kabar
hilang kontaknya pesawat ini, berbagai postingan instagram story milik salah
satu korban Sriwijaya SJ-182 disebarluaskan oleh para netizen. Terlihat dalam
story terakhir korban tersebut masih mampu menunjukkan tawa bahagianya sambil
berpamitan kepada keluarga. Tak ada yang menyangka bahwa hal tersebut adalah
kenangan terakhirnya. Lalu ada pula calon penumpang SJ-182 yang membagikan
cerita batalnya menaiki pesawat tersebut, betapa bersyukurnya dia dan semakin
meyakini bahwa rencana Tuhan adalah yang paling tepat.
Disini kita ambil
pelajaran penting bahwa tak satupun dari kita yang mengetahui rencana-Nya. Tak
satupun dari kita yang dapat menghindari maut. Dan hal tersebut telah Allah
atur sedemikian rupa, sehingga tak ada istilah maut yang tertukar. Semua
berjalan sesuai aturan-Nya. Kita mengantri dengan tertib, menunggu ajal tiba.
- Kematian tak mengenal batas
usia
Seperti pada poin
pertama dimana tak ada seorangpun yang mengetahui kapan waktu kematian akan
menyapanya. Orang tua, anak-anak, bahkan bayi sekalipun tak dapat terhindar
dari kematian. Maka tak seharusnya kita menjadikan umur kita sebagai alasan
untuk menunda taat kepada-Nya.
Nasihat imam
Al-Ghazali kepada murid-murinya dalam kitab Ihya Ulumuddin “Yang paling dekat
dengan kita adalah kematian, sebab setiap yang bernyawa pasti akan mati, tanpa
diduga, sudah pasti, tak bisa dipercepat atau diperlambat, dan tak bisa
dihindari.” Lalu “Yang paling jauh dari kita adalah waktu, sebab waktu tak
pernah berhenti hingga akhir masa (kiamat). Jika berlalu, tak pernah kembali.
Semenit yang berlalu, lebih jauh dari seribu tahun yang akan datang.”
- Pentingnya disiplin waktu
Fligh Radar24
melaporkan bahwa pesawat Sriwijaya Air SJ-182 kehilangan ketinggian 10 ribu
kaki dalam satu menit. Mendengar ini, sudah membuat bulu kuduk berdiri bukan?
Membayangkan kita terjun bebas dari ketinggian 10ribu kaki dalam waktu satu
menit kemudian menghantam lautan dengan
kecepatan yang tinggi lalu hancur berkeping-keping. Disini kita harus sadari,
bahwa Allah Maha Kuasa. Allah dapat mencabut berpuluh-puluh nyawa sekaligus
dalam waktu satu menit saja. Satu menit
yang selama ini kita anggap waktu remeh, bahkan kita banyak menghabiskan waktu
berjam-jam dengan sia-sia. Namun ternyata waktu satu menit tersebut sangatlah
berarti apabila kita sudah dihadapkan dengan kematian. Oleh karena itu,
disiplin waktu ini penting sekali kita maksimalkan selama nafas masih berhembus
dan selama raga masih mampu untuk bertindak.
- Uang dan segala materi tak
ada gunanya.
Setelah dilakukan
evakuasi oleh tim SAR. Berserakan benda-benda di dalam laut. Banyak puing-puing
pesawat di dasar laut. Kemudian barang-barang milik korban seperti baju, tas,
dan bahkan uang tunai ikut terombang-ambing mengikuti arus lautan. Semua materi
yang kebanyakan dari kita memperjuangkannya mati-matian saat hidup, nyatanya
tak lebih berharga dari pada sampah saat jiwa kita sudah terlepas dari raga.
Oleh karena itu,
syariat islam sangat menganjurkan bersedekah. Syariat islam tidak berasaskan
kepada materi. Dan melarang umat islam untuk tergila-gila pada dunia yang
sejatinya adalah fana. Perlu diketahui bahwa harta yang kita punya sesungguhnya
adalah harta yang dapat kita bawa ke akhirat. Salah satunya sedekah.
“Hamba berkata,
“Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan
sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang
ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia
tinggalkan.” (H.R. Muslim No. 2959)
- Ketaatan itu mutlak bagi
muslim, tak kenal profesi.
Ada yang menarik
dibalik peristiwa jatuhnya Sriwijaya SJ-182 itu. Kala itu seorang pilot bernama
Captain Afwan yang menerbangkan pesawat tersebut. Seorang Captain yang dikenal
oleh orang banyak sebagai sosok yang shalih, taat beribadah, dan kerap
berdakwah. Bahkan dalam profil whatsapp Captain yang kerap dipanggil haji Afwan
itu berisi kalimat “Setinggi apapun aku terbang, tak akan masuk surga apabila
tidak shalat lima waktu.”. Dan banyak kesaksian-kesaksian yang menyebutkan
bahwa beliau adalah orang baik.
Sosok Captain Afwan
yang taat beribadah menyadarkan kita bahwa apapun profesi kita, tak membatalkan
kewajiban bagi muslim untuk bertakwa kepada Allah. Selama ini kita ketahui
bahwa pergaulan dalam profesi penerbangan adalah pergaulan yang cukup bebas.
Namun kita sekarang mengetahui faktanya seorang muslim bisa taat sekalipun di
lingkungan yang penuh maksiat. Meskipun butuh banyak perjuangan di dalamnya.
Namun tetap saja kita harus beramar ma’ruf nahi munkar di dalam circle
tersebut. Dari Captain Afwan juga kita bisa ambil pelajaran, bahwa berdakwah
tak harus selalu di hadapan jamaah dengan mimbar di depannya. Dengan
mengingatkan shalat pun termasuk ke dalam dakwah.
- Semakin meningkatkan kualitas pemeliharaan transportasi
Meski masyarakat
menduga bahwa usia pesawat yang sudah cukup tua (sekitar 26 tahun) yang menjadi
penyebab jatuhnya pesawat, namun para ahli menepis bahwa tidak ada korelasi
antara usia pesawat dengan kelaikan terbang. Hal ini tergantung pada bagaimana
pemeliharaan sesuai manual pesawat.
Belum diketahui secara
pasti apa yang menyebabkan pesawat tersebut jatuh di ketinggian hampir 11 ribu
kaki, namun ada baiknya pihak maskapai manapun itu untuk terus meningkatkan
pemeliharaan pesawat sebaik mungkin sebagai upaya pencegahan terjadinya
kecelakaan.
Dalam islam sendiri,
nyawa manusia sangatlah dijaga. Islam tidak menganggap transportasi hanya
sebagai produksi yang menghasilkan keuntungan saja. Dalam sistem islam,
negaralah yang seharusnya menjamin penyediaan transportasi yang aman dan
terjangkau bagi seluruh warga negaranya dengan sepenuh hati.
Begitulah kiranya
pelajaran penting yang dapat kita ambil dan menjadikannya pengingat diri.
Sebagai muslim, tatkala mendapat musibah hendaklah kita bersabar dan mengucap innalillahi wainnailaihi raajiuun.. Dan
tidak seharusnya kita terjebak akan ramalan-ramalan yang sesungguhnya adalah
kesyirikan terhadap Allah.
Wallahua’lam
bisshawab..