Oleh : Nur Wahida Lota (Mahasiswi)
Angka stunting setiap tahun selalu saja meningkat. Indonesia termasuk urutan ke-4 dunia dan kedua di Asia Tenggara dalam hal balita stunting. Pemerintah pun diingatkan agar melakukan evaluasi pembangunan keluarga agar persoalan ini dapat teratasi. Anggota Komisi IX DPR mengatakan bahwa untuk menurukan angka sunting pemerintah harus mengevaluasi pembangunan keluarga Karena akar masalahnya ada disana.
Bagaimana bisa mencetak SDM unggul jika stunting masih menghantui calon generasi bangsa” Netty Prasetiyani Aher dalam keterangan pers, Minggu (20/12). Dia merincikan riset kesehatan dasar Kementrian Kesehatan Tahun 2019 mencatat sebanyak 6,3 juta balita dari populasi 23 juta atau 27 ,7 persen balita di Indonesia menderita stunting. Jumlah yang masih jauh dari nilai standart WHO yang seharusnya di bawah 20 persen.
Oleh karena itu, dia meminta agar memberikan otoritas yang lebih besar pada Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk menjadi leading sector pengentasan stunting. BKKBN harus diberi wewenang yang lebih luas dalam membangun keluarga Indonesia yang berketahanan, yang mampu atasi dan cegah stunting sejak dini," ungkap Netty. (dikutip dari merdeka.com pada 2/12/ 2020).
Muhajir Efendi sebagai Mentri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI mengatakan, Presiden Joko Widodo menginginkan hanya satu badan khusus yang menangani persoalan stunting di tanah air. Harapnya agar hasilnya lebih maksimal “permasalahan stunting yang ditangani 21 lembaga pemerintah. Presiden menginginkan agar hanya satu badan yang menangani hal tersebut agar pertanggungjawabannya lebih jelas dan penanganannya lebih maksimal. Muhajir mengatakan target penurunan stunting ini dari 27,7 menjadi 14 persen.
Dalam kesempatan tersebut Muhajir menyampaikan capaian pembangunan manusia dan kebudayaan, terutama dalam permasalahan stunting, sebagai salah satu program prioritas nasional. Menurutnya, permasalahan stunting menjadi penting mengingat hal tersebut berkaitan dengan kesehatan masyarakat. Hal ini sejalan dengan hasil riset yang mengungkapkan sebesar 54 persen angkatan kerja tidak maksimal karena pada 1000 kelahiran pertama pernah mengalami masalah stunting. Dikutip dari Merdeka.com.
Indonesia negeri yang kaya raya, sumber daya alamnya tak terhingga. Namun nyatanya dibalik itu semua, rakyatnya masih banyak yang mengalami kelaparan hingga kekurangan gizi. Ditambah lagi saat ini dunia di landa pandemi Covid-19, yang berhasil membuat ekonomi menurun sehingga kesusahan masyrakat semakin bertambah. Banyaknya pesoalan yang muncul di negeri ini yang tidak pernah ditangani dengan penanganan yang tepat semakin menambah penderitaan rakyat.
Bagaimana tidak, Negara yang seharusnya memberikan jaminan pada rakyatnya agar kebutuhan hidupnya terpenuhi dan dapat hidup dengan layak, namun nyatanya hal tersebut tidak pernah terealisasikan. Efektifkah penanganan stunting yang disampaikan oleh Mentri Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, bahwa pemerintah telah mempesiapakan satu badan khusus yang akan menangani pesoalan Stunting ini dengan harapan penangan stunting ini lebih maksimal dan dapat dipertanggungjawabkan ?
Namun apakah solusi yang diberikan oleh pemerintah tersebut mampu menyelesaikan persoalan stunting ini? Ternyata jika kita telisik lebih dalam, letak kesalahannya bukan semata karena penanganan stunting yang kurang maksimal, tetapi ada di akar pemasalahan utamanya, yaitu pada penerapan sistem yang diterapakan saat ini yaitu sistem Kapitalisme yang justru semakin menambah derita rakyat.
Sistem Kapitalisme yang memiliki sifat lebih mementingkan kepentingan para pemilik modal dan penguasa sangat mustahil mampu menyelesaikan problem yang saat ini menimpa negeri kaum muslimin. Hendaknya kita bisa melihat bahwa tidak ada satupun permasalahan yang menimpa rakyat dapat terselesaikan dengan baik dalam sistem demokrasi yang merupakan bagian dari Kapitalisme ini.
Solusi yang diberikan pun cenderung hanya pemanis menenangkan hati rakyat tetapi tidak mampu menuntaskan bebagai persoalan yang ada termasuk stunting ini. Karena pada dasarnya sistem ini hanya memfokuskan bagaimana agar perekonomian semakin melambung tinggi. Berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang ada dengan baik, termasuk mengimpor bahan pangan yang dinilai akan mampu memberikan kehidupan layak bagi rakyatnya dan memenuhi kebutuhan hidup rakyat, bagaikan harapan yang jauh di pelipur mata.
Realitas yang terjadi di masyarakat adalah adanya ketimpangan hidup antara yang kaya dan yang miskin. Dimana yang kaya akan semakin kaya dengan asupan gizi terpenuhi dan yang miskin akan semakin melarat karena tidak sanggup membeli bahan makanan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Begitulah kinerja sistem Demokrasi yang dilahirkan dari ideologi Kapitalisme yang hanya akan memperhatikan cara memperoleh keuntungan-keuntungan walau harus mengorbankan rakyatnya.
Memang sudah seharusnya umat Islam menyadari dan kembali pada sistem yang mampu memberikan solusi atas semua problematika umat ini, sistem yang akan memberikan kesejahteraan dan kehidupan yang layak bagi rakyatnya, sistem yang sesuai dengan fitrahnya manusia yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-sunnah yakni sistem Khilafah.
Karena hanya sistem khilafah lah yang mampu menyelesaikan persoalan yang saat ini melanda negeri kaum muslimin. Dalam al-Qur’an Umat Islam adalah umat terbaik atau khairu ummah atau umat terbaik sebagimana dalam Firman Allah SWT, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.” (QS Ali Imran: 110).
Dalam Islam, jabatan sebagai pemimpin adalah sebuah amanah yang besar. Atas dasar hukum Allah, para pemimpin memegang prinsip bahwa jabatan kekuasaan ini hanyalah titipan, sehingga wajar mampu melahirkan pemimpin yang menjadi khadimul ummah sehingga mampu wujudkan pembangunan berorientasi keluarga dan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.
Oleh karena itu dalam khilafah sumber daya manusia (SDM) merupakan suatu kekuatan tersendiri bagi negara, dimana dengan sumber daya manusia dengan pemikirannya yang cemerlang akan mampu membangun suatu peradaban. Khilafah juga akan menjaga setiap keluarga dan memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan hidup, sehingga setiap keluarga tidak akan lagi pusing memikirkan tentang bagaimana caranya agar besok bisa tetap hidup.
Karena setiap keluarga akan dipenuhi kebutuhannya oleh negara, yang tidak memiliki pekerjaan akan diberikan pekerjaan. Sehingga setiap keluarga hanya akan fokus memikirkan bagaimana mendidik generasi yang terlahir agar menjadi pejuang Islam, dan memiliki keimanan yang kokoh dan pemberani. Wallahu a’lam Bishawwab.