Islam dan Ketahanan Pangan

Oleh : Imroatus Sholeha (Pemerhati Masalah Umat)

Tahun baru, harga baru. Itulah mungkin kalimat yang tepat untuk menggambarkan harga kedelai impor yang menjadi bahan baku tempe dan tahu di negeri ini. Mengapa tidak? para pengusaha tahun dan tempe menyatakan mogok produksi sejak tanggal 1-3 Januari 2021 sebagai bentuk respon akan melonjaknya harga kedelai impor.

Dilansir dari kompas.com, Para perajin tempe dan tahu yang mengandalkan kedelai impor sebagai bahan baku produksi mereka, menjerit ketika mengetahui harga kedelai impor melonjak sekitar Rp 2.000 per kilonya. Harga kedelai yang semula ada di kisaran Rp 6.000-7.000-an per kilogram kini naik menjadi Rp 8.000-9.000-an per kilogramnya.

Indonesia sebagai negara berkembang yang mayoritas penduduknya menjadikan produk olahan kedelai yakni tahu dan tempe sebagai salah satu kebutuhan pokok dan menjadi menu "wajib" tersedia disaat makan.

Melonjaknya harga kedelai yang berdampak pada naiknya harga tempe dan tahu bukan tanpa alasan. Hal ini ditenggarai karena jumlah konsumsi kedelai nasional tidak berbanding lurus dengam jumlah produksinya.

Saat ini produksi kedelai menyusut drastis tinggal di bawah 800.000 ton per tahun dengan kebutuhan nasional sebesar 2,5 juta ton. Dalam nota keuangan tahun anggaran 2021, pemerintah menargetkan produksi kedelai 420.000 ton pada tahun 2021. Pada tahun ini, produksi diperkirakan berkisar 320.000 ton atau lebih rendah dibandingkan produksi tahun 2019 yang mencapai 420.000 ton.(kompas.com)

Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan, kenaikan harga kedelai dunia diakibatkan lonjakan permintaan dari Tiongkok kepada Amerika Serikat (AS) selaku eksportir kedelai terbesar dunia. Kenaikan permintaan dua kali lipat dari biasanya mengakibatkan ekspor AS ke negara lainnya terganggu, termasuk ke Indonesia (cnbcindonesia.com, 3/1/2021).

Jakarta, kompas.com(23-08-2020) Data Gabungan Asosiasi Koperasi Tahu- Tempe Indonesia (Gakoptindo), selain dari Amerika Serikat, kedelai yang dipasok untuk para pengusaha tahu dan tempe didatangkan dari Kanada, Brasil, dan Uruguai. Dikutip dari Harian Kompas, selama kurun sepuluh tahun terakhir,volume kedelai impor mencapai 2-7 kali lipat produksi kedelai lokal, sebagian besar berasal dari Amerika Serikat.

Selain problem produktivitas, faktor harga jual di tingkat petani dinilai berpengaruh besar terhadap pengembangan kedelai lokal. Hal itu juga dianggap tidak menguntungkan, sehingga petani memilih menanam komoditas lain. Oleh karena itu, selain memacu produktivitas, kebijakan di hilir mesti sejalan agar budidaya kedelai makin ekonomis. 

Guru Besar Bidang Pangan, Gizi, dan Kesehatan IPB University sekaligus Ketua Forum Tempe Indonesia Made Astawan mengatakan,produktivitas kedelai di Indonesia berkisar setengah dari produktivitaskedelai di AS. "Selain itu, keuntungan per hektar di tingkat petani masih lebih kecil dibandingkan dengan jagung ataupun padi. Akibatnya, petani memprioritaskan lahannya untuk menanam jagung dan padi,” ujar Made.

Salah satu faktor naiknya harga kedelai adalah liberalisasi perdagangan sebagai konsekuensi bergabungnya Indonesia dalam WTO, sehingga Indonesia terikat untuk mengimplementasikan Agreement on Agriculture. Unsur utamanya pengurangan subsidi ekspor, pengurangan subsidi dalam negeri, dan membuka akses pasar. liberalisasi makin menguat setelah penandatanganan Letter of Intent (LoI) IMF. Dampaknya, penghapusan bea masuk impor yang mengakibatkan Indonesia diserbu berbagai produk impor termasuk kedelai, jagung dan sebagainya.

Faktor lain ketidaktersediaan lahan, harga jual rendah, kualitas kedelai yang kurang bagus sehingga tidak mampu bersaing dengan negara lain menjadi faktor kurangnya pasokan kedelai di dalam negeri. Karena kedelai menjadi bahan pokok penunjang pangan harusnya pemerintah menyelenggarakan lahan yang cukup untuk produksi kedelai, juga memberikan dukungan kepada para petani baik teknologi yang memadai, SDA yang kompeten, menyediakan bibit unggul, struktur dan insfratruktur, serta mengatur harga jual yang menguntungkan bagi petani kedelai, sehingga bisa memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri agar tidak lagi bergantung pada impor. Dibutuhkan peran negara agar indonesia bisa menjadi negara mandiri yang memiliki ketahanan pangan berkualitas.

Sebab pemenuhan pangan merupakan hal pokok yang  menjadi hak rakyat untuk mendapatkanya secara mudah dan menjadi kewajiban pemerintah untuk memenuhinya. Sebab,  jika kebutuhan pangan rakyat terpenuhi badan menjadi sehat maka akan memudahkan dalam menjalankan perintah dan larangan Allah SWT.  

Ini sejalan dengan sistem pemerintahan Islam ( khilafah)  akan menjalankan politik dalam negeri dan luar negeri berdasarkan syariat Islam. Di dalam negeri, negara hadir sebagai penanggung jawab hajat rakyat, termasuk dalam pemenuhan pangan yang merupakan kebutuhan asasi. Sebab Rasulullah saw telah menegaskan fungsi pemerintah dalam hadis,
“Sesungguhnya seorang penguasa adalah pengurus (urusan rakyatnya), dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat yang diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Negara Khilafah menjaga ketahanan pangan, kemandirian dan kedaulatan pangan dengan cara menggenjot produksi dalam negeri. Negara harus mendukung petani agar berproduksi maksimal, berupa pemberian modal, fasilitas pertanian, kemudahan mendapatkan bibit unggul, atau teknologi pertanian terbaru; menyalurkan bantuan permodalan, membangun infrastruktur pertanian, jalan, irigasi, dan lainnya. Negara khilafah  mengatur distribusi pangan memastikan seluruh  kebutuhan rakyat tersalurkan. Seperti yang terjadi pada masa khalifah umar bin khattab beliau selaku kepala negara turun langsung memikul dan memasakkan gandum untuk janda miskin dan anak-anaknya ketika kelaparan.
“Khilafah juga akan menghapus para mafia pangan, di antaranya dengan cara menghilangkan peran korporasi dan penegakan sanksi sesuai Islam,”.Negara tidak boleh tergantung kepada asing dan terikat kepada perjanjian yang bertentangan dengan Islam. Apalagi sudah nyata mengancam kedaulatan negara. Impor dilakukan hanya ketika saat-saat tertentu dan dengan ketentuan syariat islam.

Begitulah seharusnya negara menjalankan peranya sebagai pengurus dan pelindung rakyatnya, dan hal ini sulit terwujud dalam kubangan sistem kapitalis sekuler. Dimana segala sesuatunya berbasis materi untung-rugi sebagai tolak ukur akibatnya tidak jarang kepentingan dan hak rakyat dijadikan ladang bisnis. Hanya dengan sistem terbaik yang berasal dari sang pencipta kesejahteraan akan terwujud. Sejarah mencatat pemerintahan islam berkuasa selama 14 abad dengan masa keemasannya dalam mensejahterakan rakyatnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak