Oleh : Ririn Al Firdaus*
"Bagaimanapun kondisinya, sudah menjadi hak seorang ibu untuk dimuliakan oleh anaknya..."
________________________________
Baru-baru ini tengah ramai perbincangan di tengah masyarakat perihal anak yang tega penjarakan ibu kandungnya sendiri. Seorang gadis bernama Agesti Ayu Wulandari atau AAW (19), tengah menjadi perbincangan lantaran melaporkan ibu kandungnya, Sumiyatun (36) ke polisi.
AWW menuturkan bahwa Iamelaporkan ibu kandungnya itu lantaran tak ingin membuka aib ibunya dan keluarganya. Mahasiswa semester satu tersebut mengaku hanya ingin mencari keadilan. Dan menurutnya, keadilan tersebut hanya ada di hukum.
Terlepas dari permasalahan apa yang sebenarnya tengah terjadi diantara keluarga khususnya diantara hubungan ibu dan anak tsb. Tulisan ini lebih menggambarkan bagaimana islam mengatur hubungan ibu dan anak sejatinya. Karena fakta AWW hanyalah salah satu kasus, pernah ada bahkan masih banyak kasus yang serupa pernah terjadi.
Islam memandang ibu sebagai sebuah poros dan sumber kehidupan. Dari seorang ibu, lahirlah sebuah kehidupan yang akan meramaikan dunia.
Dalam Islam ibu memperoleh perhargaan yang lebih utama jika dibandingkan ayah. Hal ini disampaikan Nabi Muhammad SAW saat ditanya oleh seorang sahabat.
Dalam Hadis Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan, "Siapakah orang yang paling utama mendapat perlakuan yang baik?", Nabi menjawab, "Ibumu". "Sesudah itu?" Nabi mengatakan, "Ibumu". "Lalu setelah itu?". Nabi sekali lagi menegaskan, "Ibumu". "Kemudian?". Baru Nabi mengatakan, "ayahmu".
Sejatinya islam telah mengatur segala aspek kehidupan ini dengan begitu indah. Begitu pula bagaimana Islam mengatur hubungan anak dengan orangtuanya. Bagaimana anak mempunyai kewajiban untuk selalu menjaga dan menghormati kedua orang tuanya. Begitupun orang tua memiliki kewajiban untuk mendidik anak untuk bekal kehidupannya kelak dengan pemahan yang benar.
Kasus anak penjarakan ibu adalah satu kasus yang menjadi bukti makin hilangnya naluri kasih sayang, naluri balas budi dan berbakti anak terhadap orang tuanya. Hal ini adalah salah satu akibat dari diberlakunya sistem kapitalisme dalam kehidupan. Selain itu, tidak ada pula peran negara dalam periayahan terhadap permasalan yang muncul.
Anak yang sejatinya menjadi sosok pelindung bagi orang tua sebagai baktinya, justru menjadi lawan dalam dunia demokrasi, bahkan mampu dan tega menjebloskan orang tuanya sendiri kedalam penjara.
Tidak heran bila keluarga kehilangan pondasi ruhiyah. Tidak adalagi hubungan kekeluargaan, karena telah digantikan dengan hubungan kepentingan. Negara tidak menjalankan peran dan fungsinya sebagai soko keluarga. Alih-alih menjadi pelindung hubungan kasih sayang antara orang tua dan anak, negara justru jadi sumber pemicu terkikisnya naluri saling mengasihi.
Memang tidak dapat dipungkiri dalam sistem demokrasi - kapitalis tidak dikenal hubungan selain dari hubungan kepentingan yang memberi manfaat untuk yang satu dengan yang lain.
Jika sistem kehidupan Islam diterapkan, tentulah tidak akan adalagi berita anak penjarakan ibu, orang tua membunuh anak kandungnya atau sebaliknya. Karena negara akan mengambil peran dalam periayahan terhadap ummat. Bagaimana kemudian orang tua akan memahami perannya dan menunaikan kewajiban dan hak anaknya, begitupun berlaku sebaliknya.
Sistem Khilafah Islamiyah yang mampu membentangkan jalan menuju kesejahteraan dan kemuliaan umat secara universal. Sistem yang mampu mengembalikan peran kehidupan keluarga dalam ikatan yang harmonis dan penuh berkah. Sistem itulah yang kita perlukan saat ini. Mari, bersegera menegakkan Islam Kaffah untuk membangun negeri tercinta ini.
Menerapkan syariat Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Aamiin.
Wallahu a’lam bishshawab.
*(Ibu Rumah Tangga & Aktivis Dakwah)
Tags
Opini