Oleh Nayla Iskandar
Lagi-lagi terjadi pembunuhan, seorang ibu dengan teganya membunuh ketiga anak kandungnya. Sebagaimana dilansir dalam viva.co.id, 13/12/2020. Kejadian ini terjadi di Nias Utara pada Ahad 13 Desember 2020, sekitar pukul 06.10 WIB. Usai membunuh, si ibu yang berinisial MT sempat beberapa kali mencoba bunuh diri, dengan menyayat lehernya sendiri memakai parang. Namun, niatnya dihalangi oleh suaminya. Akhirnya MT meninggal dunia di RSUD Gunungsitoli.
MT membunuh ketiga anak kandungnya bukanlah tanpa sebab. Hal ini diduga karena stres akibat himpitan ekonomi. Pada saat yang sama sang suami pergi ke TPS untuk ikut pemilihan Pilkada di Nias Utara, dengan harapan nanti ada pemimpin baru yang peduli terhadap kesejahteraan kehidupan keluarganya. Namun naas semua hanya harapan kosong belaka. Janji-janji tinggal janji itulah sistem demokrasi.
Hal yang sama terjadi di Tangerang, Lebak Banten. Seorang ibu dengan teganya menganiaya anak perempuannya hingga tewas, gara-gara si anak tak mengerti saat belajar daring. Ironisnya kejadian tersebut diketahui oleh suaminya, bahkan sang suami ikut membantu menggali kubur untuk menghilangkan jejak. (kompas.tv 15/09/2020).
Kejadian tersebut hanya segelintir contoh korban dari diterapkannya sistem demokrasi kapitalis. Masih banyak kejadian-kejadian serupa yang belum terungkap.
Dalam sistem demokrasi kapitalis, pembunuhan, penganiayaan dan bahkan perampokan hal yang biasa terjadi. Lagi-lagi alasan ekonomi. Padahal negara Indonesia merupakan negara yang kaya raya gemah ripah loh jinawi.
"Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat kayu dan batu jadi tanaman.. "
Itulah sepenggal lagu yang menggambarkan betapa Indonesia negeri yang kaya raya. Sumber daya alam yang berlimpah dari Sabang sampai Merauke. Terletak di garis khatulistiwa, negeri yang subur dengan keindahan yang luar biasa.
Namun di sisi lain jutaan rakyat Indonesia di bawah garis kemiskinan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) sebagaimana dilansir dalam economy.okezone.com 15/07/2020 mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 mencapai 26,42 juta orang atau meningkat 1,63 orang dibanding September 2019. Jika dibanding Maret 2019, meningkat 1,28 juta orang.
Demokrasi yang diharapkan mampu membawa perubahan namun faktanya hanya hisapan jempol belaka.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa demokrasi itu mahal. Butuh dana besar untuk kampanye agar para politisi bisa duduk ke tampuk kekuasaan. Dalam hal inilah para politisi membutuhkan dana segar dari kelompok kapital. Bantuan ini tentu tidak gratis. Setelah menjadi penguasa, kekayaan alam yang sejatinya milik umat harus diserahkan pengelolaannya kepada pengusaha sebagai balas budi. Rakyatpun gigit jari. Rakyat hanyalah sebagai tumbal atau batu loncatan bagi para politisi agar bisa duduk di tampuk kekuasaan.
Sistem demokrasi kapitalislah, yang senantiasa menyengsarakan rakyat. Semua kebijakan pemerintah senantiasa berpihak pada pengusaha. Bukan berpihak pada rakyat.
Sistem inilah yang menyebabkan kesengsaraan rakyat. Lebih parah lagi, rezim menunjukkan pengabaian terhadap kebutuhan pokok rakyat. Sehingga lumrah jika ada seorang ibu yang tega membunuh anaknya. Apalagi keimanannya yang dimilikinya kembang kempis, tentu si ibu menjadi gelap mata. Anaklah yang menjadi sasaran akibat stres karena terhimpit ekonomi.
Islam berbeda dengan sistem demokrasi. Islam adalah agama dan aturan hidup (ideologi) yang bersumber dari Allah pencipta alam. Islam dengan sistem pemerintahannya yaitu Khilafah mampu mengantarkan manusia hidup mulia dan sejahtera.
Abdurrahman al-Maliki di dalam kitab as-Siyasah al-Iqtishadiyah al-Mutsla menjelaskan bahwa Politik Ekonomi Islam merupakan kebijakan yang diterapkan oleh Negara Khilafah untuk menjamin pemenuhan seluruh kebutuhan pokok rakyat, orang perorang secara menyeluruh.
Negara Khilafah juga menjamin kesempatan untuk memenuhi kebutuhan sekunder sesuai dengan kemampuannya. Kebutuhan dasar rakyat meliputi kebutuhan pokok berupa sandang, pangan, dan papan, serta kebutuhan dasar rakyat secara umum yaitu pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Jaminan pemenuhan kebutuhan pokok berupa sandang, pangan dan papan diberikan negara dengan mekanisme tidak langsung. Sesuai syariat Islam negara akan menempuh tiga strategi kebijakan:
Pertama, Islam menetapkan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pokok individu dengan mewajibkan setiap pria yang baligh, berakal dan mampu untuk bekerja mencari nafkah bagi keluarganya.
Tugas untuk mencari nafkah tidak dibebankan pada istri atau wanita. Sehingga istri bisa fokus untuk mendidik anak-anaknya dan mengatur rumah. Jika istri bekerja, sifatnya hanya membantu saja. Dalam hal ini negara wajib menyediakan lapangan kerja bagi laki-laki dengan pekerjaan yang halal.
Kedua: Jika individu tersebut tidak mampu untuk bekerja, maka akan dibebankan pada ahli waris dan kerabat dekatnya.
Ketiga: Jika strategi kedua kebutuhan pokok belum juga terpenuhi, maka beban tersebut beralih ke negara.
Sedangkan untuk jaminan pemenuhan kebutuhan dasar rakyat secara umum berupa pendidikan, kesehatan dan keamanan, maka negara memenuhinya secara langsung. Negara wajib menyediakan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan sebagaimana yang dibutuhkan rakyat secara cuma-cuma.
Untuk memenuhi kebutuhan pokok tersebut, negara menggunakan harta yang ada di Baitul Mal, termasuk harta zakat. Jika harta yang ada di Baitul Mal kosong atau kurang, maka negara bisa mengambil dharibah dari kaum muslimin yang kaya, atau berutang yang dibolehkan oleh syariah. Pungutan dharibah ini bersifat sementara ketika kas di Baitul Mal tidak ada dan dalam jumlah yang dibutuhkan, tidak boleh lebih.
Negara juga memberi kesempatan pada rakyat agar bisa memenuhi kebutuhan sekunder sesuai dengan kemampuan ekonomi masing-masing. Meskipun demikian, dengan melalui dakwah dan pendidikan negara mengarahkan rakyatnya untuk hidup sederhana, tidak boros dan tidak menggunakan hartanya untuk bermaksiat.
Demikianlah syariat Islam dalam memberi solusi terkait pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dan pemenuhan kebutuhan pendidikan. Sehingga tidak ada lagi warga yang mengalami tekanan dalam pemenuhan kebutuhan ini. Hal ini hanya bisa terwujud dengan sebuah sistem yaitu sistem Khilafah, bukan sistem demokrasi yang terbukti merusak.
Waallahua'alam bhisowab