Oleh : Annisa Utami (aktivis dakwah)
Belakangan ini sangat marak sekali berita mengenai pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh orang dewasa, dilansir dari Kompas.com sejak januari hingga juli 2020 tercatat sebanyak 2.556 korban kekerasan seksual, 1.111 korban kekerasan fisik, 979 korban kekerasan psikis. Tentu itu bukanlah angka yang sedikit.
Dilansir dari CNN Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Tujuan aturan ini di tetapkan karena menimbang untuk menekan dan mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, selain itu hal ini juga berguna untuk membuat jera predator kekerasan seksual terhadap anak, memang pelaku kasus seperti ini harus mendapat hukuman yang berat dan menjerakan, namun yang perlu dipahami solusi akan menjadi solutif jika di selesaikan melalui akar permasalahannya, sebagaimana hukuman kebiri ini diberlakukan untuk pedofil, memang hukuman ini setimpal untuk perbuatan pelaku, tetapi disisi lain hukuman ini adalah hukuman yang tidak manusiawi bagi para pelaku.
Menurut Donald Grubin, seorang profesor of Forensic Psichiatry Newcastle University menjelaskan bahwa obat tersebut memang dapat mengurangi hasrat seksual seseorang secara drastis, tetapi dampaknya bagi tubuh seseorang adalah pengapuran tulang atau osteoporosis, perubahan pada kesehatan jantung, kadar lemak darah dan tekanan darah, dan gejala yang menyerupai menopause pada perempuan, dimasa yang akan datang ketika injeksi knock down hormonal berhenti maka tidak menjamin pelaku akan berhenti dari aksi biadapnya.
Kejahatan seksual bisa terjadi karena dipengaruhi dari cara pandang seseorang untuk memenuhi potensi seksualitas dalam dirinya, Hal ini juga dipengaruhi karena banyaknya tontonan yang memunculkan hasrat seksual, yang akhirnya di lampiaskan melalui perzinahan.
Islam memandang unsur seksualitas dalam diri seseorang merupakan naluri manusia untuk melanjutkan keturuanan, melalui sebuah pernikahan suci. Islam juga menutup rapat semua akses konten yang dapat merangsang hasrat tersebut, Ini merupakan upaya pencegahan apabila kebiadaban tersebut telah terjadi, maka berdasarkan sistem dalam sanksi islam pelaku tidak akan diberi hukuman kebiri. Sebab islam mengharamkan hukuman kebiri. Ibnu Mas’ud RA, berkata ;
”Dahulu kami pernah berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama isteri-isteri. Lalu kami berkata (kepada Nabi SAW),’Bolehkah kami melakukan pengebirian?’ Maka Nabi SAW melarang yang demikian itu.” (HR Bukhari no 4615; Muslim no 1404; Ahmad no 3650; Ibnu Hibban no 4141). (Taqiyuddin An Nabhani, An NizhamAl Ijtima’i fi Al Islam, hlm. 164; Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 19/119)
Syariat islam telah menetapkan bahwa hukuman untuk pelaku pedofilia dijatuhi sesuai rincian fakta perbuatannya. Adapun rincian hukumannya sebagai berikut :
1. Jika yang pedofil lakukan adalah perbuatan zina, hukumannya adalah hukuman untuk pezina
2. Jika yang dilakukan pedofilia adalah perbuatan homoseksual, maka hukumannya adalah hukuman mati bukan yang lain
3. Jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual yang tidak sampai pada perzinahan atau homoseksual, maka hukumannya adalah ta'zir (Hukuman yang dijatuhkan atas dasar kebijaksanaan hakim karena tidak terdapat dalam Alquran dan hadis.)
Tentunya solusi yang ditawarkan Islam merupakan solusi tuntas. Bukan solusi tambal sulam seperti yang ditawarkan oleh sistem kapitalis, sebab aturan Islam merupakan aturan yang turun langsung dari Pencipta alam semesta ini yaitu Allah SWT, yang dimana Allah pasti tau apa yang terbaik untuk hambaNya.
Wallahu'alam bissawaf