Oleh. Mauli Azzura
Memasuki semester genap diawal tahun 2021, dunia pendidikan masih belum berjalan normal akibat masa pandemi yang belum diketahui kapan berakhirnya. Ditambah lagi mengenai wacana PSBB yang menyeruak membuat orang tua menghela nafas panjang. Dilansir dari Radar Surabaya, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di wilayahnya. Hal itu menanggapi wacana PSBB dari Epidemiolog FKM Unair yang dinilai perlu diterapkan kembali, seiring meningkatnya kasus Covid-19 di Jatim termasuk Surabaya. Adapun pertimbangannya, menurut Irvan Widyanto Kepala Badan Penanggulangan Bencana (BPB) dan Linmas Kota Surabaya, bahwa roda perekonomian harus tetap berjalan. Di samping itu pihaknya juga terus mengingatkan warganya untuk mengubah perilaku dan membiasakan yang tidak biasa. ( https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2020/wacana-psbb-irvan-pemkot-surabaya-sebisa-mungkin-menghindarinya/ )
Mendengar wacana itu semakin tipis harapan orang tua dan siswa agar dapat menempuh pendidikan secara normal seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun demi kebaikan bersama mau tidak mau, mampu tidak mampu, hal ini harus dihadapi sambil mencari cara agar pendidikan dapat berjalan sesuai harapan meski harus dengan lain jalan. Untuk itulah home visit kembali dilakukan guru dan siswa, karena situasi yang tidak memungkinkan untuk bertatap muka secara berkerumun. Tujuan dilakukanya home visit adalah untuk memperoleh berbagai keterangan atau data yang diperlukan dalam memahami lingkungan dan siswa, serta memecahkan permasalahan siswa yang mengalami kesulitan belajar saat dirumah.
Dalam menghadapi kedekatan kenaikan kelas, siswa diharap bisa lebih maksimal belajar dari semester sebelumnya. Pihak sekolah pun berupaya untuk melanjutkan home visit agar siswa mampu memahami pelajaran yang disampaikan meski dengan ancaman virus yang bisa menimpa siapapun. Home visit menjadi pilihan terbaik sebagai metode alternatif pembelajaran dimasa pandemi meski tidak menjamin pelajar dan guru terhindar dari covid-19, walaupun protokol kesehatan seperti pemakaian masker, selalu cuci tangan (handsanitizer) dan jaga jarak masih tetap dilakukan untuk pencegahan. Namun bukan hanya siswa dan guru saja yang merasakan dampak dari home visit, orang tua pun menjadi lebih maksimal dalam melakukan aktivitas antara pekerjaan dan meluangkan lebih banyak waktu untuk menemani siswa diluar pembelajaran home visit yg dilakukan secara bergilir. Baca https://almaata.ac.id/mengapa-home-visit/
Sedangkan untuk menindaklanjuti permasalahan siswa, pemerintah memberikan kebijakan berupa kuota gratis yang dikirim ke nomer pelajar yang terdaftar , namun kebijakan tersebut masih dianggap tidak sepenuhnya meringankan permasalahan siswa. Keterbatasan pemerintah dalam menangani pendidikan masih dinilai kurang karena tidak semua pelajar bisa menggunakan fasilitas bantuan kuota berupa paket aplikasi edukasi yang dimana kendala lain juga masih ada seperti no signal dan smart phone yang tidak mendukung pembelajaran.
Itu membuktikan bahwa sistem kapitalis dianggap tidak optimal dalam memberikan jalan keluar termasuk dari segi fasilitas maupun pelayanan sistem pendidikan. Dan itu terlihat sangat berbeda dengan sistem yang pernah mencatat bahwa dengan menerapkan sistem islam khilafah, masyarakat bisa menikmati pendidikan berkualitas dan gratis. Memang benar, pendidikan adalah hal utama untuk menanamkan ide atau pemikiran yang bisa mengubah persepsi seseorang. Dari sini bisa diketahui bahwa kebanyakan kaum muslimin sudah terpapar sekulerisme bawaan kapitalis yakni memisahkan agama dari kehidupan.
Oleh karena itu, jika kita ingin melihat kalangan bawah tidak terus-menerus menjadi korban kebijakan kapitalis, agar setiap hak individu bisa terpenuhi, maka cara-cara dan ajaran islam dari sang pencipta lah yang patut diterapkan karena sesuai dengan fitrah manusia.
Wallahu a'lam Bishowab