Oleh : Tita Rahayu Sulaeman
Belakangan muncul istilah Toxic Parents. Dilansir School of Parenting, ada dua tipe toxic parents. Pertama, adalah orang tua yang sering melakukan kekerasan fisik maupun verbal. Kedua, orang tua yang tidak menyadari pola asuhnya ternyata berdampak buruk pada anak-anaknya. Keduanya berdampak buruk pada psikologis anak.
Munculnya fenomena toxic parents karena orang tua memiliki keterbatasan dalam memahami seperti apa seharusnya dalam mendidik anak-anak sesuai dengan tuntunan Islam. Selain itu, tidak ada kontrol sosial sebagai wujud peringatan bagi orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Pola asuh orang tua terhadap anak-anaknya dianggap sebagai wilayah privasi individu.
Sadar Peran
Namun kini, geliat kesadaran akan tanggung jawab mendidik anak di kalangan pasangan muda kian meningkat. Beragam buku bacaan, kelas hingga seminar tentang bagaimana seharusnya mendidik anak sangat sayang untuk dilewatkan. Narasumber merupakan para ahli dibidangnya. Meski belum mampu sepenuhnya menjadi orang tua ideal, namun para pasangan muda kini bisa menilai mana sikap mereka sebagai orang tua, yang berdampak baik dan buruk bagi anak-anaknya.
Cukupkah menyerahkan isu mendidik anak pada orangtua saja? Diakui atau tidak, peran Negara juga sangat dibutuhkan terhadap pendidikan dan polah asuh orang tua terhadap anak-anaknya. Negara berkewajiban menjamin kesejahteraan rakyatnya, sehingga tidak ada orang tua yang menjadi toxic parents karena kesempitan hidup yang dialaminya. Dalam pandangan Islam, negara adalah penjaga ketaqwaan umat. Negara berkewajiban mengarahkan setiap orang tua untuk mendidik anak-anaknya sesuai tuntunan syar’i. Negara juga adalah pelindung bagi umatnya. Termasuk anak-anak yang berada dalam pola asuh dan pendidikan orang tua yang berdampak buruk baginya. Apabila ada anak-anak yang mendapatkan kekerasan fisik, maka negara hadir untuk menyelamatkan.
Sayangnya kita saat ini hidup di negara demokrasi sekuler. Negara tidak menghadirkan tuntunan syar’i sebagai panduan orang tua dalam mendidik anak-anaknya. Negara gagal melindungi anak-anak dari kekerasan fisik yang dilakukan orang tuanya. Negara juga gagal menjamin kesejahteraan rakyatnya.
Menggunakan istilah Toxic Parents sebagai pengingat diri bagi orang tua sangatlah baik. Dari sini, orang tua bisa mengevaluasi diri terhadap pendidikan dan pola asuh terhadap anak-anaknya. Selain itu, adanya istilah toxic parents juga memacu orang tua untuk semakin mencari ilmu. Bagaimana seharusnya dalam mendidik anak-anak. Karena mendidik anak-anak bermodalkan kasih sayang saja ternyata tidaklah cukup.
Sikap pada Orangtua Kita
Namun, para pasangan muda mestilah berhati-hati dalam menggunakan istilah ini terhadap orang tua yang telah membesarkan mereka. Tidak semua orang tua pada jaman dahulu membesarkan anak-anaknya dengan ilmu. Sangat perlu disadari bahwa orang tua pada jaman dahulu memiliki beragam keterbatasan sehingga pendidikan dan pola asuhnya terhadap anak-anak berbeda dengan orang tua masa kini dalam mendidik anak-anaknya.
Sebagai umat Islam, penting untuk mengedapankan kasih sayang terhadap orang tua yang telah merawat dan membesarkannya. Terlepas dari bagaimana pola asuhnya dulu membawa dampak baik atau buruk baginya. Sekalipun orang tua yang telah membesarkannya dulu memiliki kekeliruan dalam mendidiknya, hal ini tidak menggugurkan kewajiban sebagai anak untuk berbakti pada orang tuanya. Sebagai anak, tetap harus menyayangi, bertutur kata baik serta merawat orang tua jika telah renta.
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al Isra: 23).
Istilah toxic parents hanyalah untuk pengingat diri sebagai orang tua, bukan untuk melabeli pola asuh pendidikan orang tua terdahulu. Tidak pernah ada orang tua yang sengaja mendorong anak-anaknya pada keburukan. Atas segala kekeliruan yang mungkin pernah orang tua lakukan, hendaknya anak mendoakan orang tua. Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya.
Wallahu’alam bishawab