Oleh: Neng Ipeh*
Bagi sebagian orang, menjadi single atau lajang adalah pilihan. Mereka punya standar dan kriteria khusus untuk menjadikan seseorang sebagai pasangan. Orang-orang ini tidak malu ketika menghadiri pesta pernikahan meski hanya sendiri atau wisuda tanpa pendamping. Cemooh lingkungan pun tidak mereka hiraukan. Apalagi jika memang ia memiliki pemahaman agama yang benar.
Namun, tidak semua orang punya perasaan dan pemikiran yang sama. Para jomblo yang bermental lemah, kurang percaya diri, dan punya gengsi tinggi akan merasa malu bila tidak punya gandengan ketika menghadiri acara-acara tertentu. Ada juga yang merasa tersaingi saat mantan pacar sudah punya pasangan lain. Mereka terlalu peduli dengan ejekan lingkungan dan pergaulan yang hobi mencemooh para jomblo.
Untuk menghindari hal menyakitkan itu, kaum lajang masa kini memilih untuk memanipulasi status dengan mencari pacar sewaan. Wajar bila banyak pihak menjadikan hal ini sebagai lahan bisnis yang menjanjikan. Apalagi terkadang ada pula yang mencari pacar sewaan untuk menghindari pernikahan paksa dari orangtua. Penyewaan pacar jelas tidak akan berbicara soal cinta, seperti idealnya sebuah hubungan yang dijalani oleh sepasang kekasih. Tetapi hal ini hanya didasarkan pada bisnis saling membutuhkan antara si lajang dan pebisnis sewa pacar. Ibaratnya seperti teori ekonomi supply and demand, yaitu dimana permintaan di situ ada penawaran.
Bisnis jasa yang berfokus pada penyewaan pacar ini telah bermunculan di berbagai kota. Agen-agen penyedia jasa pacar sewaan pun menawarkan beberapa paket penyewaan pacar yang menarik. Seperti paket pasangan wisuda, kencan sehari, dan gandengan ke pesta pernikahan. Tarifnya pun beragam mulai dari Rp110 ribu - Rp500 ribu.
Psikolog asal Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Herlina Harsono Njoto mengatakan, berlangsungnya bisnis sewa pacar dipicu kebutuhan antara kedua belah pihak. ”Satunya butuh materi (penyedia jasa). Satunya untuk gengsi, butuh pengakuan dan tingkatkan kepercayaan diri (pengguna jasa),” katanya.
Sementara pemerhati pendidikan dasar, menengah, atas dan tinggi di Surabaya, Achmad Hidayat menilai, munculnya bisnis jasa itu merupakan salah satu indikator kegagalan pendidikan moral dan karakter, baik di lingkungan pendidikan formal maupun informal. (nasional.sindonews.com/12/01/2021)
Pacar sewaan menjadi fenomena yang sudah tumbuh subur belakangan ini. Baik penyewa dan yang menyewakan sama-sama mendapatkan profit yang pantas. Secara psikologi, mereka yang kerap menggunakan jasa ini biasanya adalah kaum lajang yang tengah menghadapi tekanan mental dari lingkungan.
Munculnya fenomena ini tentu tak lepas dari pola pikir sekuler yang membuat agama tak menjadi rujukan dalam setiap aktivitas. Padahal Islam telah melarang adanya kedekatan di antara mereka yang bukan muhrim karena dapat menimbulkan berbagai fitnah dan dosa. Sehingga dalam Islam pacaran adalah aktivitas yang haram. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al Isro’ [17] : 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Asy Syaukani dalam Fathul Qodir mengatakan, ”Apabila perantara kepada sesuatu saja dilarang, tentu saja tujuannya juga haram dilihat dari maksud pembicaraan.” Dilihat dari perkataan Asy Syaukani ini, maka kita dapat simpulkan bahwa setiap jalan (perantara) menuju zina adalah suatu yang terlarang. Ini berarti memandang, berjabat tangan, berduaan dan bentuk perbuatan lain yang dilakukan dengan lawan jenis karena hal itu sebagai perantara kepada zina adalah suatu hal yang terlarang.
Islam yang sempurna telah mengatur hubungan dengan lawan jenis. Hubungan ini telah diatur dalam syariat suci yaitu pernikahan. Pernikahan yang benar dalam islam juga bukanlah yang diawali dengan pacaran, tapi dengan mengenal karakter calon pasangan tanpa melanggar syariat. Melalui pernikahan inilah akan dirasakan percintaan yang hakiki dan berbeda dengan pacaran yang cintanya hanya cinta bualan.
Dari Ibnu Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ
“Kami tidak pernah mengetahui solusi untuk dua orang yang saling mencintai semisal pernikahan.” (HR. Ibnu Majah no. 1920. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani)
Dengan demikian, adalah hal yang keliru ketika kaum lajang memanipulasi status dengan cara-cara yang instan, melakukan cara-cara yang tidak wajar hanya sekadar mendapat pengakuan. Begitu juga dengan pihak penjaja pacar sewaan sepatutnya menyadari bahwa bisnis tersebut justru hanya akan menambah kerusakan akidah yang sudah ada sebelumnya di tengah masyarakat.
*(aktivis BMI Community Cirebon)
Tags
Opini