Empat Desa Tergenang Banjir di Gresik


Oleh: Rindoe Arrayah

          Seolah sudah menjadi suatu hal yang biasa, jika musim hujan tiba selalu dibersamai dengan banjir di beberapa daerah. Tidak terkecuali di kota Gresik. Banjir yang melanda Kabupaten Gresik, Jawa Timur akibat meluapnya kali Brantas menggenangi empat desa, yakni Desa Driyorejo, Krikilan, Bambe dan Cangkir.

Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gresik, Jumat, banjir juga merendam rumah yang berada di dekat bantaran kali Brantas, mulai di Desa Driyorejo, Desa Cangkir, dan Desa Bambe, Kecamatan Driyorejo dengan ketinggian sekitar 40-60 cm. 

Akibat banjir tersebut, tercatat ratusan rumah terendam dan sedikitnya 350 kepala keluarga terdampak, serta mengungsi ke tempat yang telah disiapkan oleh pihak desa, yakni Gedung Serba Guna di Balai Dusun (akurat.co, 8/1/2021). .

Ketua LSM Front Pembela Suara Rakyat (FPSR), Aries Gunawan mengatakan banjir yang melanda di Kecamatan Driyorejo diduga akibat saluran kali yang tersumbat sebuah bangunan di Desa Krikilan yang mengakibatkan arus air tidak lancer.

Jika menilik penanganan korban banjir yang menimpa negeri ini, tampak betapa pihak pemerintah sendiri tidak sepenuh hati dalam mengambil sikap. Mengapa bisa demikian? Hal ini dikarenakan, sistem kehidupan yang diterapkan saat ini , yaitu kapitalisme-sekularisme senantiasa menjadikan untung rugi sebagai pertimbangan yang dikedepankan saat menangani rakyat yang tertimpa musibah.

Berbeda halnya dengan Khilafah Islamiyyah yang memiliki kebijakan canggih dan efisien saat menangani banjir. Kebijakan tersebut mencakup sebelum, ketika, dan pasca banjir. Kebijakan untuk mencegah terjadinya banjir dapat disarikan sebagai berikut;

Pertama, pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletsyer, rob, dan lain sebagainya, maka Khilafah akan menempuh upaya-upaya sebagai berikut;

Membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya.  Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi.  Di Provinsi Khuzestan, daerah Iran selatan misalnya, masih berdiri dengan kokoh bendungan-bendungan yang dibangun untuk kepentingan irigasi dan pencegahan banjir.  Bendungan-bendungan tersebut di antaranya adalah bendungan Shadravan, Kanal Darian, Bendungan Jareh, Kanal Gargar, dan Bendungan Mizan.  Di dekat Kota Madinah Munawarah, terdapat bendungan yang bernama Qusaybah.  Bendungan ini memiliki kedalaman 30 meter dan panjang 205 meter.  Bendungan ini dibangun untuk mengatasi banjir di Kota Madinah.  

Khilafah akan memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air (akibat rob, kapasitas serapan tanah yang minim dan lain-lain),  dan selanjutnya membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah-wilayah tersebut; atau jika ada pendanaan yang cukup, Khilafah akan membangun kanal-kanal baru atau resapan agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialihkan alirannya, atau bisa diserap oleh tanah secara maksimal.  Dengan cara ini, maka daerah-daerah dataran rendah bisa terhindar dari banjir atau genangan.  Adapun daerah-daerah pemukiman yang awalnya aman dari banjir dan genangan, namun karena sebab-sebab tertentu terjadi penurunan tanah, sehingga terkena genangan atau banjir, maka Khilafah akan berusaha semaksimal mungkin menangani genangan itu, dan jika tidak mungkin Khilafah akan mengavakuasi penduduk di daerah itu dan dipindahkan ke daerah lain dengan memberikan ganti rugi atau kompensasi kepada mereka.

Khilafah membangun kanal, sungai buatan, saluran drainase, atau apa namanya untuk mengurangi dan memecah penumpukan volume air; atau untuk mengalihkan aliran air ke daerah lain yang lebih aman.  Secara berkala, Khilafah mengeruk lumpur-lumpur di sungai, atau daerah aliran air, agar tidak terjadi pendangkalan.  Tidak hanya itu saja, Khilafah juga akan melakukan penjagaan yang sangat ketat bagi kebersihan sungai, danau, dan kanal, dengan cara memberikan sanksi bagi siapa saja yang mengotori atau mencemari sungai, kanal, atau danau.

Membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu.  Sumur-sumur ini, selain untuk resapan, juga digunakan untuk tandon air yang sewaktu-waktu bisa digunakan, terutama jika musim kemarau atau paceklik air.

Kedua, dalam aspek undang-undang dan kebijakan, Khilafah akan menggariskan beberapa hal penting berikut ini:

Khilafah membuat kebijakan tentang master plan, di mana dalam kebijakan tersebut ditetapkan sebuah kebijakan sebagai berikut; (1) pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya.    Dengan kebijakan ini, Khilafah mampu mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan.

Khilafah akan mengeluarkan syarat-syarat tentang izin pembangunan bangunan. Jika seseorang hendak membangun sebuah bangunan, baik rumah, toko, dan lain sebagainya, maka ia harus memperhatikan syarat-syarat tersebut.  Hanya saja, Khilafah tidak menyulitkan rakyat yang hendak membangun sebuah bangunan.  Bahkan Khilafah akan menyederhanakan birokrasi, dan menggratiskan surat izin pendirian bangunan bagi siapa saja yang hendak membangun bangunan.  Hanya saja, jika pendirian bangunan di lahan pribadi atau lahan umum, bisa mengantarkan bahaya (madlarah), maka Khalifah diberi hak untuk tidak menerbitkan izin pendirian bangunan.  Ketetapan ini merupakan implementasi kaedah ushul fikih al-dlararu yuzaalu(bahaya itu harus dihilangkan).  Khilafah juga akan memberi sanksi bagi siapa saja yang melanggar kebijakan tersebut tanpa pernah pandang bulu.

Khilafah akan membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan,  dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana.  Selain dilengkapi dengan peralatan canggih, petugas-petugas lapangan juga dilengkapi dengan pengetahuan yang cukup tentang SAR (search dan rescue), serta ketrampilan yang dibutuhkan untuk penanganan korban bencana alam.   Mereka diharuskan siap sedia setiap saat, dan dibiasakan untuk bergerak cepat ketika ada bencana atau musibah.

Khilafah menetapkan daerah-daerah tertentu sebagai daerah cagar alam yang harus dilindungi.  Khilafah juga menetapkan kawasan hutan lindung, dan kawasan buffer yang tidak boleh dimanfaatkan kecuali dengan izin.   Khilafah menetapkan sanksi berat bagi siapa saja yang merusak lingkungan hidup tanpa pernah pandang bulu.

Khilafah terus menerus menyosialisasikan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan, serta kewajiban memelihara lingkungan dari kerusakan.  Ketetapan ini didasarkan ketetapan syariat mengenai dorongan berlaku hidup bersih dan tidak membuat kerusakan di muka bumi. Khilafah juga mendorong kaum Muslim untuk menghidupkan tanah-tanah mati (ihyaa’ al-mawaat) atau kurang produktif, sehingga bisa menjadi buffer lingkungan yang kokoh.

Ketiga,dalam menangani korban-korban bencana alam, Khilafah akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana.  Khilafah menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai. 

Lalu, bagaimana solusi dana bagi negara jika bencana datang? Di dalam syariat Islam sudah diatur bagaimana Khilafah mendapatkan sumber pemasukan untuk penanganan bencana, yakni:

Pos fa’iy (harta rampasan perang) manakala Khilafah melakukan futuhat atau penaklukan guna penyebaran Islam. Devisa negara yang berasal dari pos fa’iy sebagian dialokasikan untuk penanganan bencana alam.

Pos kharaj (pungutan atas tanah kharajiyyah), setiap negeri yang masuk Islam melalui jalan peperangan/futuhat seperti Irak atau Mesir, juga negeri-negeri lain, telah ditetapkan oleh hukum syara sebagai tanah kharaj. Tanah ini akan dipungut biayanya yang disebut uang kharaj, dimana besarannya diserahkan kepada pendapat/ijtihad khalifah. Devisa negara dari tanah kharaj ini terbilang besar, seperti yang diperoleh dari tanah Irak di masa Kekhilafahan Umar bin Khaththab. Dari pos kharaj ini sebagian akan dialokasikan untuk pos penanganan bencana.

Pos milkiyyah ‘ammah (kepemilikan umum). Di dalam Khilafah berbagai kepemilikan umum seperti barang tambang migas, mineral, batu bara akan dikelola negara dan hasilnya menjadi milik umum. Keuntungan yang diperoleh dari pengelolaan ini sebagian akan dialokasikan untuk menangani bencana alam.

Pos dlaribah (pungutan atas kaum muslimin). ini bukan pajak. Bila dalam sistem kapitalisme pajak dijadikan urat nadi pereekonomian, termasuk dalam penanganan bencana,  Islam menolak jauh-jauh konsep ini. Haram bagi negara memungut pajak dari rakyat. Akan tetapi manakala kas negara dalam keadaan minim sedangkan kebutuhan ri’ayah (mengurus) rakyat harus tetap berjalan, maka ada pungutan yang dinamakan dlaribah. Perbedaannya dengan pajak adalah obyeknya. Dlaribah hanya diambil dari warga muslim yang mampu/kaya, tidak dipungut dari yang menengah apalagi yang tidak mampu. Warga nonmuslim bahkan sama sekali tidak diambil dlaribah-nya. Dalilnya adalah keputusan Rasulullah saw. yang beberapa kali meminta kaum muslimin untuk mengalokasikan hartanya untuk keperluan umum. Seperti Beliau saw. memotivasi kaum muslimin untuk membeli sumur Raumah dari pemiliknya, seorang Yahudi. Hal itu perlu dilakukan karena saat itu Madinah kekurangan air bersih. Akhirnya Utsman bin Affan ra. mewaqafkan tanahnya untuk membeli sumur itu. Rasulullah saw. pun memuji sikap Utsman bin Affan ra.

Selain itu, Khalifah akan mengerahkan para alim ulama untuk memberikan taushiyyah-taushiyyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah swt.

Demikianlah cara Khilafah dalam menangani banjir dengan berlandaskan syariat Islam. Sungguh, sebuah sistem kehidupan yang mumpuni. Tentunya, kita sangat merindukan suasana seperti itu. Sehingga, rakyat yang ditimpa musibah tidak akan merasa semakin susah sebagaimana yang kita lihat saat ini, di mana kehidupan diatur dengan sistem kapitalis-sekularis yang telah nyata kerusakannya.

Mari, berupaya bersama demi tegaknya kembali syariat-Nya dalam naungan Khilafah Islamiyyah. Butuh suatu perjuangan serta pengorbanan untuk mewujudkan itu semua.

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)

Wallahu a’lam bishshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak