Oleh : Siti Saodah, S. Kom
(Aktivis Muslimah dan Pemerhati Remaja)
Tahun
baru masyarakat Indonesia disambut dengan bencana yang banyak menimpa negeri
khatulistiwa. Mulai dari bencana di udara dengan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air
di Perairan Kepulauan Seribu. Bencana banjir yang kini melanda Kalimantan serta
gempa yang menghantam Sulawesi. Tak cukup itu saja kini di berbagai daerah lain
pun mengalami banjir disebabkan curah hujan yang cukup tinggi.
Bencana
Alam Di Awal Tahun
Data
menyebutkan sekitar 1500 rumah warga di Kalsel (Kalimantan Selatan) yang
tersebar di kecamatan Pengaron dan Kabupaten Banjar bahkan ketinggian air
mencapai 2-3 meter (www.kompas.com).
Sementara di Sulbar (Sulawesi Barat) dilanda
gempa berkekuatan 6,2 Magnitudo di kedalaman 10 Km berpusat di timur laut
Majene. Kekuatan gempa dirasakan sampai Palu, Sulawesi Tengah dan wilayah
Sulawesi Selatan. Sementara informasi terakhir dari BNPB di Majene terdapat 8
warga meninggal dunia, sekitar 637 orang mengalami luka-luka dan 15.000 lainnya
mengungsi (m.jpnn.com).
Eksploitasi
Alam Tanpa Batas
Bencana
alam yang melanda Indonesia bukan tanpa sebab, pasalnya banyak alam yang di
eksploitasi tanpa batas. Sepanjang tahun 2009 sampai 2011 terjadi peningkatan luas
perkebunan sebesar 14 persen dan terus meningkat di tahun berikutnya sebesar 72
persen dalam 5 tahun papar M. Jefri Raharja sebagai Staf Advokasi dan Kampanye
Lingkungan Hidup (Walhi). Direktorat Jenderal
Perkebunan (2020) mencatat, luas lahan perkebunan sawit di Kalimantan Selatan mencapai
64.632 hektar.
Untuk jumlah perusahaan sawit, pada Pekan Rawa Nasional I
bertema Rawa Lumbung Pangan Menghadapi Perubahan Iklim 2011, tercatat 19
perusahaan akan menggarap perkebunan sawit di lahan rawa Kalsel dengan luasan
lahan mencapai 201.813 hektar (www.kompas.com).
Bukan hanya pembukaan lahan sawit yang mengakibatkan gundulnya hutan Indonesia.
Namun salah satunya adalah pembukaan lahan pertambangan yang berdampak banyak
bagi lingkungan sekitar. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat terdapat 4.290
Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau sekitar 49,2 persen dari seluruh Indonesia. Jefri
menambahkan bahwa bukaan lahan tambang meningkat 13 persen hanya dalam waktu 2
tahun (www.kompas.com).
Maraknya
pembukaan lahan baik kelapa sawit dan pertambangan semakin menambah parah
kerusakan alam Indonesia. Ditambah tidak ada aturan jelas terkait eksploitasi
alam. Hingga para kapital berbondong-bondong mengeksploitasi alam Indonesia
tanpa batas dan menyebabkan banyak kerusakan. Hutan kini telah beralih menjadi
lahan meraup untung para kapital sekuler.
Jefri
pun menyayangkan kondisi hutan di Kalimantan yang kini beralih menjadi lahan
kelapa sawit dan pertambangan. Pembukaan lahan atau perubahan tutupan lahan
juga mendorong laju perubahan iklim global. Kalimantan yang dulu bangga dengan
hutannya, kini hutan itu telah berubah menjadi perkebunan monokultur sawit dan
tambang batu bara,” katanya lagi (www.kompas.com). Belum lagi kasus pencemaran
lingkungan akibat pertambangan, perampasan lahan, kekerasan dan kasus
pelanggaran HAM lainnya ini akan selalu mengiringi dalam sistem kapitalis
sekuler saat ini.
Buah
Busuk Sistem Kapitalis Sekuler
Bencana
alam yang melanda negeri ini merupakan
dampak buruk dari pengelolaan sumber daya alam yang salah. Padahal alam adalah
sebagai penyeimbang dari ekosistem makhluk hidup. Jika alam digunakan tanpa ada
batasan dan aturan yang jelas maka yang terjadi adalah kerusakan hingga
menimbulkan bencana alam. Seakan alam memberikan pertanda bahwa ia kini sudah
semakin tua dan membutuhkan perawatan.
Alam
membutuhkan perhatian manusia agar ia dapat terus memberikan manfaat bagi
kehidupan orang banyak. Namun akibat ulah sekelompok orang yang demi meraup
untung semaksimal mungkin maka mereka rela mengorbankan hajat hidup orang
banyak. Mereka adalah para kapital yang dengan tega mengeksploitasi alam,
mengeruk, mengambil kemudian ia jual dengan harga yang tinggi. Kemudian
penguasa memberikan kemudahan dalam perijinan pendirian perusahaan yang ia
mengeruk hasil bumi dan alam.
Wajar
jika para kapital dengan mudah mengambil kekayaan alam disebabkan penerapan
sistem kapitalis sekuler. Sistem yang hanya mementingkan keuntungan materi
dengan mengabaikan aturan agama. Menjadikan kapital rakus dan merusak alam.
Sistem yang dibuat manusia jelas banyak sekali kelemahan karena manusia
merupakan makhluk terbatas dan lemah.
Islam
Mengatur Pengelolaan Sumber Daya Alam
Allah
SWT berfirman dalam Qs. Ar – Rum : 41 sebagai berikut :
ظَهَرَ
الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ
بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia;
Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan
mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Ayat
tersebut menggambarkan bagaimana Allah sudah memperingatkan bahwa manusia
sendirilah yang akan merusak alam. Sifat manusia yang tak pernah puas
menjadikan alam semakin rusak. Belum lagi para kapital yang senantiasa mencari
cara demi meraup untung banyak walaupun harus melakukan hal yang melanggar
syarah.
Islam
dalam pengaturan sumber daya alam memiliki cara yang sudah ditentukan syarah. Pertama
kepemilikan umum seperti hutan, barang tambang, air, padang rumput dan api
tidak boleh dimiliki oleh korporasi, perorangan ataupun disewakan. Keuntungan dari
hasil pengelolaan sumber daya alam tersebut digunakan untuk kesejahteraan
rakyat. Kedua negara akan memberikan aturan ketat dan hukuman terhadap
para pelaku yang melanggar pengelolaan sumber daya alam seperti pencemaran
lingkungan. Ketiga negara tidak akan bekerjasama dengan pihak asing
(kafir harbi) untuk mengelola sumber daya alam.
Semua
aturan tadi dapat dapat diterapkan jika aturan islam mampu diterapkan secara
sempurna dalam bernegara. Khalifah yang akan memimpin negara dengan ketakwaan
penuh terhadap Allah SWT.
Waalahualam
bisshowab