Demokrasi Dalang Lahirnya Kemiskinan Massal



Oleh : Annisa Rahmawati

 

Problematika dalam mengatasi kemiskinan menjadi lagu lama yang tak kunjung menemukan titik terang, dalam setiap tahun saja bahkan curva angka kemiskinan terus bertambah. Terlebih saat masyarakat dihadapkan bencana besar pandemi Covid-19, banyak perusahaan mem-PHK massal,  sehingga membuat puluhan ribu masyarakat dan kepala rumah tangga harus kehilangan mata pencahariannya.

Belum lagi dampak dari Covid-19 yang membuat ekonomi Indonesia mengalami resesi. Ketika diseluruh negara didunia tengah diambang resesi, Bank Dunia (World Bank)  menjadi satu satunya penawar dan penyelamat dari krisis ekonomi untuk terus menggali hutang dengan pinjaman berbunga.

Bahkan Bank Dunia melihat kalau stimulus program perlindungan sosial dari pemerintah merupakan kunci untuk menyelamatkan perekonomian masyarakat dari krisis Covid-19. Dalam laporannya, Bank Dunia menyebut kalau besaran dana yang dikucurkan oleh pemerintah tersebut akan menentukan apakah masyarakat akan jatuh ke dalam jurang kemiskinan.

“Simulasi kami, kalau pemerintah tidak memberikan perlindungan sosial, maka sebanyak 8,5 juta masyarakat Indonesia bisa jatuh miskin akibat krisis ini,” ujar mereka dikutip dari Kontan.co.id

Melihat hal ini jelas tumpang tindihnya solusi dalam menangani dan mengatasi ekonomi bukanlah menjadi jaminan bahwa curva kemiskinan di Indonesi akan landai.  Namun justru sistem Demokrasi Kapitalislah yang diadopsi setiap negara di Dunia ini yang menjadi dalang dari permasalahan ekonomi masyarakat, Ekonomi Kapitalistik bak penghisap darah rakyat yang menyebabkan lahirnya kemiskinan Massal.

Demokrasi Kapitalis merupakan produk atau alat untuk memuaskan nafsu sang pemilik modal.  Maka inilah karakter dari Demokrasi yang intoleran terhadap kritik massal, mereka pemangku kebijakan akan mengenyampingkan aspirasi dan hajat hidup rakyat banyak  Mereka akan dan lebih mengutamakan kepentingan sang kapitalis, melalui produk akal (undang/undang) yang mereka buat. Maka pantas kebijakan yang diterapkan kadang tak sejalan dengan kemauan rakyat banyak, bahkan kadangkalah menindas rakyat.

Wajar jika Alquran menantang manusian untuk berfikir, hukum manakah yang paling baik diterapkan, seperti halnya surah alquran berikut ini :

”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS Al Maidah ayat 50).

Saat ini kemiskinan yang menimpa umat lebih merupakan kemiskinan struktural/sistemik, yakni kemiskinan yang diciptakan oleh sistem yang diberlakukan oleh negara/penguasa. Itulah sistem kapitalisme-liberalisme-sekularisme.

Melalui sistem ini semua kekayaan alam di negeri sendiri menjadi santapan lezat sang kapitalis, infrastruktur seperti Tol, kemudian BUMN dsbnya dengan mudah dicaplok asing, masyarakat tak bisa menikmati kekayaan alam negerinya sendiri.

Namun berebeda dengan islam dalam mengentas kemiskinan,  dalam era Khilafah negara mampu mengatasi persoalan kemiskinan.

Salah satunya syariat Islam telah mengatur masalah kepemilikan ini dalam tiga aspek: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Adanya kepemilikan individu ini menjadikan rakyat termotivasi untuk berusaha mencari harta guna mencukupi kebutuhannya.

Aset yang tergolong kepemilikan umum tidak boleh dimiliki sama sekali oleh individu atau dimonopoli swasta. Karena ini adalah harta umat, maka pengelolaannya diserahkan pada negara agar hasilnya bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh umat.

Dalam khilafah negara bukan hanya melindungi kekayaan alam dari cengkraman asung,  Khilafah juga dianggap sebagai pelayan masyarakat.

Hal ini dengan adanya kepemilikan negara dalam Islam akan menjadikan negara memiliki sumber-sumber pemasukan dan aset-aset yang cukup untuk mengurusi umat. Termasuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan masyarakat miskin.

Artinya negara berperan dalam menjamin kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat banyak dari kebutuhan primer, kesehatan hingga pendidikan.

Seperti saat Khilafah Abdul Aziz contohnya meskipun ia hanya berkuasa 2,5 tahun namun kala ia menjabat sebagai khalifah ia berhasil mengentas kemiskinan,  bahkan kala itu masyarakat kebingungan untuk membayar zakat karena banyak masyarakat yang tersejahtera.

Selain itu Islam memberantas para Koruptor yang merugikan negara, dalam hal ini negara memberlakukan hukuman tegas tanpa pandang bulum

Abdurahman al-Maliki dalam buku Sistem Sanksi dalam Islam menuliskan, bagi seseorang yang menggelapkan uang atau sejenisnya (korupsi) akan dikenakan ta’zir 6 bulan sampai 5 tahun penjara. Namun, jika jumlahnya sampai taraf membahayakan ekonomi dan kerugian negara, koruptor bisa dihukum mati.

Tentunya semua itu bisa terwujud dengan aturan syariah yang diterapkan negara, maka untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat, hanya dengan syariah lah yang bisa menjamin keberkahan hidup manusia. Syariah akan menjadi rahmat bagi mereka (Lihat: QS al-Anbiya’ [21]: 107).

Lebih dari itu, penerapan syariah Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan adalah wujud ketakwaan yang hakiki kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami membuka untuk mereka pintu keberkahan dari langit dan bumi (TQS al-A’raf [7]: 96)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak