Oleh Yanti Nurhayati, S.IP.
(Muslimah Peduli Negeri)
Innalillahi wa innailayhi rooji'un
Mengawali tahun 2021, beberapa wilayah di Indonesia mengalami bencana banjir dan longsor. Adapun wilayah-wilayah tersebut diantaranya Kalimanatan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, DKI Jakarta dan khususnya Jawa Barat.
Beberapa wilayah di Jawa Barat seperti Bekasi, Bogor, Tangerang, Bandung Timur dan sekitarnya.
Bencana yang melanda ditahun ini begitu banyak memakan korban, bukan hanya tempat tinggal saja yang hilang tapi banyak nyawa pun ikut hilang.
Kawasan Rancaekek di Bandung Timur, Jatinangor dan Sumedang menjadi kawasan yang sering terdampak banjir terutama ketika musim penghujan tiba. Ketika wilayah tersebut diguyur hujan berbagai persoalan timbul sehingga banjir kerap menjadi tamu setia yang selalu datang disaat musim penghujan.
Pakar hidrologi dari Universitas Padjajaran bernama Prof. Chay Asdak mengungkapkan, penyebab dari seringnya banjir di kawasan Rancaekek, Jatinangor dan Sumedang dikarenakan beberapa hal berikut ini :
1. Adanya alih fungsi lahan yang berada di kawasan Gunung Geulis, sebelah timur Jatinangor.
2. Lereng di sisi timurnya Gunung Geulis juga banyak penggerukan pasir.
3. Tergerusnya lahan persawahan yang berubah menjadi kawasan pemukiman dan industri.
4. Pembangunan pemukiman, Jalan Tol, Kereta Api Cepat yang tidak memperhatikan sarana drainase yang memadai.
5. Infrastruktur dan monitoring sampahnya yang kurang baik.
6. Kurangnya kesadaran dan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat terkait penanggulangan dan solusi ini.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat (Jabar) M Ridwan Kamil mengatakan pemerintah provinsi menyiapkan cetak biru Jabar sebagai provinsi berbudaya tangguh bencana (resilience culture province) dan budaya tangguh bencana Jabar ini akan ditanamkan kepada seluruh warga melalui pendidikan sekolah sejak dini hingga pelatihan. Kang Emil juga ⁹mengatakan dengan jumlah penduduk nyaris 50 juta, Jabar dituntut untuk terus berinovasi dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) mulai dari air, tanah, sampai bahan bakar.
Pembangunan kapitalistik yang menonjol dalam pengelolaan lingkungan di sejumlah daerah ini telah berdampak pada deforestasi dan alih fungsi lahan. Padahal, begitu banyak penelitian dan diskusi ilmiah tentang aspek hidrologi, kehutanan, dan pentingnya konservasi dan tata ruang wilayah yang secara jelas menunjukkan bahwa pembangunan mutlak harus memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian hutan, dan lahan serta keseimbangan alam dan lingkungan. Jika tidak, meniscayakan terjadinya bahaya banjir dan tanah longsor mematikan.
Sayangnya, penguasa yang telah didikte para korporasi telah mengorbankan prinsip tata kelola lingkungan termasuk menyia-nyiakan hasil kajian ilmiah dan diskusi para intelektual untuk mewujudkan kelestarian lingkungan.
Selayaknya dalam pengelolaan lingkungan negara mencegah tata kelola lingkungan yang lahir dari kerakusan dan sifat konsumerisme manusia.
Allah SWT, dalam Al Qur'an terdapat ayat-ayat yang jelas-jelas Allah firmankan untuk mengingatkan manusia dimuka bumi ini, seperti dalam surat Al Baqoroh, Allah berfirman :
"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Janganlah berbuat kerusakan di bumi', mereka menjawab, 'Sesungguhnya kami orang-orang yang melakukan perbaikan.' Ingatlah, sesungguhnya merekalah yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak merasa." (QS al Baqarah [2]:11-12).
Kemudian dalam QS. Al-Ruum/30:41, Allah berfirman :
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Namun manusia tidak mengindahkan peringatan-peringatan Allah SWT. Ummat manusia sekarang ini sudah sangat jauh dari agama, akidah mereka tergerus dengan paham sekularisme. Sekularisme merupakan sebuah paham dimana agama tidak boleh ikut campur dalam kehidupan mereka, agama hanya untuk individu saja dalam melaksanakan ibadahnya.
Saat ini manusia hanya berusaha mengikuti hawa nafsunya dunia, tanpa takut dengan hisab dan hari akhir. Ini merupakan potret kehidupan dijaman era sistem kapitalisme, dimana manusia satu sama lain hanya memikirkan kesenangan diri sendiri tanpa memikirkan akibat bagi oranglain.
Berbagai bencana atau musibah tentu merupakan ketetapan atau qada Allah SWT (QS at-Taubah [9]: 51). Tak mungkin ditolak atau dicegah. Sebagai ketetapan (qada)-Nya, musibah itu harus dilakoni dengan lapang dada, rida, tawakal, dan istirja’ (mengembalikan semuanya kepada Allah SWT) serta sabar (QS al-Baqarah [2]: 155-157).
Namun kesabaran menghadapi musibah harus disertai perenungan untuk menarik pelajaran guna membangun sikap, tindakan dan aksi ke depan demi membangun kehidupan yang lebih baik. Termasuk untuk mengurangi potensi terjadinya bencana dan meminimalkan atau meringankan dampaknya.
Dalam semua bencana, ada dua hal yang mesti direnungkan. Pertama, penyebabnya. Kedua, penanganan dan pengelolaan dampak bencana, termasuk rehabilitasi.
Dalam Islam sendiri, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melarang pengelolaan harta milik umum oleh individu. Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput/hutan, air dan api.” (HR Abu Dawud).
Maka jelas, negara adalah pihak yang berwenang dan bertanggung jawab langsung lagi sepenuhnya dalam pengelolaan hutan, menjauhkannya dari aspek eksploitatif dalam pemanfaatan sumber daya alam.
Islam mengatur seluruh aspek permasalahan kehidupan, termasuk pengalihan fungsi lahan maka akan sangat diperhatikan segala aspek yang bisa merusak kepada lingkungan dan sumber daya alamnya. Semua pembangunan dilakukan semata-mata untuk kesejahteraan, keamanan dan kenyamanan masyarakat. Sehingga sudah saatnya negeri ini dibenahi dengan mengambil aturan yang diperintahkan Alalh yaitu menerapkan syariat Islam secara kaffah dimuka bumi ini. Wallohu'alam bishowab.
Tags
kolom opini