Oleh: Sri Yana
Tahun 2020 menorehkan catatan pahit dalam buku utang Indonesia. Pemerintah menarik utang yang besar guna meredam anjoknya ekonomi akibat wabah covid-19 yang merebak dari Wuhan China akhir 2019.(www.viva.co.id, 24/12/2020)
Dengan keadaan ekonomi yang melemah, akhirnya memutuskan utang dan utang lagi. Alasannya untuk mengambil utang adalah untuk menyelamatkan rakyat. Padahal jika dipahami utang berdampak kepada masa depan generasi mendatang. Bahkan yang baru lahir saja sudah dibebankan utang. Miris bukan.
Memang tak disangkal dengan sistem yang bercokol saat ini, masyarakat tidak mudah menjalani hidup dengan beban ekonomi yang berat, ditambah realita covid yang belum juga berakhir. Hal tersebut mengakibatkan ke semua lini kehidupan. Sehingga benar- benar butuh iman dan taqwa dan keikhlasan menjalani hidup bagi setiap individu. Karena banyak faktanya individu, terutama kaum ibu yang stres membunuh anak sendiri dan bunuh diri, diakibatkan tak sanggup menjalani kehidupan ekonomi, terutama ekonomi yang sangat dirasakan.
Dengan torehan utang Indonesia, yang merupakan berakhirnya tahun 2020, menjadikan muhasabah bagi kita untuk kembali kepada sistem Islam yang dulu pernah berjaya dan menorehkan tinta emas. Untuk apa kita masih mempertahankan sistem rusak dan batil. Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
أفحكم الجاهلية يبغون ومن أحسن من الله حكما لقوم يوقنون
“Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”(Surah al-Maidah [5]: 50).
Sudah tentu hukum Allah lah yang mampu menyelesaikan seluruh problematika kehidupan. Karena dengan penerapan sistem keuangan khilafah selama 13 abad, memakai sistem baitul mal, yaitu intitusi khusus yang menangani harta yang diterima negara dan mengalokasikannya bagi kaum muslim yang berhak menerimanya.
Harta baitul mal berupa tanah, bangunan, barang tambang, uang dan benda-benda lainya yang berhak dimiliki kaum muslim.
Dengan kekuatan politik khilafah, maka sistem keuangan yang tegak pun kokoh, sehingga mampu menyejahterakan rakyatnya yaitu per-individu rakyat.
Pemasukan harta baitul mal sangat luas diantaranya:
-Pos kepemilikan negara. Dari anfal, ghanimah, kharaj, jizyah, khumus, dan usyur, dan dikeluarkan untuk kepentingan negara seperti, untuk gaji tentara, PNS, hakim, guru dan semua yang memberi khidmat pada negara untuk kemaslahatan umat.
- Pos kepemilikan umum yang dibagi menjadi :
1. Fasilitas umum, seperti kereta api, pipa air, jalan-jalan dan sebagainya yang bisa didapatkan oleh rakyat dengan mudah dan semurah-murahnya atau bahkan gratis.
2. Sumber daya alam (SDA) yang tidak boleh dimiliki individu seperti air, padang rumput, api, sungai, samudra, pulau dan lain sebagainya. Dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat dengan pengawasan negara agar tidak menimbulkan kemudharatan.
3. Bahan tambang yang tidak terbatas mencakup seluruhnya. Seperti, garam, batu mulia, emas, perak, besi, tembaga dan sejenisnya. Bahan tambang tersebut dikelola oleh negara dan hasilnya dimasukkan ke dalam baitul mal. Selanjutnya harta tersebut akan digunakan untuk mensubsidi rakyat.
- Pos zakat, berupa zakat mal, zakat fitrah dan sedekah atau wakaf maka dikhususkan bagi 8 asnaf. Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana".(surat At-Taubah ayat 60)
Dengan adanya pos-pos pemasukan dan pengeluaran yang telah di jamin oleh negara khilafah tersebut, menjadikan sepanjang sejarah kekhilafahan selalu surplus dalam keuangan. Maka negara pun tidak mungkin untuk berutang.(www.wacana-edukasi.com)
Tags
Opini