Banjir Kalsel Bukan Sekedar Bencana Alam




Oleh : Rita Khoerunisa
Aktivis Muslimah Karawang

Membuka lembaran baru di tahun 2021, Indonesia  kembali di rundung duka. Pasalnya banjir bandang yang menjadi bencana tahunan ini terus meluap, tidak hanya terjadi di ibukota saja. Melainkan menimpa ke beberapa wilayah di Indonesia. Salah satu banjir terparah menimpa Kalimantan Selatan.

Banjir bandang yang mengepung Kalsel ini menenggelamkan ribuan rumah warga. Dampaknya banyak harta benda warga yang hanyut terbawa arus air. Tak hanya itu, banjir bandang ini juga menelan korban jiwa.

Dilansir dari warta online cnnindonesia.com, banjir bandang menerjang tujuh kabupaten/kota di Kalimantan Selatan (Kalsel). Selama beberapa hari terakhir telah menewaskan 5 orang dan sebanyak 112.709 korban lainnya kehilangan tempat tinggal sehingga terpaksa mengungsi.

Menurut Direktur Eksekutif Walhi Kalsel "Banjir (2021) kali ini adalah banjir terparah dalam sejarah Kalimantan Selatan yang sebelumnya" ujarnya saat dihubungi suara.com, Jumat (15/1/2021).

Persoalan banjir bukanlah kali pertama, dan seolah menjadi masalah yang tak kunjung usai. Hal ini mengingat bahwa bencana banjir selalu menimpa negeri ini di setiap tahunnya.

Namun, ada penyimpangan logika dalam pola berpikir para pemangku negeri ini. Bencana ini pasti dan selalu dikaitkan dengan fenomena alam seperti intensitas hujan yang tinggi. Tanpa menelaah faktor penyebab lain. 

Sejatinya, penyebab banjir bukanlah semata karena curah hujan yang tinggi. Baik pemerintah pusat ataupun daerah, juga para perencana Tata ruang seharusnya mengamati kondisi wilayah dimana banjir itu terjadi, mengapa dan bagaimana menyelesaikannya.

Dilansir dari suara.com, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Kisworo Dwi Cahyono menegaskan bahwa banjir besar di Kalimantan Selatan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir bukan sekadar cuaca ekstrem, melainkan akibat rusaknya ekologi di tanah Borneo. 

Berdasarkan laporan tahun 2020 saja sudah terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif bahkan ditinggal tanpa reklamasi, belum lagi perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah.

"Ini menunjukkan daya tampung dan daya dukung lingkungan di Kalsel dalam kondisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis, sudah sering kita ingatkan, dari total luas wilayah 3,7 juta hektar hampir 50 persen sudah dibebani izin pertambangan dan perkebunan kelapa sawit". Tegasnya.

Dari pernyataan beliau di atas, menguatkan pendapat bahwa penyebab utama banjir di Kalsel merupakan akibat dari penyalahgunaan lahan hutan untuk industri tambang dan kebun sawit.

Sebagian besar daerah yang mestinya menjadi area resapan air justru kini dialih fungsikan menjadi perkebunan. Penggunaan lahan hutan tanpa memperhatikan dampak lingkungan, yang demikian itu justru mendatangkan malapetaka.

Maha benar Allah dengan segala firman-nya :

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).QS. Ar-Rum Ayat 41

Benar, bahwa kerusakan yang tampak dimuka bumi ini adalah ulah tangan manusianya sendiri. 

Kebijakan dibuat atas dasar keuntungan. Selagi menguntungkan kebijakan tetap berjalan meski membawa dampak pada kondisi lingkungan. 

Itulah sisi borok kapitalisme, sistem yang menstandarkan perbuatan pada asas manfaat. Memberikan kebebasan penuh untuk kepemilikan lahan, hutan, dan sebagainya. Bagi siapa saja yang memiliki modal demi keuntungan semata. 

Lahan dan hutan yang seharusnya di lestarikan menjadi daerah resapan, kini diubah oleh para pemilik modal menjadi perumahan dan perkebunan secara legal. Lagi-lagi demi keuntungan.

Kebijakan yang dibuat dari tangan manusia selalu menghasilkan kesengsaraan. Berbeda dengan hukum Islam  yang diperoleh adalah kebijakan dari Sang pencipta, Allah SWT (Islam).

Islam merupakan dien dan juga sistem yang mengatur semua aspek. Baik dari sisi spiritual (ibadah), juga dari sisi muamalah (pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, politik luar negeri, dan pemerintahan).

Maka, untuk pengelolaan tata ruang pembangunan, kepemilikan lahan sudah termasuk dalam urusan berkenegaraan (Pengolahan Sumber Daya Alam) yang harus diatur dengan baik dan benar. Dimana negara berperan penting dalam mengelola Sumber Daya Alam untuk kemashlahatan rakyatnya. 

Seperti halnya hutan merupakan Sumber Daya Alam yang memiliki daya serap tinggi dengan demikian tidak boleh dikonversi menjadi pemukiman yang bisa merusak fungsinya dan tidak bisa dijadikan kepemilikan pribadi.

Tata ruang terpetakkan dengan baik dan fungsi lahan drainase terjaga. Sehingga tidak menimbulkan dampak buruk bagi eksistensi yang lain.

Islam sebagai ideologi memberikan solusi secara menyeluruh. Karena dari aturan Sang Pencipta yang akan menurunkan rahmat di muka bumi ini. 

Oleh karenanya, Islam bisa menjadi sistem alternatif paling jitu untuk mengatasi permasalahan ini. Karena fitrahnya manusia dan alam semesta adalah kembali kepada hukum Sang Pencipta, Allah SWT. 

Wallahu'alam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak