Oleh : Alesha Maryam
Ragam bencana
menerpa sebagian wilayah negeri awal tahun 2021 ini. Pada hari rabu tanggal 13
Januari 2021, di Kalimantan Selatan terjadi bencana banjir. Sejumlah daerah di Kalimantan
selatan diterjang banjir dengan ketinggian air rata-rata mencapai 2-3 meter. Menurut
LAPAN, sebanyak 13 kabupaten/kota terdampak banjir. Akibatnya, ada 15 orang
yang meninggal dan sekitar 112.709 warga terpaksa mengungsi dari tempat tinggal
nya karena terendam oleh banjir.
BNPB mengaku
tidak ingin terburu-buru menyimpulkan penyabab banjir di Kalimantan Selatan
karena banyaknya lahan hutan yang ditebang untuk membuka area kebun kelapa
sawit dan area penambangan. Tetapi, data yang diungkap oleh Direktur Eksekutif
Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono
menjelaskan bahwa penyebab banjir berulang di Kalimantan Selatan bukan karena
tingginya curah hujan. Meski dasarnya, tinggi curah hujan ini juga sudah di
beritaukan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofiska (BMKG).
WALHI Kalimantan
Selatan juga memperkirakan bila awal 2021 area itu akan dilanda banjir besar. Sebab,
tata kelola lingkungan di Kalimantan Selatan itu semakin memburuk. Kisworo
menyebutkan bahwa 13 kabupaten atau hampir 50% area di Kalimantan Selatan sudah
dibebani dengan izin tambang dan perkebunan kelapa sawit. Data yang dimiliki
WALHI Kalimantan Selatan mengungkap ada 814 lubang milik 157 perusahaan tambang
batu bara. Sebagian lubang, sedangkan sisanya ditinggalkan begitu saja tanpa
dilakukan reklamasi. Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat terdapat 4.290
Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau sekitar 49,2% dari seluruh Indonesia. Akibatnya
ekosistem alami di daerah hulu yang berfungsi sebagai area tangkapan air atau
catchmen area rusak. Area hilir tidak sanggup lagi membendung air hujan yang
berujung terjadinya banjir. Disamping itu, kondisi ini turut diperperah denga
pembukaannya lahan terutama untuk perkebunan sawit yang terjadi secara terus
menerus. Dari tahun ke tahun, luas perkebunan sawit mengalami peningkatan dan
pelan-pelan merubah kondisi lingkungan sekitar. Direktorat Jenderal Perkebunan
(2020) mencatat, luas lahan perkebunan sawit di Kalimantan Selatan mencapai
64.632 hektar. Untuk jumlah perusahan sawit, pada Pekan Rawa Nasional I bertemu
Rawa Lumbung Pangan menghadapai perubahan iklim 2011, tercatat 19 perusahaan
akan menggarap perkebunan sawit di lahan rawa Kalimantan Selatan dengan luas
lahan mencapai 201.813 hektar.
Kalimantan
Selatan dengan luas 3,7 juta hektar ada 13 kabupaten, 50% Kalimantan Selatan
sudah dibebani izin tambang 33% dan perkebunan kelapa sawit 17% belum HTI dan
HPH. Mogabay sendiri melaporakan 8 perusahaan sawit di kabupaten Tapin
mengembangkan lahan seluas 83.126 hektar, 4 perusahan di kabupaten Barito Kuala
mengembangkan sawit di lahan rawa seluas 37.733 hektar, 3 perusahan sawit di
kabupaten Hulu Sungai Selatan dengan luas 44.271 hektar, 2 perusahan di
kabupaten Banjar dengan lahan sawit seluas 20.684 hektar, kemudian di kabupaten
hulu Sungai Utara ada 1 perusahaan dengan luas 10.000 hektaredan di kabupaten
Tanah Laut mencapai 5.999 hektar.
Berbagai bencana
atau musibah tentu merupakan ketetapan atau qada Allah SWT (QS. At-Taubah :
51). Tak mungkin ditolak atau dicegah. Sebagai ketetapan (qada)-Nya, musibah
itu harus diterima dengan lapang dada, rida, tawakal, dan istirja’
(mengembalikan semuanya kepada Allah SWT) serta sabar (QS. Al-Baqarah :
155-157). Orang berakal akan menjadikan sikap sabar sebagai pilihan dalam
menyikapi bencana/musibah. ia meyakini bahwa sebagai manusia ia tidak mampu
menolak qada Allah SWT, karena itu ia wajib menerima qada dan takdir Allah SWT.
Kesabaran
menghadapi musibah harus disertai perenungan untuk menarik pelajaran guna
membangun sikap, tindakan dan aksi ke depan demi membangun kehidupan yang lebih
baik. Termasuk untuk mengurangi potensi terjadinya bencana dan meminimalkan
atau meringankan dampaknya. Dalam semua bencana, ada dua hal yang mesti
direnungkan. Pertama, penyebabnya. Kedua, penanganan dan pengelolaan dampak
bencana, termasuk rehabilitasi.terkait penyebab bencana, Allah SWT menyatakan
bahwa musibah, termasuk bencana alam, memang terjadi sesuai dengan kehendak dan
ketentuan-Nya sebagai qada-Nya (QS. At-Taubah : 51). Namun demikian, allah SWT
juga memperingatkan, banyak musibah yang terjadi yang melibatkan peran manusia
Allah SWT berfirman,
“Musibah apa saja yang menimpa kalian itu adalah akibat perbuatan
kalian sendiri. Allah memaafkan sebagian besar (dosa-dosa kalian)”. (QS. Asy-Syura : 30)
Hal itu terlihat
dengan jelas dalam kasus musibah banjir. Banjir terjadi ketika neraca air
permukaan positif. Neraca air ditentukan empat faktor yaitu curah hujan, air
melimpah dari wilayah sekitar, air yang diserap tanah dan ditampung oleh
penampungan air, dan air yang dapat dibuang atau dilimpahkan keluar. Dari semua
itu, hanya curah hujan yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Tiga faktor
yang lainnya sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia, termasuk
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa, karena itu dalam bencana
banjir, tidaklah bijak jika malah menjadikan curah hujan sebagai kambing hitam.
Curah hujan hanya satu dari empat daktor. Tiga faktor lainnya sangta
dipengaruhi oleh daya dukung lingkungan. Degradasi lingkungan, di hulu dan hilir,
juga di Daerah Aliran Sungai (DAS) berpengaruh besar atas terjadinya bencana
banjir dan memperbesar skala dampaknya. Persoalan tutpan lahan gingga semakin
berkurangnya efektivitas DAS juga menjadi faktor lain yang memperburuk musibah
banjir. Akibatya ketika memasuki musim hujan, banjir tidak bisa dihindari. Menurut
analisis Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam kurun waktu
10 tahun terakhir, tutpan lahan berubah hutan telah hilang di wilayah Kalimantan
Selatan. Akibatnya ketika hujan deras mengguyur wilayah Kalimantan Selatan
selama 10 hari berturut-turut, DAS Barito tidak mampu lagi menampung air hujan
sehingga meluap dna menyebabkan terjadinya banjir bandang. Secara keseluruhan
jumlah lahan yang menyusut diwilayah tersebut mencapai 322 ribu hektar. Di sisi
lain, perluasan area perkebunan terjadi cukup signifikan yaitu seluas 219 ribu hektar.
Menurut Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Kalimantan Selatan,
Kisworo Dwi Cahyo, masifnya pembukaan lahan yang terjadi secara terus menerus
turut andil dari bencana ekologi yang trjadi di Kalimantan Selatan ini. Menurut
dia, Kalimantan Selatan berada dalam kondisi darurat ruangn dan darurat bencana
ekologis. Sebabnya dari total wilayah seluas 3,7 juta hektar di Kalimantan
Selatan sebanyak 50% nya sudah dialih fungsikan menjadi pertambangan dan
perkebunan kelapa sawit. Kisworo menjelaskan, tata kelola lingkungan dan sumber
daya alam (SDA) di Kalimantan Selatan sudah cukup rusak dengan adanya daya
tampung dan daya dukung lingkungan yang tidak memadai.
Semuai itu patut
diduga terjadi karena adanya kolusi antara penguasa dan kekuatan oligarkhi. Dengan
pembuatan UU baru sepertu UU Minerba dan Omnibus Law Cipta Kerja, semua itu
akan terus berlangsung, bahkan bisa makin parah. Semua itu berpangkal pada
pengadopsian sistem kapitalisme yang berlandaskan sekularisme (pemisah agama
dari kehidupan). Berbagai praktik yang menyebabkan degradasi ekologi itu
sendiri merupakan kemaksiatan. Pangkal kemaksiatan tersebut adalah penerapan
sistem kapitalisme yang berpangkal pada sekularisma. Semua kemaksiatan itu
mengakibatkan fasad (kerusakan) di muka bumi. Di antaranya berupa bencana alam
dan dampaknya. Semua ini baru sebagian akibat yang Allah SWT timpakan karena
berbagai kemaksiatan yang terjadi di tengah manusia. Tujuannya agar manusia
segera sadar dan kembali pada syariah-Nya. Allah SWT berfirman,
“Telah nyata
kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan manusia, supaya Allah
menimpakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali
(ke jalan Allah SWT)”. (QS. Ar-Rum : 41)
Karena itu,
kunci untuk mengakhiri segala musibah tidak lain dengan mencampakkan akar
penyebabnya, yakni ideologi dan sistem sekularisme-kapitalisme. Berikutnya,
terapkan ideology dan sistem yang telah Allah SWT turunkan. Itulah ideology dan
sistem islam. Dengan kata lain, terapkan syariah Islam secara kaffah dalam
semua aspek kehidupan. Termasuk dalam pengelolaan lahan/tanah, sumber daya
adalam dan lingkup hidup.