Aroma Kapitalisasi Kurikulum Vokasi



Oleh: Dian Sefianingrum 

Sistem pendidikan di Indonesia semakin menjadikan generasi didiknya sebagai “budak” bagi industri. Hal ini tampak jelas dari perombakan kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Vokasi) Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). 

Tujuan perombakan ini untuk meningkatkan keterserapan lulusan. Perubahan kurikulum didasari dengan “link and match” atau “nikah masal” vokasi dengan industri.

Untuk mewujudkan hal tersebut terdapat lima aspek perubahan kurikulum SMK, yakni mata pelajaran yang bersifat akademik dan teori akan dikontekstualisasikan menjadi vokasional, magang atau praktik kerja industri (prakerin) minimal satu semester atau lebih, terdapat mata pelajaran project base learning dan ide kreatif kewirausahaan selama tiga semester, menyediakan mata pelajaran pilihan selama tiga semester, dan terdapat co-curricular wajib di tiap semester. (detiknews.com, 9/1/2021)

Nyatanya, perubahan ini sejalan dengan arahan Mendikbud yang mengatakan bahwa kurikulum dan pengajaran pendidikan vokasional harus berfokus pada industri. Ia juga menambahkan bahwa peran industri juga harus ditingkatkan untuk menjadi pemilik konten daripada sekolah-sekolah vokasi.

Kurikulum Vokasi dalam Sistem Khilafah

Paradigma pendidikan dalam sistem ini telah menggeser hakikat pendidikan itu sendiri. Apalagi pasca implementasi ekonomi berbasis pengetahuan (Knowledge Based Economy/KBE), menjadikan pendidikan berubah fungsi.

Pendidikan bukan lagi menjadi pencetak SDM yang berkualitas dari aspek karakter dan kemanfaatannya bagi umat manusia melainkan mencetak SDM mesin industri. Faktor peminatan pelajar pada keahlian teknis mengindikasikan bahwa program pendidikan vokasi telah berhasil mempengaruhi prevelensi mereka dalam menuntut ilmu.

Ilmu tidak lagi bertujuan untuk mencerdaskan anak bangsa. Menuntut ilmu hanya terdorong lantaran lulus langsung kerja. Ditambah, model “Triple Helix” yakni Academic-Business-Government, juga mengubah wajah pendidikan. 

Dalam konsep ‘Academic-Business-Government’, industri berperan sebagai rumah produksi, pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dan universitas sebagai katalisator. Sinergitas ketiga sektor ini semakin mengukuhkan transformasi pendidikan berbasis kapitalisasi pengetahuan, yaitu melahirkan SDM dalam inovasi, daya saing, dan skill siap kerja.

Diharapkan setiap lulusan memiliki bekal dalam menghadapi dunia kerja. Begitulah prinsip pencari ilmu dalam pengaruh kapitalisme. Keterampilan dan kompetensi kerja menjadi poin utama seberapa besar serapan tenaga kerja di dunia industri. Dengan mengadopsi kebijakan KBE, pendidikan diarahkan hanya untuk memenuhi pasar kerja.

Pendidikan vokasi seharusnya dirancang untuk menghasilkan tenaga ahli dan terampil diberbagai bidang kehidupan sesuai dengan jenjanganya, baik sekolah menengah maupun perguruan tinggi. Keterampilan yang dimiliki seharusnya bisa dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat, bukan menjadi pekerja industri yang hanya menguntungkan para pengusaha.

Kondisi ini juga menunjukkan lemahnya peran negara. Selama ini negara tidak memerankan perannya secara dominan bahkan lebih bergantung kepada perusahaan swasta. Akibatnya, perusahaanlah yang lebih berperan dalam membina atau bekerja sama dengan SMK. 

Oleh karena itu, sejatinya umat membutuhkan sistem pendidikan vokasi dalam sistem pendidikan yang shohih. Sistem yang memiliki visi tidak akan menjadikan para anak didiknya sebagai budak industri melainkan akan membekali siswanya dengan berbagai keterampilan dan keahlian diberbagai bidang kehidupan masyarakat. 

Tidak hanya itu, mereka juga mampu berdikari menciptakan peluang usaha dan tidak bergantung kepada korporat. Satu-satunya sistem pendidikan yang demikian hanyalah sistem pendidikan dalam Islam. 

Adapun tujuan pendidikan dalam Khilafah, yaitu: pertama, membangun kepribadian yang Islami, yaitu pola pikir dan sikapnya berdasarkan Islam sehingga output peserta didik yang dihasilkan bukan menjadi manusia yang kering dari ilmu agama; 

Kedua, mendidikan anak didik dengan keterampilan dan pengetahuan agar dapat berinteraksi dengan lingkungan yang berupa peralatan, inovasi, dan berbagai bidang terapan lainnya. Seperti menggunakan peralatan listrik dan elektronika, peralatan pertanian, industri, dan semua hal yang dibutuhkan agar berdayaguna di tengah masyarakat; 

Ketiga mempersiapkan anak didik untuk dapat masuk ke jenjang perguruan tinggi dengan mempelajari ilmu-ilmu dasar yang diperlukan, baik yang termasuk tsaqofah seperti bahasa Arab, fiqih, tafsir, hadits, maupun ilmu sains seperti matematika, kimia, fisika, dan lain-lain.

Dari visi sistem pendidikan yang demikian maka pendidikan vokasi dalam sistem pendidikan Islam akan dirancang untuk mempersiapkan sekumpulan teknisi spesialis dalam teknologi modern seperti, memperbaiki peralatan elektronik, peralatan komunikasi dan komputer, dan profesi lainnya yang membutuhkan ilmu pengetahuan yang lebih mendalam daripada ilmu yang dibutuhkan untuk keterampilan yang sederhana.

Selain itu, keilmuan yang akan diajarkan dalam pendidikan vokasi adalah hal-hal yang terkait dengan kemaslahatan umat. Keilmuan dan keterampilan pendidikan vokasi akan memperhatikan kawasan tempat tinggal anak didik apakah di daerah industri, pertanian, perdagangan, pegunungan, dataran rendah, pesisir, daerah panas, atau daerah dingin.

Tujuannya adalah agar mereka akan dididik menjadi lulusan yang berkompeten dalam ilmu dan praktek untuk menciptakan berbagai sarana dan teknik yang terus berkembang dibidang pertanian, pengairan, keamanan, dan kemaslahatan hidup lainnya yang ada disekitar mereka.

Oleh karena itu  sistem pendidikan Islam tidak didasari pada kebijakan materialistik seperti peradaban kapitalis saat ini. Orientasi pendidikan dalam Islam berasaskan akidah Islam maka tujuan pendidikan dalam Islam tidak akan lepas dari asas ini. Output pendidikan dalam Islam bukan hanya unggul secara keterampilan tetapi juga merupakan kepribadian Islam yang unggul.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak