Oleh : Rizkika Fitriani
Bank Dunia atau World Bank melihat bahwa stimulus program perlindungan sosial dari pemerintah merupakan kunci untuk menyelamatkan perekonomian masyarakat dari krisis Covid-19. Laporannya, Bank Dunia menyebut kalau besaran dana yang dikucurkan oleh pemerintah tersebut akan menentukan apakah masyarakat akan jatuh ke dalam jurang kemiskinan.
“Simulasi kami, kalau pemerintah tidak memberikan perlindungan sosial, maka sebanyak 8,5 juta masyarakat Indonesia bisa jatuh miskin akibat krisis ini,” ujar mereka.
Bank Dunia melihat, sebenarnya jumlah yang telah dianggarkan oleh pemerintah untuk program ini sudah bisa membantu untuk memitigasi dampak ini. Namun, dengan catatan harus diimplementasikan segera dan tepat sasaran. Sayangnya, dalam eksekusinya, perlindungan sosial yang diberikan oleh pemerintah masih lambat dan bahkan tidak menyentuh kelompok yang seharusnya mendapatkan, terutama mereka yang terdampak dari sektor informal. [Kontan.co.id]
Pernyataan kondisi masyarakat saat ini benar-benar menyayat hati, istilah yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin telah masyarakat alami pada saat ini. Inilah dampak dari kegagalan pemerintah dalam mengatur perekonomian masyarakat akibat sistem kapitalis yang tidak becus untuk mengatur kehidupan negeri.
Perbaikan prosedur agar tepat sasaran bukanlah solusi mendasar, alih-alih mau menyelesaikan masalah, justru akan menimbulkan masalah baru. Selain kebijakannya yang tambal sulam, implementasinya pun penuh polemik. Terbatasnya dana sosial mengakibatkan pendataan rakyat miskin menyesuaikan anggaran. Wajar saja banyak masyarakat yang protes, lantaran banyak yang terlibat baku hantam karena ketidakadilan. Belum lagi korupsi yang membudaya, dari level RT hingga level menteri seolah berlomba. Tak peduli jeritan rakyat, mereka tega mengambil jatah rakyat miskin. Maka dari itu, akar masalahnya bukan terletak pada pendataan atau hal teknis lainnya. Tapi pada persoalan sistemis, yaitu bahwa negara ini menganut sistem ekonomi neoliberal.
Negeri ini yang kaya akan sumber daya alam namun tidak ada apa-apa nya bagi masyarakat, masyarakat pun masih terjepit dan terhimpit agar bisa menikmati SDA negerinya sendiri, karena saat ini SDA banyak di kendalikan oleh asing akibat para pemerintah yang abai dalam mengurusi SDA negeri.
Berbeda hal nya dengan sistem Islam dalam mengatur kehidupan. Sistem pemerintahan Khilafah menerapkan aturan Islam secara kaffah. Adapun cara Islam mengatasi permasalahan kemiskinan antara lain:
Pertama, pengaturan dan pengelolaan kepemilikan. Syariat Islam telah mengatur masalah kepemilikan ini dalam tiga aspek: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Adanya kepemilikan individu ini menjadikan rakyat termotivasi untuk berusaha mencari harta guna mencukupi kebutuhannya. Aset yang tergolong kepemilikan umum tidak boleh dimiliki sama sekali oleh individu atau dimonopoli swasta. Karena ini adalah harta umat, maka pengelolaannya diserahkan pada negara agar hasilnya bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh umat. Adanya kepemilikan negara dalam Islam akan menjadikan negara memiliki sumber-sumber pemasukan dan aset-aset yang cukup untuk mengurusi umat. Termasuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan masyarakat miskin.
Kedua, distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat. Buruknya distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat menyebabkan ketimpangan dan kemiskinan yang semakin tinggi. Maka, Islam telah mewajibkan negara untuk mendistribusikan harta kepada individu rakyat yang membutuhkan.
Ketiga, jaminan kebutuhan pokok oleh negara. Barang-barang berupa pangan, sandang, dan papan adalah kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi. Tidak ada seorang pun yang dapat melepaskan diri dari kebutuhan tersebut. Keamanan, pendidikan, kesehatan pun merupakan kebutuhan jasa asasi dan harus dipenuhi. Negaralah yang melaksanakan dan menerapkan berdasarkan syariat Islam.
Keempat, sanksi keras terhadap koruptor. Abdurahman al-Maliki dalam buku Sistem Sanksi dalam Islam menuliskan, bagi seseorang yang menggelapkan uang atau sejenisnya (korupsi) akan dikenakan ta’zir 6 bulan sampai lima tahun penjara. Namun, jika jumlahnya sampai taraf membahayakan ekonomi dan kerugian negara, koruptor bisa dihukum mati.
Sangat rinci pengaturan dari sistem Islam, dengan begitu akan anti dengan kritik massal akibat pengaturan yang begitu adil dan sempurna akibat dari penerapan aturan dari sang maha kuasa yaitu Allah subhanahu wa ta'ala. Tidak ada alasan untuk kita menolak penerapan sistem Islam. Kalau menolak itu artinya tidak mempercayakan aturan dari sang pencipta. Sudah saatnya kita bangkit dan berubah menjadi lebih baik. Berubah dengan mengubah sistem menjadi sistem Islam. Agar keberkahan, kesejahteraan, dan keadilan bisa kita rasakan. Sangat sia-sia menaruh sejuta harapan perubahan pada sistem yang sudah jelas menjerumuskan. Karena solusi kita saat ini adalah perubahan mendasar yang terletak pada sistem Islam.
Wallahu a'lam