Oleh Aning (Pendidik Generasi)
Musim hujan yang terus mengguyur membuat sebagian wilayah di Indonesia khususnya Jawa Barat, mengalami bencana banjir dan longsor.
Kawasan Rancaekek di timur Bandung dan Jatinangor, Sumedang menjadi kawasan yang sering terdampak banjir terutama ketika musim penghujan tiba.
Ketika wilayah tersebut diguyur hujan berbagai persoalan timbul sehingga banjirkerap menggenangi wilayah tersebut.
Hal pertama yang Prof. Chay Asdak ungkapkan adalah adanya alih fungsi lahan yang berada di kawasan Gunung Geulis, sebelah timur Jatinangor.
“Sisi timur Gunung Geulis itu kan sudah terjadi alih fungsi lahan secara masif, tanaman menyerupai hutan sekarang sudah berubah menjadi permukiman,” ungkap Prof. Chay
Selain adanya alih fungsi lahan yang terjadi di Dunung Geulis, lereng di sisi timurnya juga banyak penggerukan pasir.
Akibat dari penggerukan pasir di lereng Gunung Geulis, dapat mengakibatkan meningkatnya run off aliran air ke permukaan yang lebih rendah.
Dengan begitu, kawasan di Jatinangor dan Rancaekek yang berada di kawasan bawah menjadi korban dimana gelontoran air dari gunung tersebut karena telah mengalami kerusakan.
Berbicara musnahnya pepohonan, ini terkait erat dengan sistem atau ideologi yang sedang menjerat negeri ini. Adalah ideologi Kapitalis dengan ide sekulernya, telah memberi kebebasan terjadinya pembabatan hutan secara liar. Ideologi ini, memberikan kebebasan penuh bagi para pemilik modal atau kapital untuk melakukan apapun, demi memenuhi syahwat mereka dalam menguasai Sumber Daya Alam (SDA), dan hegemoni mereka dalam sumber-sumber ekonomi krusial yang seharusnya menjadi milik rakyat. Sekulerisasi atau dibuangnya peran agama dalam pengaturan kehidupan, telah mendominasi, menyebabkan para kapital itu menjalankan kebijakaannya dengan tangan besi, tanpa mempedulikan rambu-rambu keamanan lagi. Bagi mereka, effort hanya untuk meraih sebanyak-banyak untung dengan membiarkan rakyat bernasib buntung. Dimana peran penguasa ? Setali tiga uang dengan para kapital, penguasa di sistem Demokrasi Kapitalis, berperan sebagai kanal yang yang makin memuluskan akal bulus kapital. Ya, penguasa di sistem ini berkolaborasi mutualisme dengan kapital untuk menyengsarakan rakyat.
Senada dengan Firman Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 41: ” Telah nampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia”.. ( TQS. Ar-Rum: 41).
Pada kasus banjir yang disebabkan karena keterbatasan daya tampung tanah terhadap curahan air, baik akibat hujan, gletser, rob, dan lain sebagainya, maka Khilafah akan menempuh upaya-upaya sebagai berikut:
Membangun bendungan-bendungan yang mampu menampung curahan air dari aliran sungai, curah hujan, dan lain sebagainya. Di masa keemasan Islam, bendungan-bendungan dengan berbagai macam tipe telah dibangun untuk mencegah banjir maupun untuk keperluan irigasi.
Khilafah akan memetakan daerah-daerah rendah yang rawan terkena genangan air (akibat rob, kapasitas serapan tanah yang minim dan lain-lain), dan selanjutnya membuat kebijakan melarang masyarakat membangun pemukiman di wilayah-wilayah tersebut.
Atau jika ada pendanaan yang cukup, Khilafah akan membangun kanal-kanal baru atau resapan agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialihkan alirannya, atau bisa diserap oleh tanah secara maksimal. Dengan cara ini, maka daerah-daerah dataran rendah bisa terhindar dari banjir atau genangan.
Secara berkala, Khilafah mengeruk lumpur-lumpur di sungai, atau daerah aliran air agar tidak terjadi pendangkalan. Tidak hanya itu saja, Khilafah juga akan melakukan penjagaan yang sangat ketat bagi kebersihan sungai, danau, dan kanal, dengan cara memberikan sanksi bagi siapa saja yang mengotori atau mencemari sungai, kanal, atau danau.
Khilafah juga membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu. Sumur-sumur ini, selain untuk resapan, juga digunakan untuk tandon air yang sewaktu-waktu bisa digunakan, terutama jika musim kemarau atau paceklik air.
Khilafah membuat kebijakan tentang master plan, di mana dalam kebijakan tersebut ditetapkan sebuah kebijakan sebagai berikut; (1) pembukaan pemukiman, atau kawasan baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah serapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik tanah dan topografinya. Dengan kebijakan ini, Khilafah mampu mencegah kemungkinan terjadinya banjir atau genangan.
Khilafah akan mengeluarkan syarat-syarat tentang izin pembangunan bangunan. Jika seseorang hendak membangun sebuah bangunan, baik rumah, toko, dan lain sebagainya, maka ia harus memperhatikan syarat-syarat tersebut.
Hanya saja, jika pendirian bangunan di lahan pribadi atau lahan umum, bisa mengantarkan bahaya (madlarah), maka Khalifah diberi hak untuk tidak menerbitkan izin pendirian bangunan. Ketetapan ini merupakan implementasi kaedah ushul fikih al-dlararu yuzaalu (bahaya itu harus dihilangkan).
Khilafah juga akan memberi sanksi bagi siapa saja yang melanggar kebijakan tersebut tanpa pernah pandang bulu.
Khilafah akan membentuk badan khusus yang menangani bencana-bencana alam yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan berat, evakuasi, pengobatan, dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menanggulangi bencana.
Khilafah akan segera bertindak cepat dengan melibatkan seluruh warga yang dekat dengan daerah bencana. Khilafah menyediakan tenda, makanan, pakaian, dan pengobatan yang layak agar korban bencana alam tidak menderita kesakitan akibat penyakit, kekurangan makanan, atau tempat istirahat yang tidak memadai.
Selain itu, Khalifah akan mengerahkan para alim ulama untuk memberikan taushiyyah-taushiyyah bagi korban agar mereka mengambil pelajaran dari musibah yang menimpa mereka, sekaligus menguatkan keimanan mereka agar tetap tabah, sabar, dan tawakal sepenuhnya kepada Allah Swt..
Inilah kebijakan Khilafah Islamiyyah mengatasi banjir. Kebijakan tersebut tidak saja didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan rasional, tetapi juga disangga oleh nas-nas syariat. Dengan kebijakan ini, insya Allah, masalah banjir bisa ditangani dengan tuntas. Wallahu A’lam bish shawab.
Tags
Opini