Oleh : Amey Bunda Hafidz
Pandemi belum juga berakhir, bahkan semakin hari kondisi negeri ini semakin mengkhawatirkan. Pelabelan warna zona bisa berubah dengan cepat dari hijau ke merah atau dari oranye ke merah. Atau bahkan ke warna hitam. Banyak doa dipanjatkan dari seluruh kalangan masyarakat, berharap agar pandemic ini berakhir dengan berakhirnya tahun 2020. Namun justru fakta mengejutkan terjadi.
Data Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia atau IDI menunjukkan jumlah tenaga kesehatan yag meninggal karena Covid-19 paling banyak terjadi di Desember 2020. Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia atau PB IDI, Adib Khumaidi mengatakan jumlah tenaga kesehatan yang meninggal karena Covid-19 naik sampai lima kali lipat dibanding saat awal pandemi Covid-19. "Kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tercatat paling tinggi di Asia dan 5 besar di seluruh dunia," kata Adib Khumaidi. Pada Desember 2020, tercatat 52 dokter meninggal akibat Covid-19. https://gaya.tempo.co/read/1419775/tenaga-kesehatan-yang-meninggal-karena-covid-19-paling-banyak-di-desember-2020/full&view=ok 3 Januari 2021
Jumlah tenaga kesehatan yang meninggal karena pandemi Covid-19 di Indonesia terus bertambah. Menurut catatan LaporCOVID-19 hingga 28 Desember 2020, total ada 507 nakes dari 29 provinsi di Indonesia yang telah gugur karena Covid-19. Sebanyak 96 di antaranya meninggal dunia pada Desember 2020, dan merupakan angka kematian nakes tertinggi dalam sebulan selama pandemi berlangsung di Tanah Air. https://www.kompas.com/tren/read/2020/12/29/130000965/sudah-507-nakes-meninggal-karena-covid-19-terbanyak-di-bulan-desember?page=all. 29 Desember 2020
Inisiator Pandemic Talks, Firdza Radiany, mengatakan jumlah tenaga kesehatan di Indonesia yang meninggal karena Covid-19 lebih besar dari jumlah kematian warga di 6 negara Asia Tenggara. "Jumlah perawat atau nakes yang meninggal di Indonesia ini jumlahnya jauh lebih besar dari kematian Covid-19 warga Singapura, Thailand, Vietnam, Kamboja, Brunei, Laos," kata Firdza dalam webinar, Kamis, 3 Desember 2020. https://nasional.tempo.co/read/1411207/kematian-nakes-akibat-covid-19-di-indonesia-disebut-lebih-banyak-dari-6-negara/full&view=ok 3 desember 2020.
Semua orang tahu bahwa semua profesi memiliki resiko nya masing-masing. Namun apakah resiko itu tidak bisa diminimalisir? Mengingat pandemic ini sudah berjalan selama satu tahun. Tentu sudah banyak dilakukan pengkajian ilmiah terkait perkembangn virus ini. namun yang terjadi justru seperti komedi yang sengaja ditampilkan. Bagaimana tidak, berbagai kebijakan yang telah dibuat justru merupakan kebijakan yang saling tumpang tindih. Dengan adanya Virus ini mengharuskan semua masyarakat untuk melakukan yang Namanya social distancing. Namun justru keanehan terjadi dengan tetap digelarnya pilkada di berbagai daerah dengan tanpa melaksanakan protocol Kesehatan. Dengan dalih kerumunan yang terjadi dalam pilkada adalah kerumunan yang dilindungi oleh undang-undang.
Kini yang menjadi pertanyaan besar adalah seriuskah penanganan covid-19 ini? atau semua yang dilakukan hanya untuk kepentingan-kepentingan tertentu? Hingga harus mengorbankan para pahlawan yang berada di garda terdepan. Lantas bagaimana seharusnya penanganan yang tepat menurut islam?
Di dalam islam Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dijamin oleh negara. Maka Pelayanan Kesehatan dalam Sejarah Khilafah Islam bisa di bagi dalam tiga aspek. Pertama, tentang pembudayaan hidup sehat. Kedua, tentang pemajuan ilmu dan teknologi kesehatan. Ketiga, tentang penyediaan infrastruktur dan fasilitas kesehatan.
Tentang pembudayaan hidup sehat memang harusnya tertanam dalam benak setiap individu. Karena mau sehebat apapun negara dengan berbagai macam kecanggihan teknologi dan infrastrukturnya, tidak akan efektif menyehatkan masyarakat jika dalam diri masyarakat itu sendiri tidak ada kesadaran untuk hidup sehat. Oleh karena itu Rasulullah saw. banyak memberikan contoh kebiasaan sehari-hari untuk mencegah penyakit. Misalnya: menekankan kebersihan; makan setelah lapar dan berhenti sebelum kenyang; lebih banyak makan buah (saat itu buah paling tersedia di Madinah adalah rutab atau kurma segar); mengisi perut dengan sepertiga makanan, sepertiga air dan sepertiga udara; kebiasaan puasa Senin-Kamis; mengkonsumsi madu, susu kambing atau habatussaudah, dan sebagainya.
Jika dikaitkan dengan kondisi saat ini, maka membiasakan diri untuk senangtiasa memakai masker tatkala keluar rumah, sering mencuci tangan menggunakan sabun, tidak berkerumun juga merupakan salah satu bentuk kesadaran yang harus dimiliki masyarakat. Karena Kesadaran masyarakat akan pentingnya melaksanakan protokol kesehatan sangat berpengaruh besar. Bahkan sampai detik ini ternyata masih banyak masyarakat yang menyepelekan tentang protokol kesehatan. Maka bermunculanlah kluster-kluster baru yang seolah tak kunjung selesai.
Yang selanjutnya tentang pemajuan ilmu dan teknologi kesehatan. Dimana sudah dicontohkan oleh para Generasi muslim terdahulu. Muslim ilmuwan pertama yang terkenal berjasa luar biasa adalah Jabir al-Hayan atau Geber (721-815 M). Beliau menemukan teknologi destilasi, pemurnian alkohol untuk disinfektan, serta mendirikan apotik yang pertama di dunia yakni di Baghdad.
Banu Musa (800-873 M) menemukan masker gas untuk dipakai para pekerja pertambangan dan industri sehingga tingkat kesehatan para pekerja dapat diperbaiki. Ini hanya sedikit contoh yang bisa diambil dari generasi muslim terdahulu. Dan Semua prestasi ini terjadi tidak lain karena adanya negara—yakni Khilafah—yang mendukung aktivitas riset kedokteran untuk kesehatan umat. Umat yang sehat adalah umat yang kuat, produktif dan memperkuat negara. Kesehatan dilakukan secara preventif (pencegahan), bukan cuma kuratif (pengobatan). Anggaran negara yang diberikan untuk riset kedokteran adalah investasi, bukan anggaran sia-sia.
Maka jika melihat kondisi saat ini, negara tentu akan mengerahkan segala daya dan upaya untuk menemukan sebuah solusi untuk penanganan covid-19. Meskipun harus menggelontorkan uang yang tidak sedikit. Karena memang negara punya kewajiban menjaga setiap nyawa dari rakyatnya. Siapapun itu, dan apapun kedudukannya. Semua punya hak yang sama untuk diprioritaskan keselamatan jiwa dan raganya.
Penyediaan Infrastruktur & Fasilitas Kesehatan. Pada kurun abad 9-10 M, Qusta ibn Luqa, ar-Razi, Ibn al-Jazzar dan al-Masihi membangun sistem pengelolaan sampah perkotaan, yang sebelumnya hanya diserahkan pada kesadaran masing-masing orang, yang di perkotaan padat penduduk akan berakibat kota yang kumuh. Kebersihan kota menjadi salah satu modal sehat selain kesadaran sehat karena pendidikan.
Ini adalah sisi hulu untuk mencegah penyakit sehingga beban sisi hilir dalam pengobatan jauh lebih ringan. Meski demikian, negara membangun rumah sakit di hampir semua kota di Daulah Khilafah. Ini adalah rumah-rumah sakit dalam pengertian modern. Rumah sakit ini dibuat untuk mempercepat penyembuhan pasien di bawah pengawasan staf yang terlatih serta untuk mencegah penularan kepada masyarakat.
Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa kaum Muslim terdahulu memahami bahwa sehat tidak hanya urusan dokter, tetapi pertama-tama urusan masing-masing untuk menjaga kesehatan. Namun, ada sinergi yang luar biasa antara negara yang memfasilitasi manajemen kesehatan yang terpadu dan sekelompok ilmuwan Muslim yang memikul tanggung jawab mengembangkan teknologi kedokteran. Karena memang sejatinya kesehatan adalah hak bagi setiap warga negara daulah Islam yang wajib dipenuhi oleh negara. Oleh karena itu negara harus mengupayakan penyediaan layanan kesehatan dengan semaksimal mungkin dan kualitas yang terbaik diperuntukkan bagi seluruh rakyat daulah. Sehingga diharapkan bisa meminimalisir resiko tumbangnya para pahlawan kesehatan.
WalLâhu a’lam bi ash-shawab