Oleh : Durrotul Hikmah
(Aktivis Dakwah Remaja)
Ledakan utang di Indonesia kini tidak bisa dibendung lagi. Entah sudah berapa banyak utang Indonesia kepada negara asing. Sungguh menyesakkan memang, utang yang begitu besar sampai tidak bisa dibendung lagi. Mirisnya, dalam dua minggu, pemerintah Indonesia menambah utang baru. Bahkan jumlahnya cukup besar.
Rincian utang luar negeri itu berasal dari Australia sebesar Rp15,45 triliun dan utang bilateral dari Jerman sebesar Rp9,1 triliun. Jadi totalnya utang baru Indonesia bertambah sebesar lebih dari Rp24,5 triliun. (kompas.tv, 21/11/2020).
Memang tidak bisa dipungkiri lagi bahwa utang yang dimiliki Indonesia tak bisa dihitung lagi berapa jumlahnya, yang jelas itu pasti sudah sangat banyak, mungkin lebih besar dari perkiraan. Tetapi anehnya, mereka bangga akan hal itu seakan-akan itu merupakan sebuah prestasi.
Didalam pembahasan DSSI tersebut kemudian didukung oleh lembaga multilateral seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia, menyepakati untuk memberikan relaksasi cicilan utang. "Ini adalah fasilitas relaksasi bagi pembayaran utang negara-negara miskin [...] yang tadinya pada sampai akhir tahun ini, kemudian diperpanjang hingga pertengahan tahun 2021," jelas Sri Mulyani di Istana Bogor yang ditayangkan secara virtual, (CNBC Indonesia, Ahad, 22/11/2020).
Hal ini tentu menjadi prestasi yang sangat menyedihkan. Utang yang sebegitu besarnya diambil dengan alasan bahwa ini itu sebagai ajang menanggulangi pandemi Covid-19. Memang alasan yang begitu bagus untuk menutupi narasi yang mereka gemakan yaitu demi rakyat dan negara. Yakin rakyat menginginkan hal itu? Yakin negara akan aman dan tidak mendapat masalah jika kembali berutang lagi?
Utang bagi sistem kapitalis bukan masalah yang besar, bahkan malah menjadi solusi bagi rezim, anehnya lagi, mereka malahan bangga dan menganggap bahwa ini sebuah prestasi yang patut untuk diacungi jempol, karena dianggap utang Indonesia relatif cukup baik dibanding dengan negara-negara di dunia.
Memang bukan main, Indonesia berada pada posisi ketujuh setelah Cina, Brasil, India, Rusia, Meksiko, dan Turki dengan total Utang Luar Negeri mencapai 402,08 miliar dolar Amerika Serikat atau setara Rp5.910 triliun pada tahun 2019. Wow luar biasa, sangat patut untuk dikasihani?Padahal berutang justru akan membuat hidup semakin sulit karena terbebani oleh pembayaran yang kian memuncak, belum lagi di tambah dengan jeratan bunga riba. Hal ini membuat rakyat semakin hancur, dan dirundung kegelisahan. Kenyataan yang pahit menimpa mereka dan membuat semuanya menjadi kacau. Memang itulah watak kapitalis.
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang beraneka ragam, potensi hutan, laut, sumber daya mineral dan energi. Namun semua itu belum bisa menuntaskan masalah kemiskinan seluruh rakyat. Masyarakat semakin sulit membiyai kehidupan mereka terlebih masalah pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. Hal ini menjadi bukti kacaunya pengelolaan SDA dalam sistem kapitalis.
Hal ini menyebabkan negara asing berbondong-bondong mengeruk SDA yang ada di Indonesia. Kondisi lingkungan saat ini kian rusak, utang luar negeri kian bertebaran dimana-mana.
Dalam Islam utang bukan solusi terbaik bagi perekonomian rakyat. pemasukan negara yang berasal dari kepemilikan negara (milkiyyah ad-daulah) seperti ‘usyur, fa’i, ghanimah, kharaj, jizyah dan lain sebagainya. Selain itu juga pemasukan pemilikan umum (milkiyyah ‘ammah) seperti pengelolaan hasil pertambangan, minyak bumi, gas ala, kehutanan dan lainnya. Islam juga melarang mengalirnya arus ribawi, dengan demikian, utang tak akan sampai membengkak dalam kepemimpinan Islam. Hingga menjadikan rakyatnya mandiri dan kedaulatan negara akan terjaga, agar negara asing tak masuk secara bebas.
Semestinya umat sadar bahwa bahaya utang sangat menyengsarakan rakyat terlebih dengan sistem ribawi. Bukanlah itu merupakan hal yang mengerikan ? Allah sudah memperingatkan didalam Al-Qur.'an surah al-Baqarah [2] : 279 yang artinya "Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya".
Itu membuktikan betapa dahsyatnya azab yang diturunkan oleh Allah Swt. Bagaikan orang orang yang memakan riba ketika mereka di suruh memakan babi mereka tidak mau karena babi itu haram. Ketika mereka ingin melakukan zina mereka tidak mau karena itu haram, lalu apa bedanya dengan memakan uang riba, bahwasanya riba itu haram dan hukumannya lebih dahsyat dari zina.
Jika umat dan negeri ini menginginkan hidup penuh dengan kesejahteraan, aman, damai dan tentram, maka jangan hanya berdiam diri dan membiarkan semuanya berlalu begitu saja. Saatnya kita bergerak untuk membuat perubahan. Kembali kepada sistem yang di ridai oleh Allah Swt, maka kehidupan akan senantiasa penuh dengan kedamaian.
Wallahu alam bis shawab