Penulis: Lani Karmila, S. Kom
(ibu rumah tangga)
Awal Bulan November lalu media sosial dihebohkan dengan kasus bunuh diri yang dilakukan oleh seorang remaja putri asal Tana Toraja. Ia nekat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri dipohon jambu usai menulis surat perpisahan. Remaja putri ini nekat mengakhiri hidupnya karena depresi setelah putus dari pacarnya. Terbukti dari surat yang ia tulis (dilembar ke 3) ia menyampaikan pesan untuk mantan pacarnya "Dan hubungan ini saya samakan dengan hidup saya. Jika hubungan ini berakhir maka hidupku pun juga berakhir." (merdeka.com)
Miris sekali jika kita perhatikan.
Kasus bunuh diri pada remaja ini, hanyalah salah satu dari sekian banyak kasus yg ada, motifnya rata-rata akibat depresi. Menurut dr. Lohargo Kembaren, Sp. KJ., persentase remaja depresi mengalami peningkatan yang signifikan beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan WHO Global Health Estimates, estimasi jumlah kematian akibat bunuh diri di seluruh dunia adalah sejumlah 793.000 kematian pada tahun 2016 atau 10.6 per 100.000 penduduk atau 1 kematian tiap 40 detik. Dari hasil SRS (Sample Registration System) Angka kematian akibat bunuh diri di Indonesia sebesar 0.71/100.000 penduduk dan penduduk diindonesia pada tahun 2018 sejumlah 265 juta, maka perkiraan jumlah kematian akibat bunuh diri di Indonesia sekitar 1.800 kasus per tahun. Kasus bunuh diri ini banyak terjadi pada usia produktif (15-64 tahun) sebesar 75% (pusdatin.kemkes.go.id).
Berdasarkan Global School- Based Student Health Survey ( GSHS) yang diselenggarakan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, didapatkan data keinginan untuk bunuh diri pada masa SLTP dan SLTA sebesar 4,3% pada laki- laki dan 5,9% pada perempuan (rsjlawang.com).
Sebenarnya wajar, jika banyak kaum remaja zaman sekarang yang merasa depresi. Semua ini karena paham liberalisme yang merebak ditengah-tengah mereka, yang menjadi pangkal hancurnya generasi. Liberalisme merupakan sebuah ideologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman, bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama. Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas.
Liberalisme ini lahir dari sistem demokrasim Demokrasi sendiri memiliki arti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dengan demikian, kedaulatan di dalam sistem demokrasi adalah milik rakyat. Sistem ini telah mencabut hak menetapkan hukum milik Allah ( al-musyarri'). Padahal sudah jelas, dalam Islam satu-satunya yang memiliki hak untuk menentukan halal, haram, baik, dan buruk ialah Allah subhanahu wa ta’ala sang Pencipta dan Pengatur semua urusan para hamba-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (TQS al-An’ām [6] : 57).
Allah subhanahu wa ta’ala melarang kami berhukum kepada selain syari’ah-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS al-Māidah [5] : 50).
Tidak sampai disana, demokrasi telah membawa empat kebebasan, yaitu (1) kebebasan beragama (hurriyah al-‘aqidah), (2) kebebasan berpendapat (hurriyah ar-ra`yi), (3) kebebasan kepemilikan (hurriyah ar-tamalluk), dan (4) kebebasan berperilaku (al-hurriyah asy-syakhshiyyah).
Empat kebebasan Ini juga telah melahirkan paham hedonisme, terutama kebebasan berperilaku yg membolehkan laki-laki dan perempuan untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan, tanpa terikat ketentuan halal atau haram. Campur baur (ikhtilat), antara laki-laki dan perempuan tanpa batas yang jelas sehingga mengarah menjadi awal pacaran dan sex bebas dikalangan remaja. Didukung dengan munculnya berbagai platform-platform yang menjadi sumber paham hedonisme dan mendoktrin generasi zaman now dengan paham-paham kebebasan, kebahagian yg salah, hanya demi kepuasan saja.
Meskipun sangat jelas berpengaruh buruk untuk generasi tapi kenapa ya konten-konten melenakan itu masih saja terpublish?Coba kita perhatikan konten yang trending diyoutube saja semuanya adalah konten-konten hedon.
Ya benar, semua ini karena sistem demokrasi tadi. Sistem demokrasi ini memfasilitasi penyebaran paham-paham rusak itu dengan alasan kebebasan berpendapat yang berarti hak untuk mengekspresikan pendapat tanpa batas, atau pertimbangan apapun, baik sebagai individu, kelompok atau bangsa.
Sistem demokrasi yang tidak berprikemanusiaan ini berbeda 180 derajat dengan sistem Islam yang penuh belas kasih, yang berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Islam percaya bahwa manusia diciptakan oleh Allah dan untuk beribadah kepadaNya.
Seorang muslim seharusnya anti dengan yang namanya depresi, karena Islam mengajarkan baik dan buruk itu datangnya dari Allah, dan hal tersebut tentunya baik untuk kita.
Rasulullah shalallahu alaihi wa salam pernah bersabda : “Alangkah mengagumkan keadaan orang yang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya), dan ini hanya ada pada seorang mukmin; jika dia mendapatkan kesenangan dia akan bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika dia ditimpa kesusahan dia akan bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya” (HR. Muslim).
Mindset yang benar saja tentang kehidupan tidak cukup, untuk menghentikan kasus milenial yang terkena depresi. Karena intisari masalahnya adalah tidak digunakan ya hukum Allah secara menyeluruh dalam lini kehidupan. Oleh karena itu kita harus kembali pada sistem Islam Kaffah yang sudah terbukti mampu mencetak generasi-generasi hebat anti-depresi.