Oleh: Sulistiana, S.Sn
Allah memberikan contoh yang luar biasa bagi seluruh wanita di dunia ini. Mengirimkan seorang wanita istimewa menjadi pendamping setia Rasulullah SAW. Beliau adalah sosok tersohor dalam peradaban Islam. Seperti yang kita ketahui bersama Siti Khadijah adalah istri pertama Rasulullah SAW.
Nama lengkapnya adalah Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai, ia berasal dari golongan pembesar di Mekkah. Khadijah memiliki ayah bernama Khuwailid bin Asad dan ibunya bernama Fatimah binti Za’idah, ia berasal dari kabilah Bani Asad dari suku Quraisy.
Khadijah lahir dari keluarga yang sangat dihormati di kalangan Quraisy. Ayahnya, Khuwaylid, tidak melakukan kebiasaan suku tersebut yang dinilai merugikan misal mengubur bayi perempuan hidup-hidup.
Sebagai salah satu pemimpin suku, ayah Khadijah memilih membesarkan dan memberi pendidikan yang baik pada putrinya. Khadijah menjadi seseorang yang pintar, sukses meneruskan usaha perdagangan ayahnya, beretika, dan punya keyakinan kuat. Sehingga sangat wajar jika Ibunda Siti Khadijah tumbuh menjadi seorang wanita berakal, cerdas, terjaga dan mulia yang di masa jahiliyah disebut Ath-Thahirah (wanita suci).
Dikutip dari AboutIslam, Khadijah diceritakan tidak ikut menyembah berhala Suku Quraisy. Hal ini terungkap saat Khadijah menghadiri festival yang diadakan Quraisy di sekitar Ka’bah. Peserta acara yang kebanyakan perempuan menyembah berhala Hubal yang dianggap dewa ramalan. Walau ikut dalam festival, Khadijah tidak ikut menyembah Hubal meski datang ke festival.
Lantas bagaimana halnya setelah berada di bawah naungan Islam?
Sesungguhnya Khadijah merupakan salah satu karunia Allah yang paling berharga bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia mengokohkan beliau pada saat yang sangat berat. Dia meyakinkan beliau sewaktu risalah datang. Dia membantunya menanggung beban jihad yang telah berlalu. Dia menolong dengan segenap jiwa dan hartanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Dia beriman kepadaku ketika orang-orang mengingkariku. Dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakanku. Dia menyokongku dengan hartanya ketika orang-orang memboikotku. Dan Allah mengaruniakan anak bagiku dari (rahim)-nya. Padahal dengan (istri-istriku) yang lain, aku tak mendapatkannya.”(HR. Ahmad)
Dukungan utama Khadijah terlihat saat Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama di Gua Hira. Saat itu dia menemani Rasulullah SAW yang ketakutan, seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari, Aisyah Ummul Mukminin bercerita: "Beliaupun pulang dalam kondisi gemetar dan bergegas hingga masuk ke rumah Khadijah. Kemudian Nabi berkata kepadanya: Selimuti aku, selimuti aku. Maka Khadijah pun menyelimutinya hingga hilang rasa takutnya. Kemudian Nabi bertanya: 'wahai Khadijah, apa yang terjadi denganku ini?'. Lalu Nabi menceritakan kejadian yang beliau alami kemudian mengatakan, 'aku amat khawatir terhadap diriku'. Maka Khadijah mengatakan, 'sekali-kali janganlah takut! Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selama-lamanya. Sungguh engkau adalah orang yang menyambung tali silaturahmi, pemikul beban orang lain yang susah, pemberi orang yang miskin, penjamu tamu serta penolong orang yang menegakkan kebenaran." (HR Bukhari).
Ibunda Siti Khadijah adalah orang pertama dari kalangan wanita yang beriman kepada Rasulullah. Orang pertama yang shalat bersama Rasulullah SAW. Dan orang pertama yang mendukung dakwah Rasulullah.
Dengan potensi kecerdasan akal yang beliau miliki sebenarnya menunjukkan bahwa fitrah manusia adalah bisa menerima semua yang al-haq, yang datang dari AL-Khaliq Allah SWT.
Ummul Mukminin Khadijah bukanlah sekedar ibu bagi orang-orang mukmin saja,tetapi beliau juga ibu bagi segala keutamaan. Dari pernikahan beliau dengan Rasulullah lahirlah 6 orang anak, 2 orang putra yaitu Qasim dan Abdullah, dan 4 orang purti yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummi Kulsum dan Fatimah.
Beliau adalah teladan yang terbaik sebagai ibu. Dengan sosok Fatimah binti Muhammad yang juga luar biasa, tentulah ada seorang ibu yang memiliki banyak sekali keutamaan, mulia, patuh beragama, terjaga, serta penuh kasih sayang dan cinta. Betapa seorang ibu yang memiliki pemahaman mendalam, cerdas, mempelajari seluruh adab dan hidup bersama Rasulullah SAW. Allah SWT menyatukan untuk beliau seluruh keutamaan dan kemuliaan akhlak. Sangatlah pantas jika kita mengatakan bahwa ibunda Siti Khadijah adalah sosok yang dapat kita jadikan teladan bagi para ibu.
Seperti pepatah buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Kualitas seorang ibu akan mempengaruhi kualitas anaknya di samping qadha Allah berlaku, namun dengan kaidah kausalitas (sebab akibat), kita juga harus menteladani beliau dalam mendidik Fatimah yang menjadi sosok mulia yang juga turut serta mendukung perjuangan sang Ayah.
Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin mengatakan bahwa anak pada masa awal pertumbuhan mereka, yang selalu bersama mereka adalah seorang ibu, maka jika sang ibu memiliki akhlak dan perhatian yang baik kepada mereka, tentu mereka akan tumbuh dan berkembang dengan baik dalam asuhannya dan ini akan memberikan dampak positif yang besar bagi perbaikan masyarakat.
Jadi dengan mengenali sosok ibunda Siti Khadijah dengan segala keutamaannya akan mendorong kita untuk meneladani beliau dan memberikan kepada kita gambaran bagaimana seharusnya perempuan menjadi Madrasatul ‘ula bagi anak-anaknya.
Kita sama-sama mengetahui bahwa ibunda Siti Khadijah adalah seorang saudagar yang kaya raya. Memilih Nabi SAW sebagai suami yang kala itu, sementara beliau sendiri seorang aghiyah dan menjadi incaran para lelaki kaya dan terhormat di tengah-tengah kaumnya namun enggan menerima mereka, sudah cukup menunjukkan kebijaksanaan, kecerdasan, dan kekuatan akal beliau. Hanya dengan kebijaksanaan dan kekuatan akal, beliau tahu bahwa akhlak yang sempurna, kemuliaan sifat satria, dan watak yang lurus tidak berada di dalam kekayaan materi dan harta benda pasti akan lenyap.
Rasulullah SAW pun tidak akan mau menikahi ibunda Khadijah meskipun memiliki harta benda sepenuh bumi dan meski ia wanita tercantik di dunia, melainkan karena kekuatan akal, kecerdasan, dan pengakuan kaumnya akan kemuliaan sifat, perilaku terpuji, menjaga diri, hati yang lurus serta nasab terhormat yang dimiliki oleh ibunda Siti Khadijah.
Karena semua alasan inilah, keinginan Siti Khadijah selaras dengan keinginan Muhammad SAW untuk hidup bersama. Dan hal ini terbukti, karena Ibunda Siti Khadijah adalah seorang istri dan sandaran terbaik. Kekuatan akal dan kecerdasannya mendorong untuk beriman kepada apa yang disampaikan oleh Rasulullah SAW, mengikuti segala perilaku keimanan dan ketaatan.
Jelas sudah bahwa kesuksesan, mulia dan istimewanya ibunda Siti Khadijah bukan karena hartanya, melainkan karena keimanan beliau. Karena sang Suami pun juga bukan laki-laki biasa sehingga Ibunda Khadijah tampil sebagai patner sepadan bagi keistimewaan suaminya.
Berkaca dari bagaimana rumah tangga yang dibina oleh ibunda Khadijah bersama Baginda Rasulullah dan perjuangan dakwah Rasulullah yang mendapat support penuh dari istri tercinta, maka kita pun bisa melakukan hal yang sama dengan keadaan apapun yang kita dan suami miliki. Bersinergi dalam membina mahligai rumah tangga serta memiliki visi dan misi yang sama akan memudahkan kita menuju sakinah mawaddah warahmah. Tentu saja semua ini akan terwujud jika syarat modal utamanya adalah keimanan seperti yang sudah dicontohkan oleh Ibunda Siti Khadijah dan Rasulullah SAW sehingga kita bisa menjalankan peran masing-masing dengan baik.
Islam mengangkat wanita jauh tinggi melebihi batas khayalannya sendiri, dan hanya Islam lah yang mampu memuliakan perempuan. Pahala besar dan kedudukan yang tinggi yang telah Allah persiapkan bagi wanita-wanita sabar dan berbuat baik, sehingga menggerakkan perasaan, meluapkan emosi untuk selalu terikat dengan hukum syara’. Sehingga patut jika kecintaan pada Islam mengena di hati, mengalir dalam aliran darah dan meresap ke dalam sanubari jiwa.
Dan hal ini sudah dicontohkan oleh sosok yang agung yang tentu saja menjadi inspirasi bagi kita semua yaitu Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid.
Imam Izzuddin bin Al-Atsir ra mengatakan, ‘Khadijah adalah makhluk Allah yang pertama masuk Islam berdasarkan ijma’ kaum muslimin.”
Ibunda Siti Khadijah bukan wanita biasa, karena kebijaksanaan mulia dan pandangan jauh ke depan, di samping kecerdasan hati beliau membuat beliau tidak menerima agama sekedar ikut-ikutan ataupun basa-basi. Melainkan beliau menerima karena terpengaruh oleh keimanan yang mendalam yang muncul dari kecerdasan akalnya.
Bahkan Ibunda Siti Khadijah menjadi satu dari empat wanita yang menjadi teladan dalam kehidupan kaum muslimin. Keempatnya dijanjikan surga sesuai hadist yang dinarasikan Ad-Dzahabi:
“Pemuka wanita ahli surga ada empat: Maryam bintu Imran, Fatimah bintu Rasulullah SAW, Khadijah bintu Khuwailid dan Asiyah.” (HR. Muslimin)
Lalu bagaimana kita bisa meneladani ibunda Siti Khadijah dengan kondisi saat ini?
Implementasinya dalam kondisi hari ini adalah bahwa aktivitas para perempuan pemimpin surga tersebut adalah aktivitas yang tidak biasa. Keteguhan dalam keimanan, tegar menghadapi ujian hidup, termasuk juga keistiqomahan memperjuangkan kebenaran yang diyakininya selalu ada dalam sosok tersebut. Artinya, teladan ini juga harus kita ambil dari ibunda Siti Khadijah dan harus ada pada diri muslimah saat ini untuk menjadikan aktivitasnya setiap saat selalu berporos pada takwallah.
Wallahu a’lam bishawab
Tags
Opini