OLEH : SITI MURLINA SAg
Satu lagi menteri di era kepemimpinan Presiden Jokowi yang terjerat kasus dugaan korupsi yakni, Menteri Sosial Juliari P Batubara. Dan KPK telah menetapkan Juliari sebagai tersangka kasus suap dana bansos corona untuk rakyat.
Juliari menjadi menteri keempat yang tersandung kasus dugaan korupsi terhitung sejak periode pertama kepemimpinan Presiden Jokowi (2014-2019).
Dua orang lainnya yakni eks Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi serta eks Menteri Sosial Idrus Marham, merupakan menteri Jokowi di Kabinet Kerja, yakni pada periode 2014-2019.
Keempat menteri tersebut berasal dari partai politik. Adapun Idrus merupakan kader Partai Golkar dan Imam merupakan kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kemudian, Edhy adalah kader Partai Gerindra dan Juliari adalah politikus PDI Perjuangan.
Di periode kedua (2019-2024), menteri Jokowi yang terjerat yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.Penangkapan Edhy tak berselang lama dari kasus yang menjerat Juliari.
Korupsi merupakan tindakan yang tidak terpuji yang dilakukan secara individu maupun kelompok dalam upayanya memperkaya diri sendiri maupun kelompok dari sumber-sumber pendapat yang ilegal secara hukum.
Apalagi yang dikorupsi adalah dana bansos, yang seharusnya dana ini dibagikan pada rakyat yang lagi sangat membutuhkan. Saat ini rakyat lagi terkena imbas dari resesi ekonomi dan pandemi covid-19.
Memang dalam sistem demokrasi sekuler ini banyak melahirkan para pejabat yang tidak amanah, rakus dan serakah. Seperti yang kita ketahui total dana suap yang diterima Juliari terkait bansos corona adalah sekitar 17 M. Ini bukan nilai angka yang kecil. Senada dengan yang dinyatakan ketua KPK Firli Bahuri sudah sepantasnya hukuman mati yang patut diberikan kepada Mensos Juliari Batubara.
Tapi sekali lagi dalam sistem demokrasi sekarang ini wacana hukuman mati pada kejahatan yang bersipat individual seperti kasus korupsi. Masih mengalami jalan buntu. Padahal kasus korupsi di Indonesia makin masif dan meningkat. Perlu penanganan serius agar tidak merusak mental para pejabat negara.
Pemerintah kurang tegas menangani masalah ini. Seperti terkesan membiarkan, seolah itu lumrah. Karena seperti yang kita ketahui untuk seorang menjabat itu sudah ada mahar politiknya. Mulai dari presiden bahkan sampai ketua RT. Berawal dari inilah sebenarnya korupsi semakin subur. Itulah diantara watak asli demokrasi.
Dan pengungkapan masalah korupsi juga kurang. Sehingga korupsi menggurita diseluruh lini jajaran pemerintah.
Maka sepantasnyalah umat Islam sebagai elemen dari bangsa ini memakai hukum syara. Sebagai solusi dari permasalahan yang akut bangsa ini baik secara preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan).
Pertama, sistem penggajian yang layak. Pejabat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Karena mereka mempunyai kebutuhan hidup serta berkewajiban untuk menafkahi keluarganya. Maka harus diberi gaji dan tunjangan hidup yang layak.
Berdasarkan hadits Nabi saw berkata, "Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak punya rumah, akan disediakan rumah. Jika belum beristri, hendaknya menikah. Jika tidak punya pembantu hendaknya ia mengambil pelayan. Jika tidak punya hewan tunggangan (kendaraan), hendaknya diberi dan barang siapa mengambil selainnya itulah kecurangan (ghalin). (HR. Abu Daud)
Kedua, larangan menerima suap dan hadiah. Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada pejabat pemerintah pasti mengandung maksud tertentu dibelakangnya. Yakni bagaimana agar pejabat bertindak/mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan pada pemberi hadiah.
Hal ini juga dapat memberi efek yang buruk dan tercela pada mental pejabat pemerintah. Pejabat ini tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya/cenderung menyelewengkan amanah.
Contohnya dibidang hukum peradilan, maka hukum ditegakkan secara tidak adil. Atau cenderung berpihak pada yang mampu memberikan hadiah atau suap.
Rasulullah saw terhadap ini mengtakan,"laknat Allah swt terhadap penyuap dan penerima suap."(HR. Abu Daud). Dan tentang hadiah Rasulullah saw berkata,"Hadiah kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur." (HR. Imam Ahmad)
Ketiga, perhitungan harta kekayaan. Penghitungan harta kekayaan juga bisa untuk mencegah terjadinya korupsi. Sebab bila harta bertambah dalam waktu singkat dikhawatirkan korupsi. Walau tidak menutup kemungkinan harta kekayaan bertambah karena bisnis, warisan dan lain-lain. Hal ini sudah dicontoh dalam masa pemerintahan Umar bi Khaththab ra.
Keempat, teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi akan berhasil bila para pemimpin, apalagi pemimpin tertinggi memberi keteladanan dalam hal ini. Sebab bila pemimpinnya bertakwa, dia akan melaksanakan tugas dengan penuh amanah. Karena ia takut Allah swt pasti akan melihat semuanya dan diakhirat akan diminta pertanggung jawaban.
Kelima, hukuman yang setimpal pada koruptor. Pada umumnya orang akan takut bila hal ini menimpa mereka. Ini juga berpungsi sebagai pencegah (zawajir) yang membuat efek jera/kapok.
Dalam Islam para koruptor dapat dikenai hukum ta'zir. Berupa pemberitaan atau pengumuman lewat media elektronik dan media sosial. Kalau zaman dahulu dipermalukan dengan cara diarak sekeliling kampung. Bisa juga dengan penyitaan harta (dibangkrutkan), masuk penjara bahkan bisa dihukum mati.
Keenam, pengawasan masyarakat atau warga negara. Disini masyarakat mempunyai peran yang tak kalah pentingnya. Sebab masyarakat yang bermental instan cenderung menempuh jalan pintas dalam berurusan dengan pejabat pemerintah. Sebab masyarakat atau warga negara yang baik akan turut mengawasi jalannya pemerintahan serta menolak dan melaporkan pada pihak yang berwenang. Apabila ada pejabat pemerintah yang menyimpang.
Mencontohkan lagi pada masa khalifah Umar bin Khaththab ra diawal pemerintahannya menyatakan, "Apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku walau dengan pedang."
Tampak dengan jelas dari hal diatas bahwa Islam melalui syariatnya telah memberikan solusi yang jelas dan gamblang dalampemberantasan korupsi dan mewujudkan pemerintahan yang bersih secara komprehensif.
Disinilah pentingnya bagi umat Islam membangun kesadaran beragama secara multi dimensi. Serta memahami urgensi dakwah, merapat dan ikut bergabung dalam jamaah dakwah untuk penegakkan syariat Islam secara sempurna (kamil) dan menyeluruh (syamil) dibawah naungan Daulah Khilafah Islamiyah. Sebagaimana firman Allah swt yang berbunyi :
اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِهٖ صَفًّا كَاَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَّرْصُوْصٌ
Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh. (TQS. Ash Shaf (61) : 4) ***
Wallahu A'lam bishshawab.