Oleh: Ummu Athifa*
Sekolah merupakan salah satu hal utama dalam meraih impian. Banyak pelajaran berharga yang akan diterima siswa, seperti cara bersosialisasi dengan teman-teman, guru, ataupun pedagang makanan. Selain itu, siswa mendapatkan bimbingan langsung dari guru berkenaan dengan pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi, keagamaan, ataupun olahraga. Maka, akan mudah dicermati dan dipahami secara langsung.
Namun, apalah daya saat ini, negeri Indonesia masih diterjang oleh makhluk kecil yang dapat mematikan nyawa. Itulah virus covid-19 yang telah menyerang hampir 8 bulan terakhir ini. Sehingga berdampaklah pada semua sektor, salah satunya pendidikan.
Demi menjaga keselamatan siswanya, Menteri Pendidikan, Nadiem Makarim menegaskan sekolah dilakukan secara daring. Diharapkan guru tidak membebani dengan tugas menumpuk dan pelajaran terlalu sulit dipahami. Sehingga, terdapat kebijakan bagi sekolah untuk memilih tiga opsi kurikulum saat daring, yaitu tetap mengacu kurikulum nasional; memakai kurikulum darurat; atau menyederhanakan kurikulum secara mandiri (tirto.id,10/09/20).
Perjalanan pembelajaran secara daring tak semulus harapan. Banyak keluhan dari siswa, orangtua, dan guru itu sendiri. Saat masih diawal pembelajaran belum terkendala apapun, semuanya berjalan lancar. Semua terasa berat ketika sudah 1 bulan berlangsung.
Keluhan sering datang dari orangtua siswa yang tidak sanggup mendampingi anaknya ketika daring. Lebih dari itu, saat ada pekerjaan rumah (PR), banyak yang marah-marah ke anaknya karena tidak paham. Bahkan, ada yang sampai membunuh anaknya sendiri. Naudzubillah.
Selanjutnya, siswa pun berkeluh kesah, karena tidak mengerti penjelasan guru. Selain itu, akses internet yang tidak stabil, karena kuota terbatas. Walhasil, banyak siswa tidak mengikuti pembelajaran daring dengan maksimal.
Pihak guru pun tak kalah kebingungan. Tenaga dan pikiran dikerahkan demi membuat video atau power point menarik agar siswa tak bosan. Apalagi, jika pembelajaran praktikum, tentu akan lebih esktra lagi persiapannya. Namun, tetap saja, guru bingung bagaimana mengajar yang efekrif dan efisien kepada siswa melalui internet. Banyak yang tidak paham dalam penggunaannya.
Itulah serangkaian ketidaknyamanan pembelajaran jarak jauh. Dalih ingin menyelamatkan semangat anak untuk belajar, tetapi tidak terjadi. Maka, berdasarkan hasil evaluasi selama 8 bulan, akhirnya Mendikbud, Nadiem Makarim mengizinkan sekolah tatap muka mulai Januari 2021, asal memenuhi syarat yang ditentukan. Selain itu, perlu mendapatkan izin dari tiga pihak, yaitu pemerintah daerah, kepala sekolah, dan orang tua murid melalui komite sekolah (cnbcindonesia.com,28/11/20).
Iya, serpihan asa para siswa tentu menginginkan kembali ke sekolah. Kelelahan dalam melihat layar gadget setiap harinya tentu membuat jenuh yang tak berkesudahan. Akhirnya, banyak siswa yang izin tidak melakukan daring, bahkan tugas pun tak disentuh sama sekali.
Walhasil semuanya tidak berjalan beriringan dengan maksimal. Inilah kewajiban negara untuk membenahi sistem pendidikan negeri ini dengan sebaik-baiknya. Tidak ada yang dikorbankan satu sama lain. Sehingga, saat pandemi melanda pun semuanya berlangsung sesuai visi misi pendidikan yang berlaku.
Seyogianya, pemerintah mempersiapkan hal-hal dibutuhkan bagi siswa agar tetap sekolah walaupun saat pandemi. Terutama kala virus baru awal-awal masuk, maka segeralah lakukan karantina wilayah yang terkena dampaknya. Sehingga tidak menyebar ke wilayah lain dengan cepat.
Namun, jika tetap harus pembelajaran secara daring, maka negara perlu mendukung sepenuhnya. Ditambah melakukan pengawalan dan evaluasi dalam setiap pembelajaran yang berlangsung. Seperti pada masa Islam dibawah kepemimpinan Khalifah al-Muntashir Billah, kebutuhan para siswa dijamin sepenuhnya oleh negara.
Hakikatnya pendidikan tetap harus dijalankan meskipun dihantam badai pandemi. Serta tidak mengurangi kualitasnya. Selain itu, metode pembelajarannya pun diperhatikan. Penyampaian materi pembelajaran oleh guru dan penerimaan oleh siswa harus terjadi proses berpikir. Guru harus mampu menggambarkan fakta (ilmu yang disampaikan) kepada siswa, yakni proses penerimaan yang disertai proses berpikir (talqiyan fikriyan) yang berhasil memengaruhi perilaku.
Dalam kondisi pandemi, prinsipnya bukanlah nilai, namun perilaku dan kemampuan memahami ilmu untuk diamalkan. Hal ini akan menghasilkan dorongan amal supercerdas dalam menghadapi tantangan pandemi, misalnya penemuan berbagai teknologi antiwabah dan sebagainya.
Maka, tak dapat dipungkiri wabah akan semakin berakhir. Anak akan tetap bersekolah dengan aman dan nyaman. Asa akan tetap bercahaya dipelupuk mata para siswa untuk menggapai impiannya.
Wallahu'alam bishshawab
*(Ibu Rumah Tangga, Penulis)
Tags
Opini