Oleh: Ummu Ainyssa *
"Tak putus dirundung malang", konflik yang dialami kaum Muslim rohingya hingga kini seolah tiada henti. Mereka ditolak di negeri sendiri, tak punya kewarganegaraan, miskin, dipaksa meninggalkan Myanmar, dan juga tidak banyak negara tetangga yang mau menerimanya.
Para pengungsi rohingya telah melarikan diri dari Myanmar setelah adanya tindakan brutal genosida oleh militer Myanmar sejak tahun 2017 lalu. Dimana para penyidik PBB mengatakan sebanyak 10.000 orang tewas, dan lebih dari 730.000 orang terpaksa harus mengungsi. Ratusan ribu pengungsi tinggal di kamp-kamp pengungsian di Cox's Bazar, Bangladesh.
Dan kini kabar kembali datang dari mereka. Mereka seolah kembali terbuang. Dengan alasan mengurangi kepadatan di kamp-kamp yang menampung ratusan ribu pengungsi, pemerintah Bangladesh telah mengirimkan sebagian pengungsi ke Pulau terpencil Bhasan Char di Teluk Benggala.
Jumat (4/12/20) pagi, sebanyak 7 kapal angkatan laut telah membawa lebih dari 1.600 orang pengungsi dari kamp di Cox's Bazar menuju Bhasan Char. Sementara 2 perahu lagi membawa makanan dan perbekalan untuk para pengungsi di Pulau tersebut.
Menurut berita yang ditulis oleh Okenews, Sabtu (5/12/20) , Pada hari Kamis (3/12/20) Menteri Luar Negeri Bangladesh A.K. Abdul Momen mengatakan bahwa tidak ada pengungsi yang dipaksa pindah ke Bhasan Char. Tetapi mereka sendiri telah memberikan persetujuan.
Pernyataan yang sama juga disampaikan oleh Wakil Pejabat pemerintah Bangladesh Mohammad Shamsuddin Douza yang bertanggung jawab atas para pengungsi, bahwa para pengungsi pergi dengan senang hati tanpa ada paksaan.
Namun pernyataan tersebut dibantah oleh kelompok penggiat hak asasi manusia (HAM) Humant Right Watch, mereka mengatakan bahwa mereka telah mewawancarai 12 keluarga yang namanya masuk dalam daftar pengungsi. Dalam wawancara tersebut para pengungsi mengatakan bahwa mereka tidak sukarela pergi.
Pernyataan juga disampaikan oleh pria berusia 31 tahun pada hari Kamis (3/12/20) kepada Reuters melalui telepon bahwa mereka dibawa secara paksa. Termasuk keluarganya. Pria ini telah melarikan diri dari blok, namun kemudian tertangkap lagi. (Viva.co.id, Minggu 6/12/20)
Sebenarnya PBB dan penggiat HAM telah mendesak pemerintah Bangladesh untuk membatalkan rencana mereka memindahkan para pengungsi. Karena mereka menilai bahwa Pulau Bhasan Char yang telah didirikan sekitar 100 ribu rumah sejak 2018 lalu adalah wilayah dataran rendah yang sangat berbahaya karena rentan terjadi banjir, badai dan topan. Pulau tersebut baru muncul permukaan laut sekitar 20 tahun lalu. Namun peringatan ini pun tidak diindahkan. Kaum budha Myanmar seolah tuli dengan berbagai kecaman tersebut.
Beginilah nasib kaum Muslim rohingya saat ini, mereka terlunta-lunta tanpa ada negara yang mau mengakui. Sebagian mereka terombang-ambing di lautan. Ini karena sekat nasionalisme telah mematikan rasa kemanusiaan dan menghalangi ukhuwah islamiyah negeri-negeri Muslim yang lainnya. Termasuk negara tetangga seperti Bangladesh.
Keadaan ini akan sangat berbeda ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai negara Khilafah. Hanya Khilafah yang bisa mewujudkan ukhuwah sejati dan secara nyata memberikan solusi, bukan hanya untuk kaum rohingya saja, tetapi untuk semua negeri yang mengalami penindasan dan kedzaliman.
Di dalam islam setiap muslim dianggap sebagai saudara. Tanpa lagi melihat suku, ras, maupun budaya mereka. Mereka semua disatukan di bawah satu kalimat tauhid dan ketundukan mereka di bawah aturan yang satu. Hal ini pernah dibuktikan oleh baginda Nabi Muhammad Saw tatkala awal-awal beliau mendirikan daulah Islam di Madinah.
Rosulullah mempersaudarakan kaum Anshar yang berada di Madinah dengan kaum Muhajirin yang berasal dari Mekkah yang kala itu hijrah ke Madinah tanpa harta apapun. Padahal sebelumnya mereka sama sekali belum pernah saling mengenal apalagi punya ikatan saudara. Daulah Islam kala itu juga berhasil merpersatukan suku Aus dan Khazraj yang sejak semula keberadaan mereka tidaklah pernah akur. Kedua suku ini terkenal sebagai suku yang selalu bersaing dan bertengkar bahkan saling bunuh.
Maka sudah pasti jika Khilafah tegak kembali tidak ada lagi kaum Muslim yang tertindas dan teraniaya seperti halnya muslim Rohingnya maupun muslim lain di belahan dunia. Karena jika itu terjadi sudah pasti Khilafah akan mengirimkan pasukan untuk memerangi negara tersebut. Jangankan ribuaan atau bahkan jutaan kaum Muslim yang terbunuh, satu nyawa kaum Muslim saja hilang khilafah akan membalasnya.
Karena di dalam islam terbunuhnya satu nyawa kaum Muslim tanpa hak lebih berat daripada hancurnya dunia.
Dari Al-Bara' bin Azib ra, nabi saw. bersabda: "Hancurnya dunia ini lebih ringan di sisi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang muslim tanpa hak". (HR An Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan di shahihkan al-Albani)
Begitulah perlindungan Khilafah terhadap warga negaranya, bukan hanya perlindungan terhadap kaum Muslim saja, tetapi juga Non Muslim ahlu dzimmah yang tunduk kepada aturan Khilafah. Tidak ada diskriminasi bagi mereka. Karena Khilafah wajib melindungi keyakinan, kehidupan, akal, kehormatan, dan harta benda mereka.
Sungguh indahnya ketika aturan islam ditegakkan. Maka tidak ada lagi solusi yang bisa menolong kaum Muslim rohingya yang tengah dirundung pilu, selain solusi islam yang ditunggu. Maka dari itu mari kita bersama-sama turut berjuang demi tegaknya kembali islam yang akan memberikan solusi bagi setiap permasalahan. Karena Khilafah hanya akan menerapkan aturan yang berasal dari Sang Pemilik Kehidupan ini. Wallahu A'lam bi Ashshawwab
*(Pendidik Generasi)
Tags
Opini