Oleh: Ummu Syaffa
Demokrasi merupakan pengertian dari rakyat dan kembali pada rakyat. Pengertian ini hanya teori belaka namun, realitanya yang berkuasa hanyalah para elit politik yang diklaim sebagai wakil-wakil rakyat. Sedangkan mereka bekerja hanya untuk partainya dan para pengusaha/kapital yang telah menggelontorkan dana yang begitu banyak padanya.Terbukti kebijakan yang di keluarkan seperti hukum, UU yang justru merugikan rakyat. Realitanya demokrasi hanya memberi angan-angan atau ilusi seolah-olah demokrasi akan mewujudkan kesejahteraan, keamanan, kesetaraan dan keadilan. Namun itu hanya bisa dirasakan oleh segelintir orang yaitu hanya pada para elit penguasa, wakil rakyat, partai dan para insvestor.
Demokrasi sudah menjadi harga mati.Sehingga diklaim sebagai sistem yang terbaik, bahkan demokrasi memberi janji manis kepada rakyat seperti memberi kesejahteraan, kemakmuran, keamanan, kesetaraan dan keadilan. Demokrasi diklaim sebagai mekanisme yang bisa menjamin distribusi, Sirkulasi dan penggantian kekuasaan secara aman, tertib dan damai Itu katanya!
Asas dari demokrasi adalah sekularisme (pemisahan Agama dari kehidupan). Demokrasi cenderung "Menuhankan" Manusia dan sebaliknya "Memanusiakan" Tuhan(Allah). Karna yang menjadi inti dari demokrasi adalah Kedaulatan di tangan rakyat. Rakyatlah yang berkuasa, rakyatlah yang membuat peraturan bagi kehidupan manusia. Demokrasi cacat dari lahirnya sehingga penerapannya benar-benar jauh dari apa yang di harapkan.
Masihkah berharap pada Demokrasi?
Kerusakan demokrasi sudah di segala bidang seperti di bidang politik, ekonomi, pendidikan, sosial dan budaya, sekalipun pergantian kepala negara dan jajaran kabinetnya. Namun, kehidupan rakyat tidak berubah bahkan jauh lebih buruk dan semakin buruk. Rakyat tidak lagi merasakan kesejahteraan, kesetaraan, kemakmuran, kemanan dan keadilan. Begitu banyak permasalahan yang terjadi di dalam negeri, seperti korupsi dijajaran elit politik sampai saat ini tidak ada kabar, PHK, krisis ekonomi, Pandemi Covid -19, kasus kekerasan perempuan dan anak yang sampai saat ini masih terjadi dan bahkan solusi yang di keluarkan tidak menjamin kekerasan perempuan dan anak akan berakhir, perampokan, pembunuhan, dan masih banyak permasalahan- permasalahan yang tidak terselesaikan. Begitu juga dengan kaum muslim dimana negeri yang mayoritas muslim terbesar di dunia, namun ulama dan para pengemban dakwah di kriminalisasi, ormas-ormas Islam di bubarkan. Namun, sebaliknya para koruptor, pembenci, pemfitnah, penghina ajaran lslam dan para ulama di lindungi bahkan sedikitpun tidak tersentuh hukum. Karena hukum dalam sistem demokrasi berpihak pada penguasa. Hukum dalam demokrasi tajam ke bawah tumpul ke atas. Masihkah berharap pada demokrasi?
Jangan sampai kita di bodoh-bodohi oleh sistem yang jelas kerusakannya dan tidak mampu menjamin kesejahteraan, keamanan dan keadilan.
Dengan demikian terbukti demokrasi gagal
dalam mensejahterakan rakyat, menegakkan hukum yang adil, membangkitkan ekonomi. Namun, demokrasi berhasil memecah belah umat Islam, membangkitkan kesejahteraan para kapital, melahirkan para pemimpin yang korup, gagal menegakkan ketidak adilan di tengah- tengah masyarakat. Inilah wajah buruk demokrasi.
Sistem khilafah solusi problematika umat
Dari segala permasalahan yang terjadi maka tidak ada lagi solusi yang di harapkan selain pada sistem Islam. Sistem yang mampu mensejahterakan rakyat.
Islam adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasulullah saw untuk mengatur seluruh alam semesta. Islam bukan hanya mengatur ibadah ritual namun juga mengatur urusan ekonomi dan politik. Akan tetapi politik Islam tidak bisa diterapkan tanpa ada institusi negara (Khilafah).
Sistem Islam (Khilafah) adalah perwujudan nyata atas berlakunya sistem Ilahi, dan memperjuangkan tegaknya adalah jalan menjemput pertolongan Allah.
Sistem Islam mampu menyelesaikan segala problematika umat mencakup segala aspek, baik dari aspek ekonomi maupun politik.
Dari aspek ekonomi, negara Khilafah memiliki minimal empat sumber ekonomi, yaitu pertanian, perdagangan, jasa, dan industri.
Dalam khilafah pertanian berbasis pada pengelolaan lahan pertanian, di mana tanah-tanah pertanian harus dikelola dengan baik dan dimaksimalkan untuk memenuhi kehidupan rakyat. dikenal dengan kebijakan intensifikasi. Jika kurang, negara dapat mendorong masyarakat menghidupkan tanah hak milik mereka, atau memberikan insentif sebagai modal, dan sebagainya. Ini yang dikenal dengan kebijakan ekstensifikasi.
Ditopang dengan perdagangan yang sehat, tidak ada monopoli, kartel, mafia, persetujuan dan riba yang memang diharamkan dalam Islam, maka hasil pertanian akan diterima. Produktivitas tetap tinggi, pada saat yang sama, harga terjangkau, sehingga negara dapat swasembada makanan.
Islam juga mengharamkan barang dan jasa yang ditawarkan, dibeli dan diterbitkan di tengah masyarakat. Karena itu, hanya barang dan jasa yang halal yang dapat dikirimkan, dibayarkan, dan didistribusikan. Dengan begitu, industri sebagai bentuk aktivitas produksi hanya akan memproduksi barang yang halal. Islam juga mengambil hukum industri mengambil hukum barang yang diambil. Jika barang yang dikeluarkan haram, maka industri tersebut hukumnya haram.
Begitu juga jasa. Karena Islam hanya mengizinkan layanan yang halal, maka tidak boleh ada layanan yang haram disetujui dan diterbitkan di tengah-tengah masyarakat. Upah sebagai kompensasi jasa pun halal dan haramnya akan dinilai. Jika jasanya haram, maka upahnya pun haram. Hukum Memproduksi, Mengkonsumsi dan Mengembangkannya pun haram. Dengan begitu, individu, masyarakat dan negara pun sehat. Inilah empat sumber utama ekonomi negara khilafah.
Selain itu sistem Islam akan mengelola SDA yang ada dengan baik. SDA yang ada dikelola oleh negara dan hasilnya akan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sistem Islam menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya baik itu kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan publik lainnya. Dengan pengelolaan berdasarkan syara maka kesehatan, pendidikan dan lainnya mampu diberikan negara secara gratis untuk rakyatnya.
Demikian sempurnanya Islam mengatur kehidupan, namun saat ini sangat disesalkan sistem shohih ini justru direspon negatif oleh rezim. Khilafah dianggap sebagai ancaman, sehingga saat ini pengusungnya dijegal dengan berbagai dalih. Padahal ketiadaan khilafah yang membuat derita semakin menjadi.
Tanpa Khilafah umat Islam kehilangan pelindung. Sebagaimana yang terjadi saat ini. Ketiadaan Khilafah telah membuat nyawa umat Islam begitu murah dihadapan negara-negara Imperialis. Padahal dimata Allah, hancurnya bumi berserta isinya ini lebih ringan dibanding terbunuhnya seorang Muslim.
Tanpa khilafah umat Islam didera oleh berbagai penderitaan yang tiada berkesudahan. Benar apa yang dikatakan oleh Imam Ahmad RA, “Adalah fitnah (bencana) jika sampai tidak ada seorang Imam (Khalifah) yang mengatur urusan rakyat”.
Sungguh benar apa yang dikatakan Imam al-Ghazali dalam kitabnya al Iqtishod fi al I’tiqod. Imam al-Ghazali mengatakan agama dan kekuasaan adalah dua saudara kembar. Agama adalah dasar dan kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berdasar (tidak didasarkan pada agama) niscaya akan runtuh. Segala sesuatu yang tidak memiliki penjaga (tidak ada Khilafah) niscaya akan hilang atau lenyap.
Dalam Islam fungsi penting Khalifah adalah melindungi umatnya. Rasulullah SAW bersabda, “Sesunggunya Imam/Khalifah itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya” [HR Muslim].
Maka satu-satunya solusi untuk problematika umat saat ini adalah menjadikan Islam sebagai ideologi (mabda) sehingga kaum muslim mampu untuk bangkit dan memperjuangkan tegaknya Khilafah di muka bumi ini. Hanya dengan Khilafah maka seluruh Syariat Allah akan dapat dilaksanakan. Wallahua’lam
Tags
Opini