Pesta Demokrasi Sungguh Tak Punya HatiOleh : Ummu Qutuz (Ummahat dan Member AMK)Saat ini tengah berlangsung pelaksanaan Pilkada serentak di 270 wilayah yaitu 9 Propinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota. Dengan menghadirkan 486 pasangan Cakada. Pemerintah tetap ngotot untuk melaksanakan Pilkada di tengah pandemi Covid-19 yang tengah meningkat.Dilansir dari cnnindonesia.com 24/11/2020 dikabarkan bahwa lebih dari seratus orang petugas penyelenggara pemilu positif Covid-19 usai melaksanakan pemutahiran data. Dari cnnindonesia juga pada selasa 24/12/2020 memberitakan bahwa ada 70 calon pada Pilkada 2020 positif Covid-19, 3 orang meninggal.Dalam suasana pandemi Covid-19, pelaksanaan Pilkada akan menjadi ancaman serius terhadap nyawa dan keselamatan. Data per 3/12/2020 terdapat penambahan kasus covid sebanyak 8.369 dimana jumlah kematian sudah mencapai 17.355 kasus. Jumlah yang tidak sedikit. Bukankah arena pilkada akan membuat banyak orang untuk berkerumun dan hal ini tentu akan menambah lonjakan kasus Covid-19?Padahal jauh sebelumnya banyak penolakan datang dari berbagai pihak, diantaranya PBNU dan Muhammadiyah. Dua Ormas Islam terbesar itu mendesak agar pelaksanaan Pilkada serentak 2020 ditangguhkan. Namun desakan tersebut dianggap angin lalu oleh pemerintah.Pemilu dalam hal ini Pilkada merupakan pesta demokrasi yang tidak pernah bisa dilewatkan. Karena Pilkada merupakan sarana untuk memilih kepala daerah yang akan memimpin di satu wilayah. Untuk menyelenggarakan Pemilu atau Pilkada membutuhkan biaya tinggi. Tidak sedikit anggaran yang harus disiapkan bahkan hingga trilyunan rupiah. Serta prosesnya sangat rumit dan berbelit-belit. Rakyat dalam sistem demokrasi hanya dibutuhkan suaranya saja. Tidak peduli di masa pandemi seperti ini nyawa rakyat bisa hilang sia-sia. Hal itu tidak menjadi masalah bagi penguasa. Benar-benar tak punya hati.Dalam islam pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara praktis dan sederhana. Khalifahlah yang akan memilih wali atau amil sesuai kewenangannya. Tentu setelah khalifah menentukan kriteria wali yang berhak untuk memimpin wilayah kewalian. Pemilihan wali atau amil tidak dilakukan dengan uslub Pilkada seperti dalam demokrasi. Wali dipilih untuk memimpin satu wilayah yang bertugas mengurus dan menyejahterakan rakyat dengan aturan islam. Karena pemimpin itu ra'in yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyat yang dipimpinnya. Jangan sampai ada rakyat yang terlantar bahkan hilang nyawanya tanpa hak. Seperti apa yang difirmankan Allah SWT dalam Al Qur'an surat Al Maidah ayat 32 artinya :"Membunuh satu nyawa tanpa hak, ibarat membunuh manusia seluruhnya". Wallahu'alam bishshawwab
byAriani percawati
-
Berbagi:Pesta Demokrasi Sungguh Tak Punya HatiOleh : Ummu Qutuz (Ummahat dan Member AMK)Saat ini tengah berlangsung pelaksanaan Pilkada serentak di 270 wilayah yaitu 9 Propinsi, 224 Kabupaten dan 37 Kota. Dengan menghadirkan 486 pasangan Cakada. Pemerintah tetap ngotot untuk melaksanakan Pilkada di tengah pandemi Covid-19 yang tengah meningkat.Dilansir dari cnnindonesia.com 24/11/2020 dikabarkan bahwa lebih dari seratus orang petugas penyelenggara pemilu positif Covid-19 usai melaksanakan pemutahiran data. Dari cnnindonesia juga pada selasa 24/12/2020 memberitakan bahwa ada 70 calon pada Pilkada 2020 positif Covid-19, 3 orang meninggal.Dalam suasana pandemi Covid-19, pelaksanaan Pilkada akan menjadi ancaman serius terhadap nyawa dan keselamatan. Data per 3/12/2020 terdapat penambahan kasus covid sebanyak 8.369 dimana jumlah kematian sudah mencapai 17.355 kasus. Jumlah yang tidak sedikit. Bukankah arena pilkada akan membuat banyak orang untuk berkerumun dan hal ini tentu akan menambah lonjakan kasus Covid-19?Padahal jauh sebelumnya banyak penolakan datang dari berbagai pihak, diantaranya PBNU dan Muhammadiyah. Dua Ormas Islam terbesar itu mendesak agar pelaksanaan Pilkada serentak 2020 ditangguhkan. Namun desakan tersebut dianggap angin lalu oleh pemerintah.Pemilu dalam hal ini Pilkada merupakan pesta demokrasi yang tidak pernah bisa dilewatkan. Karena Pilkada merupakan sarana untuk memilih kepala daerah yang akan memimpin di satu wilayah. Untuk menyelenggarakan Pemilu atau Pilkada membutuhkan biaya tinggi. Tidak sedikit anggaran yang harus disiapkan bahkan hingga trilyunan rupiah. Serta prosesnya sangat rumit dan berbelit-belit. Rakyat dalam sistem demokrasi hanya dibutuhkan suaranya saja. Tidak peduli di masa pandemi seperti ini nyawa rakyat bisa hilang sia-sia. Hal itu tidak menjadi masalah bagi penguasa. Benar-benar tak punya hati.Dalam islam pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara praktis dan sederhana. Khalifahlah yang akan memilih wali atau amil sesuai kewenangannya. Tentu setelah khalifah menentukan kriteria wali yang berhak untuk memimpin wilayah kewalian. Pemilihan wali atau amil tidak dilakukan dengan uslub Pilkada seperti dalam demokrasi. Wali dipilih untuk memimpin satu wilayah yang bertugas mengurus dan menyejahterakan rakyat dengan aturan islam. Karena pemimpin itu ra'in yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyat yang dipimpinnya. Jangan sampai ada rakyat yang terlantar bahkan hilang nyawanya tanpa hak. Seperti apa yang difirmankan Allah SWT dalam Al Qur'an surat Al Maidah ayat 32 artinya :"Membunuh satu nyawa tanpa hak, ibarat membunuh manusia seluruhnya". Wallahu'alam bishshawwab