Pesta Demokrasi 2020, Akankah Menjadi Pesta Covid-19?



Oleh: Silmi Kaffah
(pemerhati Sosial)

Pesta demokrasi 5 tahunan untuk menentukan kepala daerah akan berlangsung di sejumlah daerah pada 9 Desember 2020 mendatang. Berbeda dari sebelumnya, Pilkada serentak 2020 diselenggarakan di tengah pandemi virus corona yang menyerang dunia, termasuk Indonesia. Aturan-aturan mengenai pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi pun telah dikeluarkan demi mencegah timbulnya lonjakan kasus baru. kompas.com (8/11/2020)

Seperti diketahui, tak sampai sepekan lagi Indonesia akan menggelar pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 dan dilaksanakan dalam masa pandemi Covid-19. Satgas Penanganan Covid-19 meminta semua pihak agar tetap mengutamakan pencegahan penularan dan menghindari terjadi kerumunan. Bisnis.com (28/11/2020)

Para penyelenggara Pilkada seperti Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) daerah ataupun tim pasangan calon, dapat membantu dalam mencegah penularan Covid-19 dengan tidak mengundang kerumunan dan menjadi contoh bagi para pemilihnya. Pastikan tidak terjadi penumpukan dan kerumunan di TPS [tempat pemungutan suara]. Bagi masyarakat, mohon perhatikan jarak aman saat mengantri di dalam dan diluar TPS," ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito dalam keterangan pers. (26/11/2020)

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyampaikan keprihatinannya terkait banyaknya jumlah calon kepala daerah dan anggota penyelenggara pemilu yang terpapar Covid-19 selama pelaksanaan tahapan Pilkada serentak 2020. "Prihatin, 70 orang calon kepala daerah terinfeksi Covid19, 4 orang diantaranya meninggal dunia. 100 orang penyelenggara termasuk Ketua KPU RI terinfeksi. Betapa besar pengorbanan untuk demokrasi. Perketat protokol kesehatan. cuitnya melalui akun media social. twitter @hamdanzoelva (27/11/2020).

Akar Masalah

Melihat fakta di atas menunjukkan bahwa penguasa saat ini sangat lemah untuk menangani wabah Covid-19 ini.  Bagaimana tidak, realita yang terjadi di lapangan saat deklarasi atau pendaftaran pasangan calon justru banyak yang tidak mengindahkan protokol kesehatan. Sehingga cikal bakal pasangan calon diduga terjangkit Covid-19 serta banyak pelanggaran aturan yang mereka lakukan. Olehnya itu, masyarakat berharap kepada penguasa saat ini agar mereka dan semua instansi yang terkait segera melakukan evaluasi. Jika tidak, pesta demokrasi ini akan berujung pada lonjakan kasus di berbagai daerah. Jangan sampai pesta demokrasi ini menjadi pestanya Covid-19 akibat pengabaian protokol pencegahan.

Adapun disisi lain bisa di lihat bahwa rakyat sudah lelah dan jenuh, yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah kerja nyata dan kesungguhan penguasa dalam menangani wabah covid-19 ini. Tentunya dengan memberikan kebijakan-kebijakan yang berorientasi pada keselamatan rakyat bukan lagi menggonta ganti kursi setiap tahunnya untuk sekedar memperbaiki Citra dengan kondisi yang tak memungkinkan untuk saat ini. Apalagi mempersoalkan tentang pilkada serentak, sehingga yang dirasa tidak penting apalagi urgen untuk dilakukan saat ini. Melainkan berpikir bagaimana caranya mencegah adanya kasus kematian karena covid-19 tidak terjadi kembali. Berpikir bagaimana caranya agar rakyat dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari tidak dihantui rasa takut terkena wabah ini.

Penguasa dalam sistem kapitalisme-sekuler memaksakan kehendaknya untuk mewujudkan keinginan para penguasa tanpa memperdulikan keselamatan nyawa rakyatnya sendiri. Oleh karenanya demokrasi dinilai tidak membawa kepada peningkatan kesejahteraan rakyat serta demokrasi sebagai sesuatu yang haram dalam Islam karena tidak sesuai dengan aturan Islam..
Solusi Dalam Islam

Dalam dunia Islam memang keberadaan seorang pemimpin semata untuk menyelesaikan permasalahan umat. Jika terjadi pandemi, tentu fokus seorang pemimpin mengutamaka pada keselamatan nyawa rakyatnya. Berbeda dengan sistem demokrasi kapitalisme, bukannya menyelamatkan nyawa rakyatnya malah menyelamatkan kursi kepemimpinannya. Memperebutkan kursi kepemimpinan walau ada wabah yang melanda serta memperbaiki citra ke masyarakat. 

Islam pun jika memilih seorang pemimpin itu ada dua prinsip diantaranya, yaitu kecakapan atau keahlian (fathanah) dan bersifat amanah (dapat dipercaya). Ini sesuai dengan Surat Al-Qashas ayat 26 yang artinya, Sesungguhnya sebaik-baik orang yang bisa kamu beri mandat adalah yang memiliki kemampuan dan dapat dipercaya.

Dalam kajian politik Islam (Siyasatul Islamiyah), memilih atau mengangkat pemimpin adalah suatu kewajiban. Ada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah). Dari hadist itu dapat dipahami, jika dalam jumlah kecil saja harus memilih pemimpin, apalagi yang berada dalam satu komunitas besar, misalnya kabupaten/kota, maka wajib memilih atau mengangkat pemimpin. Akan tetapi, kewajiban memilih pemimpin hanya untuk urusan yang dibenarkan oleh syari'ah.

Surat An-Nisa ayat 59, Allah SWT menyuruh kita untuk taat kepada pemimpin (ulil amri), Yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya serta para pemimpin di antara kalian (QS An-Nisa [4]: 59). Ayat ini menjelaskan, menaati ulil amri hukumya adalah wajib. Ulil amri adalah orang yang mendapatkan mandat untuk memerintah rakyat. Namun, ayat ini tidak berlaku untuk ulil amri yang tidak menjalankan hukum-hukum Allah atau  yang menyuruh kepada kemaksiatan. Pemimpin yang bersifat seperti ini tidak wajib ditaati. Ini akan terwujud ketika Negara Islam sudah tagak di muka bumi ini dalam bingkai daulah khilafah islamiyah.  " Wallahua'lam Bisshawab"

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak