Oleh Rifdatun Aliyah*
Kontroversi pernyataan menteri agama Yaqut Cholil Qoumas terkait pernyataannya akan melindungi jamaah Ahmadiyah dan Syiah di Indonesia kembali berlanjut. Yaqut menegaskan bahwa tak pernah menyatakan akan memberikan perlindungan khusus kepada kelompok Syiah dan Ahmadiyah.
"Tidak ada pernyataan saya melindungi organisasi atau kelompok Syiah dan Ahmadiyah. Sikap saya sebagai Menteri Agama melindungi mereka sebagai warga negara," kata Yaqut seperti dikutip dari kantor berita Antara, Jumat, 25 Desember 2020 (tempo.co/25/12/2020).
Meski demikian, didalam negara pengemban ideologi kapitalisme, sistem pemerintahan demokrasi jelas memberikan kebebasan kepada setiap warga negara untuk bebas berkeyakinan. Sehingga sah saja dalam sistem demokrasi jika ada kelompok yang berseberang dengan agama lain bahkan menistakan agama lain.
Padahal, Islam jelas melarang kelompok-kelompok penista agama Islam seperti kelompok Ahmadiyah dan Syiah. Kedua kelompok ini jelas menyalahi rukun iman dengan mengakui nabi setelah kenabian Rasulullah saw. Tak hanya itu, terdapat pula ajaran pada kelompok ini yang juga bertentangan dengan syariat Islam. Oleh karena itu, Islam menolak pengakuan kedua kelompok ini yang masih menyatakan diri bahwa mereka adalah bagian dari kelompok Islam.
Sistem demokrasi dengan konsep kebebasan sejatinya telah gagal melindungi warga negara untuk memeluk keyakinan dalam beragama. Terlebih lagi, demokrasi juga tidak mampu mengatasi konflik agama ditengah-tengah masyarakat. Hal ini pulalah yang menyebabkan sistem demokrasi tidak dapat membawa kepada kedamaian dan ketenteraman hidup.
Terlebih lagi, sistem demokrasi juga memiliki sifat hipokrit terhadap umat Islam. Lihat saja apa yang terjadi kepada Muslim Rohingya, Uyghur, Palestina dan muslim lain di negara konflik. Tak ada kebebasan bagi mereka untuk memeluk dan menjalankan ibadah sebagaimana umat beragama lain. Nyatanya, kebebasan beragama dan hak asasi manusia tidak pernah ada dan berpihak kepada kaum muslimin.
Berbeda dengan sistem demokrasi, sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah paham betul akan toleransi beragama yang telah ditetapkan nash syara’. Islam membolehkan ahli kitab untuk melakukan aktivitas ibadah sesuai keyakinan mereka. Namun Islam juga tidak membiarkan aliran sesat yang menyalahi syariat Islam berada ditengah-tengah masyarakat.
Khilafah juga akan melindungi warga negara dari upaya paksaan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang memaksa mereka untuk mengikuti kelompok sesat. Bahkan Khilafah akan melindungi warga negara dari segala tindakan kekerasan. Sanksi yang diberikan kepada kelompok sesat atau kaum murtad juga tegas sesuai dengan syariat Islam. Bagi mereka yang tidak mau bertobat maka negara akan memeranginya dan menjatuhi dengan hukuman mati.
Khilafah juga akan melakukan upaya pencegahan didalam masyarakat agar tidak muncul kelompok dan aliran sesat ditengah-tengah masyarakat. Khilafah melarang masyarakat melakukan diskusi yang membahayakan akal dan aqidah. Islam juga melarang masyarakat mengkonsumsi bacaan, tontonan atau segala hal yang dapat merusak akal dan aqidah.
Khilafah akan memberikan edukasi kepada masyarakat untuk menguatkan aqidah dan memberikan tsaqafah Islam kepada masyarakat. Masyarakat dalam sistem Khilafah juga akan membantu negara untuk melakukan pengawasan dan kontroling sebagai upaya amar ma’ruf nahi munkar. Sehingga, dalam sistem Khilafah antara negara dan masyarakat saling bersinergi. Terlebih lagi, suasana keimanan yang terus dipupuk dan dibina dalam negara Khilafah menjadi penguat atas keimanan seluruh warga negara.
* (Pengemban Dakwah Nganjuk)
Tags
Opini