Oleh : Yusi M Salimah
(Remaja, The Agent of Change)
Assalamu’alaikum teman-teman.
Ada yang inget nggak, tentang peringatan apa di tanggal 22 Desember kemarin nih...? Yupss bener banget kalau ada yang jawab tentang Peringatan Hari Ibu.
Ibu adalah seseorang yang sudah mengandung, melahirkan dan membesarkan kita dengan penuh kasih sayang. Kita sebagai anak yang sudah dibesarkan harus selalu patuh kepada orang tua kita karena rida orang tua juga rida Allah swt, sebagai mana telah disampaikan pada Hadits berikut :
“Keridhaan Allah tergantung kepada keridahaan kedua orang tua dan murka Allah pun terletak pada murka kedua orang tua”. (HR. Al Hakim).
Dalam ayat ini pun dijelaskan bahwa ibu kita mengalami tiga macam kesusahan, pertama mengandung kita, kemudian melahirkan, lalu menyusui.
وَوَصَّيۡنَا الۡاِنۡسٰنَ بِوَالِدَيۡهِۚ حَمَلَتۡهُ اُمُّهٗ وَهۡنًا عَلٰى وَهۡنٍ وَّفِصٰلُهٗ فِىۡ عَامَيۡنِ اَنِ اشۡكُرۡ لِىۡ وَلِـوَالِدَيۡكَؕ اِلَىَّ الۡمَصِيۡرُ
Artinya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (TQS. Luqman [31]: 14).
Back to topic, pada hari ibu tidak ada yang menafikan besarnya peran ibu dalam keluarga. Bahkan banyak yang berlomba-lomba untuk mengucapkan kalimat selamat hari ibu di status whatapps atau di story instagram menggunakan foto bersama ibunya.
Ada juga yang tiba-tiba berubah baik seperti tiba-tiba membantu membersihkan rumah sampai membantu ibunya memasak. Tetapi ironisnya, mereka hanya membantu di saat hari ibu saja.
Guys, hari ibu memang spesial, tapi bukan berarti kita harus membantu ibu di saat hari ibu saja. Gini deh, memangnya ibu kita membesarkan, merawat, memberikan kasih sayang ke kita cuman di hari tertentu? Tentu tidak. Ibu memberikan semua rasa sayangnya kepada kita setiap hari, bahkan setiap saat.
Namun, tugas ibu kita sekarang tidak hanya untuk memberikan rasa nyaman dengan kasih sayang saja pada keluarga, tetapi juga dituntut untuk berdaya dalam membantu ekonomi keluarga demi kesejahteraan keluarganya tercapai.
Dengan tuntutan itu lah kadang membuat seorang ibu menjadi lalai terhadap tugas dan perannya sebagai ibu di rumah. Terlebih lagi dengan seorang ibu yang bekerja di luar rumah, ia akan disibukkan dengan pekerjaan luarnya, dan jika ibu tersebut tidak memiliki pemahaman Islam akan betapa pentingnya peran sebagai ibu di rumah maka ia akan mengesampingkan tugas dan perannya di rumah sebagaimana terdapat pada firman Allah Swt :
وَقَرۡنَ فِىۡ بُيُوۡتِكُنَّ وَلَا تَبَـرَّجۡنَ تَبَرُّجَ الۡجَاهِلِيَّةِ الۡاُوۡلٰى وَاَقِمۡنَ الصَّلٰوةَ وَاٰتِيۡنَ الزَّكٰوةَ وَاَطِعۡنَ اللّٰهَ وَرَسُوۡلَهٗ ؕ اِنَّمَا يُرِيۡدُ اللّٰهُ لِيُذۡهِبَ عَنۡكُمُ الرِّجۡسَ اَهۡلَ الۡبَيۡتِ وَيُطَهِّرَكُمۡ تَطۡهِيۡرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (TQS. Al-Ahzab [33]: 33).
Kapitalisme telah menggerus peran ibu sedemikian rupa. Seperti mengurangi lowongan pekerjaan bagi laki-laki, namun sebaliknya justru memperbanyak kesempatan kerja untuk perempuan, dan banyak lagi cara bagi para kapitalis untuk merubah posisi dan peran ibu dalam keluarga. Dari yang sejatinya sosok seorang ibu adalah sebagai ibu dan sebagai seseorang yang mengatur semua yang ada di rumah, menjadi sosok baru, yaitu sebagai penopang ekonomi keluarga.
Selain sebagai penopang ekonomi keluarga, bahkan ada juga yang berada di bidang politik, dan bagi masyarakat di luar sana, itu adalah sesuatu yang membanggakan, itu adalah sesuatu yang memberikan nilai plus tersendiri bagi masyarakat.
Dengan perubahan posisi dan peran ibu dalam keluarga, maka akan hancur bangunan keluarganya. Karena tiang-tiang pengokoh itu sudah tidak lagi bekerja sebagaimanamestinya. Karena itu bangunannya akan runtuh dan hancur dengan sendirinya.
Artinya, dengan perubahan posisi dan peran ibu dalam keluarga akan sangat berpengaruh tentang bagaimana pertumbuhan dari generasi selanjutnya. Karena jika ibu itu sudah berubah posisi dan perannya, maka akan berubah juga kondisi anak keturunannya.
“Pakar ilmuan mengatakan bahwa seorang anak yang masih dibawah umur itu cenderung emosi, dari sini sangatlah penting peran seorang ibu untuk mendidik anaknya supaya mempunyai pribadi yang baik dan berpengetahuan positif.” (kompasiana.com).
Sebagaimana perubahan posisi dan peran seorang ibu dalam keluarga, Islam sebenarnya telah memberikan tuntunan yang jelas tentang posisi dan peran seorang ibu dalam keluarga.
Ibu adalah ummu wa rabbatul bait yang mampu mencetak para mujahid (pejuang).
Rasulullah saw pernah bersabda:
“Seorang wanita adalah pengurus rumah tangga suaminya dan anak-anaknya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya.” (H.R Muslim).
Posisi dan peran seorang ibu akan terjaga apabila ibu tersebut bisa menjaga dan memperkokoh iman, serta bisa menambah pengetahuan Islamnya. Tentu saja ini bukan satu-satunya cara untuk menjaga posisi dan peran ibu dalam keluarga, akan lebih mudah lagi jika posisi dan peran seorang ibu dijaga dan diperhatikan oleh suatu negara.
Suatu negara dengan tatanan yang pasti, yang bisa menjaga posisi dan peran seorang ibu. Jika negara tersebut bisa menjaga posisi dan peran seorang ibu, maka generasi keluarga dan negara tersebut akan menjadi generasi yang cemerlang, maju, bertakwa, dan penjaga peradaban Islam yang mulia.
Tentu bukan hanya cemerlang, maju dalam urusan dunia saja, tetapi juga dalam urusan pemahaman agamanya, agama Islam.
Anak harus diajarkan akhlak yang mulia, jujur, berkata baik dan benar, berlaku baik kepada keluarga, saudara, tetangga, juga menyayangi yang lebih tua, dan yang harus menjadi penekanan utama adalah akhlak (berbakti) kepada orang tua.
Pandangan Islam tentang rasa hormat yang besar pantas diberikan terhadap peran keibuan dan posisi pentingnya dalam kehidupan keluarga dan masyarakat dijaga di bawah kekuasaan Islam, hal ini membentuk pola pikir warga negara terhadap peran vital perempuan ini. Status ibu yang tak tertandingi ini dinikmati di bawah Islam terus sepanjang sejarah Khilafah. Dalam Khilafah Utsmani misalnya, peran strategis ibu meningkatkan posisi perempuan dalam masyarakat dan para ibu dihormati dan diperlakukan dengan sangat hati-hati oleh anak-anak mereka. Sebagai balasannya, para ibu menghujani anak-anak mereka dengan cinta dan kasih sayang yang sangat besar.
Abdullah Ibn Abbas ra., seorang sahabat Nabi Saw. dan ilmuwan Islam yang hebat, pernah berkata, “Aku tahu tidak ada perbuatan lain yang membawa orang lebih dekat kepada Allah daripada perlakuan baik dan hormat terhadap ibu seseorang.”
Diriwayatkan bahwa Abdullah bin ‘Umar ra., seorang sahabat Nabi Saw dan ulama besar Islam, pernah melihat seorang laki-laki Yaman melakukan Tawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Laki-laki itu berkata kepada Abdullah bin ‘Umar ra., “Wahai Abdullah ibn Umar, aku menggendong ibuku di punggungku lebih lama daripada dia membawaku di rahimnya. Wahai Abdullah, sesungguhnya aku berjalan dari Yaman, aku telah menyelesaikan setiap haji dengan menggendong ibuku. Apakah aku sudah memenuhi khidmah dan kewajibanku dalam melayani orangtuaku?”
Abdullah ibn Umar ra berkata “Tidak wahai saudaraku. Kau bahkan belum memenuhi satu napas yang ibumu keluarkan pada saat melahirkanmu!”
Zayn al-Abidin, ulama terkenal lainnya, pernah ditanya, “Kamu adalah orang yang paling baik kepada ibunya, namun kami belum pernah melihat kamu makan bersamanya dari satu hidangan.” Dia menjawab, “Saya takut tangan saya akan mengambil makanan yang matanya sudah melihat itu di piring, dan kemudian aku akan tidak mematuhinya.”
“Ciri yang begitu indah dalam karakter orang Turki adalah rasa takzim dan hormat mereka terhadap ibu, dewi mereka; diperhatikan, diakui, didengarkan dengan rasa hormat dan keseganan, dimuliakan untuk waktu yang telah dilalui dan dikenang dengan kasih sayang dan penyesalan di balik makam.” Dari ‘Kota Sultan dan Tata Krama Orang Turki pada tahun 1836’ oleh Julia Pardoe, Penyair Inggris, Sejarawan, dan Traveller.
Karena itu, Islam memiliki pandangan yang tak tertandingi tentang pentingnya peran keibuan, disertai dengan sejumlah hukum dan tugas yang ditentukan pada laki-laki dan perempuan untuk memastikan bahwa semua hal itu dilindungi dan didukung.
Di bawah kekuasaan Islam, hal ini menanamkan dalam diri perempuan suatu rasa yang sangat besar tentang tugas penting mereka sebagai penjaga rumah dan pengasuh anak-anak mereka, yang mereka lakukan dengan kesungguhan dan kepedulian yang paling serius. Hukum Syariah juga menciptakan unit keluarga yang kuat dan terpadu. Oleh karena itu, hanya khilafah, yang menerapkan Islam secara komprehensif, yang akan mengembalikan status besar yang layak dimiliki ibu dalam suatu masyarakat, akan memastikan hak dan pengasuhan efektif anak-anak terjamin, dan akan melindungi kesucian dan keharmonisan kehidupan keluarga.
Wallahu a'lam