Penanganan Covid Jalan di Tempat, Sekolah Dibuka dengan Risiko Besar

 

Oleh: Rossydatul Hasanah (Mahasiswi)

Covid-19 menjadi momok mengerikan yang tengah dihadapi dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri pandemi ini berlangsung hampir sembilan bulan, setengah juta lebih yang terjangkit dan 16 ribu lebih yang meninggal dunia. Kurva penularan Covid yang semakin menanjak tidak mengurungkan rencana pemerinah untuk melakukan pembukaan sekolah tatap muka pada Januari 2021.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim, Nadiem memaparkan keputusan pembukaan kembali sekolah berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan kementerian, lembaga terkait, pemerintah daerah, dan stakeholder bidang pendidikan.

“Ada risiko learning loss atau hilangnya pembelajaran secara berkepanjangan yang berisiko terhadap pembelajaran, baik kognitif maupun perkembangan karakter” jelas Nadiem dikutip dari Kumparan (26/11/2020).

Pembukaan kembali sekolah pada awal tahun 2021 bak memberi angin segar bagi siswa, guru, dan orang tua. Bagaimana tidak? Selama berbulan-bulan belajar online, siswa merasa jenuh dengan banyak kendala yang menyertainya, seperti masalah jaringan internet yang tidak merata, tidak memiliki gawai, ataupun stress dengan tugas sekolah yang kian banyak. Sementara, materi pelajaran kian sulit dipahami. Belum lagi kepusingan guru yang memikirkan cara mengajar efektif agar siswanya dapat memperhatikan dan memahami materi dengan baik yang mana sebelum pandemi dengan pembelajaran tatap muka saja para siswa sulit memperhatikan dan memahami apalagi sistem daring yang menyulitkan pengawasan kepada para siswa. Pun demikian dengan para orang tua, tak kalah pusing menemani anaknya belajar online di tengah kesibukan pekerjaan plus kebutuhan akan kouta internet dan gawai di tengah situasi perekonomian yang sulit akibat Covid-19.

Amankah Pembukaan Sekolah di Tengah Pandemi?

Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi, meminta pemerintah pusat dan daerah mengutamakan hak hidup dan kesehatan terlebih dahulu dibandingkan hak pendidikan. Menurutnya pembukaan sekolah tatap muka pada Januari 2021 terkesan terburu-buru dengan persiapan yang belum matang. Kak Seto menyoroti dampak dari pembukaan sekolah memicu klaster baru Covid-19. (beritasatu.com, 22/11/2020)

Serupa dengan pendapat Kak Seto, Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menyebut pembukaan kembali sekolah Januari 2021 riskan dan sangat berbahaya. Alasannya angka positivity rate di Indonesia masih tinggi, yaitu 14% bahkan hampir tiga kali lipat jika dibandingkan standar WHO sebesar 5%. Positivity rate adalah persentase perbandingan jumlah kasus positif Covid dengan jumlah tes yang dilakukan. Menurutnya, sekolah belum siap dibuka ketika angka positivity rate masih tinggi, Ia mencontohkan negara-negara Eropa dan Amerika yang membuka sekolah saat angka positivity rate di atas 10% memunculkan klaster-klaster baru sekolah, sementara Australia yang membuka sekolah saat angka positivity rate di bawah 5% tidak terjadi klaster tersebut. Menurutnya, Indonesia baru siap membuka sekolah lagi saat angka positivity rate sudah turun menjadi 5% atau di bawahnya. Sebab, angka positivity rate menunjukkan keberhasilan penanganan Covid-19 oleh pemerintah. Menurunkan angka positivity rate membutuhkan waktu dan kunci utamanya adalah penerapan 3T dan 3M. (kompas.com, 24/11/2020)

3T (Testing, Tracing, Treatment) yang dilakukan oleh pemerintah saat ini belum optimal. Testing yang dilakukan pemerintah masih rendah hanya 1,95% dari 274 juta penduduk Indonesia, belum lagi sebagian besar Testing dilakukan di daerah Jakarta alias tidak merata. Padahal Testing sangat penting dalam pengungkapan kasus konfirmasi positif Covid-19. Tracing juga tak kalah minim, Tracing di Indonesia hanya 3-4 orang jauh di bawah standar WHO 30 orang. Angka Tracing yang minim tentu akan berdampak pada penularan Covid yang semakin meluas dan tidak terdeteksi. T terakhir adalah Treatment atau perawatan. Jumlah kasus yang terus meningkat membuat rumah sakit penuh diperparah kelelahan fisik dan psikis tenaga medis menangani pasien yang terus bertambah. (liputan6.com, 27/11/2021)

Selain itu, kesadaran masyarakat akan pentingnya disiplin protokol kesehatan guna memutus mata rantai penularan Covid-19 juga rendah. 3M (Memakai masker, Mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer, dan Menjaga jarak). Ketiga komponen M banyak tidak dipatuhi masyarakat. Disiplin protokol kesehatan di masyarakat kian hari kian mengendur, tidak seketat awal pandemi dulu. Bahkan masyarakat hanya patuh saat ada razia atau penertiban dan abai di lain kesempatan. Kepatuhan akan protokol kesehatan ini pun menjadi pertanyaan utama jika nantinya sekolah kembali dibuka. Apakah anak-anak akan lebih disiplin protokol kesehatan padahal orang dewasa pun banyak yang tidak?

Mengukur Kesiapan Pembukaan Sekolah Januari 2021

Kebijakan pembukaan sekolah kembali di tengah situasi gawat ini semestinya dikaji secara mendalam dan mengukur baik-baik kesiapan setiap pihak. Mendikbud menyatakan keputusan pembukaan sekolah diserahkan kepada pemerintah daerah. Menanggapi hal tersebut, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti, menilai pemerintah lepas tanggungjawab jika keputusan pembukaan sekolah diserahkan kepada pemda. Menurutnya pemerintah pusat bersama daerah harusnya membangun sistem informasi, komunikasi, koordinasi, dan pengaduan yang terencana baik agar dapat bersinergi melakukan persiapan buka sekolah dengan infrastruktur dan protokol adaptasi kebiasaan baru (AKB) di sekolah. (kompas.com, 21/11/2020)

Ditambahkannya pembukaan sekolah tak cukup hanya penerapan protokol 3M, namun juga persiapan infrastruktur AKB hingga biaya tes swab. Persiapan tersebut tentunya membutuhkan biaya yang besar, mampukah APBD membiayainya?

Berdasarkan pantauan Retno masih banyak sekolah yang belum siap dengan infrastruktur dan protokol yang diperlukan. Pembukaan sekolah tersisa sebulan lagi, apakah dalam waktu tersebut sekolah akan siap dengan segala persiapan pembukaan sekolah?

Solusi Islam dalam Menghadapi Permasalahan Pendidikan di Tengah Pandemi

Pandemi adalah qadha dari Allah SWT, maka harus dihadapi dengan kesabaran dan keteguhan hati. Pendidikan adalah salah satu bagian penting kehidupan yang turut merasakan dampak pandemi, mengakibatkan sekolah yang dulunya di kelas menjadi sekolah di depan layar gadget. Dalam Islam, keselamatan masyarakat menjadi poin utama. Islam mengajarkan sikap antisipatif saat terjadi pandemi sebagaimana hadits Rasulullah SAW:

Dari Usamah bin Zaid, dia berkata, Rasulullah bersabda,

“Tha’un (penyakit menular/wabah kolera) adalah peringatan dari Allah Subhanu Wa Ta’ala untuk menguji hamba-hambaNya dari kalangan manusia. Maka jika kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila penyakit itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan kamu lari darinya. “(HR. Bukhari Muslim).

Sistem Islam dalam memerangi wabah sejalan dengan upaya 3M dan 3T. semestinya pemerintah lebih memaksimalkan upaya 3M dan 3T terlebih dahulu sebelum sekolah kembali dibuka. Jika sudah berhasil, barulah pembukaan sekolah bisa dilakukan demi keamanan dan keselamatan semua pihak baik siswa, tenaga pendidik, hingga keluarga.

Di balik banyaknya kendala yang menyertai pembelajaran jarak jauh (PJJ) sekarang, sesungguhnya terdapat banyak hikmah di dalamnya. Pandemi yang membatasi aktivitas luar rumah sejatinya dapat dimanfaatkan oleh guru dan orang tua dalam memberikan pendidikan sekaligus membangun karakter siswa. Pandemi dapat menjadi pembelajaran berharga penempa siswa menjadi generasi tangguh yang pantang menyerah dalam menuntut ilmu meski dalam kondisi pandemi.

Selain itu, kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dan guru dalam memahami dan memberikan pemahaman materi pelajaran dapat dijadikan koreksi sistem pendidikan dan kurikulum yang ada saat ini. Kurikulum sekolah terlihat jelas kerapuhannya meski berulang kali direvisi. Berbeda dengan sistem pendidikan Islam dengan paradigma dan tujuan berlandaskan Islam. Sistem pendidikan Islam menempatkan tsaqafah Islam dan ilmu terapan dalam porsi yang seimbang. Sehingga memunculkan suasana kebatinan guru dan siswa yang terjaga. PJJ pun takkan membuat mereka pusing sebab asas pendidikannya adalah akidah Islam.

Overall, negara memiliki peran penting dan bertanggungjawab penuh dalam mengurus urusan rakyatnya. Penanganan pendidikan di masa pandemi diperlukan upaya serius dan bersungguh-sungguh. Sebab, hak warga negara adalah memperoleh akses pendidikan dan kesehatan yang layak. Prinsip tersebut hanya mampu terpenuhi jika negara menerapkan sistem Islam secara Kaffah.

Wallahu’alam..

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak