Oleh: Fina Fadilah Siregar
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, mengizinkan pemerintah daerah untuk memutuskan pembukaan sekolah atau kegiatan belajar tatap muka di sekolah di seluruh zona risiko virus corona mulai Januari 2021. "Perbedaan besar di SKB sebelumnya, peta zonasi risiko tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka. Tapi Pemda menentukan sehingga bisa memilih daerah-daerah dengan cara yang lebih detail," ungkap Nadiem dalam konferensi pers daring dikutip dari akun Youtube Kemendikbud RI, Jumat (20/10).
"Kebijakan ini berlaku mulai semester genap tahun ajaran 2020/2021. Jadi bulan Januari 2021. Jadi daerah dan sekolah sampai sekarang kalau siap tatap muka ingin tatap muka, segera tingkatkan kesiapan untuk laksanakan ini," lanjut dia.
Nadiem mengatakan keputusan pembukaan sekolah akan diberikan kepada tiga pihak, yakni pemerintah daerah, kantor wilayah (kanwil) dan orang tua melalui komite sekolah. Ia pun menegaskan, orang tua masing-masing siswa dibebaskan untuk menentukan apakah anaknya diperbolehkan ikut masuk sekolah atau tidak. Sekalipun, sekolah dan daerah tertentu telah memutuskan untuk membuka kembali kegiatan belajar tatap muka.
Pada Agustus 2020, Nadiem terlebih dulu mengizinkan sekolah di zona kuning dan hijau untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Meskipun pembukaan sekolah di zona hijau dan kuning dilakukan dengan sejumlah syarat, seperti harus mendapat izin pemerintah daerah hingga orang tua, kebijakan ini tetap menyisakan kekhawatiran.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan masih banyak sekolah yang belum siap secara protokol kesehatan dalam penerapan kembali pembelajaran tatap muka.
Sementara Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengkritik penggunaan zonasi sebagai tolak ukur pembukaan sekolah. Sebab menurut pantauan organisasi profesi ini, banyak pula sekolah yang melanggar ketentuan pembukaan sekolah akan tetapi bebas dari sanksi.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan rezim sekuler bersifat sektoral, jauh dari meriayah masyarakat dari seluruh aspek. Disatu sisi, pemerintah melalui Menteri Pendidikan, ingin melaksanakan proses belajar mengajar secara normal kembali, namun disisi lain mengabaikan keselamatan guru, dan siswa. Seharusnya sebagai pengayom dan pelindung rakyat, keselamatan adalah prioritas utama pemerintah, namun dalam hal ini pemerintah terkesan membiarkan begitu saja dan tak peduli dengan keselamatan jiwa rakyatnya.
Kebolehan pembukaan sekolah di Januari 2021 tidak diiringi kemajuan berarti dalam penanganan covid, menempatkan rakyat pada posisi dilematis. Sebagaimana yang kita ketahui, semakin hari korban yang terinfeksi Covid-19 semakin tinggi jumlahnya. Tentu hal ini menjadi ketakutan tersendiri bagi siswa, guru serta orang tua siswa karena ada satu risiko besar yang harus ditanggung, yakni keselamatan nyawa yang terancam.
Inilah yang terjadi bila kebijakan yang diambil berasal dari sistem sekuler, dimana kebijakan yang diambil tidak akan menyelesaikan masalah, tapi malah menambah masalah baru.
Berbeda halnya dengan sistem Islam yang mampu mengatasi problem pendidikan di masa pandemi. Dalam Islam, keselamatan adalah prioritas utama. Di masa pandemi, kurikulum yang dibuat mengacu pada esensi pendidikan Islami dengan program pengembangan pemahaman tauhid, akhlak dan skill anak. Dalam hal ini, Orang tua juga turut berperan dalam memantau kegiatan belajar anak dirumah. Dengan demikian, proses pembelajaran tetap berlangsung tanpa ada rasa takut yang mengintai seperti sekarang ini.
Begitulah mulianya Islam dalam mengatasi problematika kehidupan. Tak ada satupun kebijakan yang menzhalimi. Justru menjadi solusi yang hakiki. Semua itu akan terwujud dalam satu negara yang bernama Daulah Khilafah Islamiyah. Wallahu a'lam bish showab.
Tags
Opini