By Naufa
Pemilihan Kepada
Daerah (Pilkada) tetap akan berlangsung pada 9 Desember 2020. Penetapan
tersebut berdasarkan atas keputusan Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia,
bersama Mendagri Tito Karnavian, KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP). Akan tetapi, Pilkada tahun ini berbeda dari tahun
sebelumnya. Pasalnya, Indonesia sedang mengalami pandemi Covid-19. Sehingga
akan dilakukan dengan penegakan yang disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran
protokol kesehatan Covid-19. (fixindonesia.com
24/9/2020)
Sebuah hasil
penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang Berjudul ‘Beragama di Dunia Maya:
Media Sosial dan Pandangan Keagamaan di Indonesia. Penelitian ini dilakukan
sejak tahun 2009-2019. Sedangkan latar belakang dilakukannya penelitian ini
karena media sosial merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan. (uninus.ac.id 17/11/2020)
Mengungkapkan bahwa
semua partai politik telah menggunakan narasi agama dalam menggait suara
pemilih di media sosial. Baik partai yang berbasis islam maupun partai yang
berhaluan nasionalis, hasil riset itu dilakukan terhadap dua platform media
sosial yaitu Twitter dan Youtube. Dan disebutkan factor yang memicu peningkatan
paham konservatisme beragama di media sosial.
Dalam paparan data,
narasi keagamaan di platform media sosial Twitter cenderung didominasi oleh
paham keagamaan konseratif sebesar 67,2 persen, lalu disusul paham moderat
sebesar 22,2 persen, liberal 6,1 persen dan islamis 4,5 persen.
Paham konservatif
adalah aliran keagamaan yang menjadikan hadis, doktrin, tatanan sosial yang
telah diwariskan nabi sebagai acuan utama tanpa perlu adanya kontekstualisasi.
Sementara paham moderat merupakan aliran keagamaan yang menghindari bersikap
berlebihan dalam beragama dan mengedepankan Islam sebagai realitas yang terus
berkembang.
Indonesia yang
merupakan negeri yang dimana mayoritas muslim ini, sudah tidak asing lagi tiap
kali menjelang pemilu perbincangan tentang Islam dan Umat Islam akan selalu
meningkat. Ini Karena Sistem Demokrasi yang diambil Negeri ini mengharuskan
suara mayororitas masyarakat diambil ketika pemilihan. Maka, dari itu suara
kaum muslim tidak bisa diabaikan. Jika tidak mau kalah dalam pertarungan
pemilihan.
Apalagi sekarang ini
menjelang Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) 2020 narasi agama Kembali digunakan oleh partai politik untuk meraih
dukungan dan suara rakyat yang mayoritas muslim ini sekalipun partai politik
itu bukan berbasis partai islam
Tak heran dalam sistem
demokrasi apapun bisa terjadi, karena dalam faktanya tidak ada musuh dan kawan
abadi disistem sekarang ini yang ada hanya kepentingan pribadi atau kelompok.
Atas dasar kepentingan itu semua bisa dilakukan termasuk memanfaatkan agama dan
tokoh agama, dari situlah politisasi islam dijadikan sebagai alat untuk meraih
kepentingan politik.
Umat Islam diperlukan
saat dibutuhkan saja, terus diabaikan ketika sudah tidak diperlukan lagi. Oleh
karena itu pada Pemilu seperti sekarang ini ramai elit politik memperlihatkan
dirinya seolah-olah berpihak dan peduli kepada umat islam, mendengarkan
aspirasi mereka, penampilannya pun dibuat seislami mungkin dan tidak lupa juga
menggandeng ulama agar lebih meyakinkan umat islam.
Tapi, seperti yang
sudah-sudah ketika pemilu usai dan mereka sudah meraih kursi kekuasaan. mereka
tidak peduli lagi dengan keadaan umat islam malah mereka dengan mudah menuduh
umat islam dengan tuduhan yang tidak benar. Seperti radikal, intoleran,
terorisme dan tuduhan lainnya. Tuduhan itu mereka sematkan kepada umat islam
yang memperjuankan Syariat Islam.
Penerapan sistem yang
kita jalani sekarang ini yaitu sistem Demokrasi, memang sama sekali tidak
sejalan dengan Islam, sistem ini tidak memberikan jalan hukum islam diterapkan
ditengah-tengah kehidupan. Proses pengambilan keputusan dalam sistem demokrasi
berdasarkan suara mayoritas terbanyak.
Namun, kerinduan umat
terhadap kepemimpinan islam tak bisa dialihkan dan ditutup-tutupi lagi.
Kehadiran partai politik islam idiologis
yang mampu memimpin dan menggerakkan mereka pada perubahan yang hakiki
dengan tegaknya Daulah Khilafah Islamiyah kemuliaan umat akan diraih dan partai
politik seperti ini yang akan terus bersabar memahamkan umat terhadap urgensi
dan kewajiban penegakkan syariat islam serta sadar bahwa hidup, mati dan
kemuliaan mereka hanya ada dengan tegaknya sistem islam bukan pada tegaknya
sistem sekuler demokrasi.
Adapun menurut syekh Taqiyuddin
an-Nabhani dalam kitabnya Pembentukan Partai Politik Islam ciri partai politik
islam yang idiologis adalah memiliki Fikrah Islam, memiliki Thariqoh Islam,
Individu yang menginternalisasi Fikrah dan Thariqoh Islam dan Ikatan yang
shahih diantara anggotanya.