Pemberdayaan Perempuan: Meningkatkan Kualitas dan Produktivitas Keluarga di Tengah Pandemi. Sebuah Solusikah?



Oleh: Ummu Shafwan

Sejak awal Maret 2020 hingga hari ini kita masih berada dalam kondisi pandemi Covid-19. Hampir seluruh sektor terdampak, tidak hanya kesehatan. Sektor ekonomi juga mengalami dampak serius akibat pandemi Covid-19 ini. Hal ini juga berdampak pada kaum perempuan dan anak sehingga diklaim banyak masalah yang terjadi menimpa perempuan dan anak akibat dari pandemi virus    corona ini. 

Menurut data global terbaru lembaga yang menangani kesetaraan gender di bawah naungan PBB yaitu UN Women, pandemi virus corona dapat menghapus perjuangan selama 25 tahun dalam menciptakan kesetaraan gender.
Berdasarkan data itu, kaum perempuan kini lebih banyak melakukan pekerjaan rumah tangga dan mengurus keluarga akibat dampak Covid-19. Kesempatan mendapatkan akses atas pekerjaan dan pendidikan bisa hilang, dan perempuan mungkin menderita kesehatan mental dan fisik yang lebih buruk. Beban dalam merawat dan mengasuh menimbulkan “risiko nyata untuk kembali ke stereotip gender era 1950-an”, kata Wakil Direktur Eksekutif UN Womwn Anita Bhatia. (BBC Indonesia, 26/11/2020)

Hal yang disorot UN Women adalah dampak Covid-19 bagi eksistensi perjuangan kaum gender yang selama ini mereka gaungkan. Seperti kesetaraan dalam pekerjaan dan aktivitas domestik bagi perempuan.

Dilansir dari Republika, 26/11/2020, panggilan hotline nasional untuk kekerasan dalam rumah tangga meningkat lima kali lipat di beberapa negara setelah kebijakan bekerja dari rumah mulai diberlakukan selama wabah. 

Tak terkecuali hal ini juga terjadi di provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Melansir dari Bangkapos.com, 19/11/2020, sampai saat ini sudah ada 176 kasus masalah perempuan dan anak yang dilaporkan kepada Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Kependudukan Catatan Sipil dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) Bangka Belitung. Kasus-kasus tersebut, paling banyak berasal dari ibu kota provinsi yaitu kota Pangkalpinang. 

Menurut  M Adha Al Kodri, ketua Forum Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA), dilihat dari penyebaran pandemi di provinsi Kepulauan Bangka Belitung berdampak besar terhadap ketahanan keluarga. (Bangka.tribunnews.com, 19/11/2020)

Benarkah Covid-19 Menambah Beban Perempuan? 

Selama terjadinya pandemi Covid-19, pembatasan pergerakan, isolasi sosial, dan kemerosotan ekonomi menyebabkan semakin rentannya perempuan dan kekerasan dalam rumah tangga. Karena dengan banyaknya perempuan yang tidak lagi bekerja dianggap sebagai penambah beban dalam keluarga dan telah terjadi ketimpangan gender.

Untuk mengatasi permasalahan ini, maka DP3SCSKB provinsi Kepulauan Bangka Belitung bekerjasama dengan PUSPA mengadakan webinar  bertema Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Keluarga di Tengah Pandemi secara daring, Kamis (19/11/2020).

Kepala DP3ACSKB, Susanti mengatakan bahwa kegiatan ini sangat penting dan dapat bersinergi dengan baik dengan pemerintah, sebab semuanya harus berperan untuk pemberdayaan perempuan dan anak. Oleh karena itu, peran perempuan menjadi penting untuk membantu keluarga atau membantu suami dalam menjaga ketahanan keluarga.

Perempuan harus meningkatkan kualitas diri dengan berbagai produk bernilai ekonomis yang dihasilkan. Semakin banyak produk yang dihasilkan maka akan semakin tinggi produktivitas         kaum perempuan.

Semakin tinggi produktivitas maka akan semakin meningkat penambahan ekonomi keluarga dan semakin kuat ekonomi keluarga sehingga akan semakin meningkatkan kesejahteraan, khusus bagi perempuan dan anak itu sendiri.

"Perempuan akan menjadi mandiri, tidak lagi selalu mengharapkan sesuatu dari orang tua atau suami. Ini tentunya yang diharapkan dari pelaksanaan webinar ini," ungkap Adha. (Bangka.tribunnews.com,19/11/2020).

Jika ditelaah lebih jauh lagi, benarkah pandemi ini menjadi penyebab utama meningkatnya masalah yang terjadi pada perempuan?

Lalu siapa yang menjadi dalang yang menyatakan bahwa dengan meningkatkan perdayaan perempuan akan mampu mensejahterakan perempuan?   

Pandemi Bukan Satu-Satunya Sumber Masalah Perempuan

Dari sini bisa lihat bahwa para pegiat gender yang berada dalam naungan PBB yaitu UN Women lah yang menjadi dalangnya. Mereka  seolah mengkambinghitamkan Covid-19 sebagai sumber utama meningkatnya masalah yang terjadi pada perempuan. Menurut mereka untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan dapat dilakukan melalui pemberdayaan perempuan.

Menganggap pandemi penyebab bertambahnya beban perempuan merupakan pangkal dari paradigma pemikiran gender itu sendiri. Ide kesetaraan gender yang menitikberatkan pada kesetaraan perempuan dan laki-laki dalam segala aspek. Bagi mereka, perempuan harus berdaya dan mandiri secara ekonomi. Menurut mereka, status ibu rumah tangga adalah bentuk diskriminasi dan marginalisasi bagi kaum perempuan. 

Ide pemikiran gender tumbuh subur karena sistem Sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan inilah yang menjadi sumber dan biang masalah yang sesungguhnya. Sebuah sistem  yang dianut oleh mampir sebagian besar negara-negara di belahan dunia ini, yang menjadikan Kapitalisme            sebagai pilarnya.
Dari sekuler kapitalisme inilah akhirnya melahirkan berbagai permasalahan yang menimpa             kaum perempuan yang sesungguhnya telah mengobrak-abrik tatanan kehidupan berkeluarga              dan bermasyarakat.

Seperti tergerusnya fitrah perempuan sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak, yang disebabkan oleh pemikiran sekuler-liberal. Akibat tuntutan  kesetaraan ini sesungguhnya telah mengobrak-abrik tatanan kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.

Terjadinya ketidakharmonisan dalam rumah tangga juga disebabkan oleh tuntutan kesejahteraan gender dalam tugas domestik. Para perempuan lebih memilih untuk bekerja demi membantu memenuhi kebutuhan keluarga, bahkan tak sedikit para  perempuan yang memang sengaja mengejar karier mereka daripada mengatur rumah tangga keluarganya.
Ide ini membayangi ketahanan keluarga. Angka perceraian meningkat seiring dengan masifnya penyebaran feminisme di ranah keluarga. Pada akhirnya, anak-anak menjadi korban keculasan ide gender. Anak-anak kehilangan sosok panutan.

Kemudian para pegiat gender mengatakan kekerasan seksual kerap menimpa kaum perempuan. Tidakkah mereka meyadari mereka bahwa kehidupan sekuler liberallah sebagai pemicunya. Maraknya eksploitasi terhadap kaum perempuan atas nama kebebasan berekspresi sehingga kehormatan mereka tak terjaga karena kehidupan sekuler yang jauh dari agama. Hal ini tentu membuka peluang dan kesempatan untuk terjadinya tindak asusila terhadap kaum perempuan. Sistem sanksi yang lemah menambah banyaknya angka kriminalitas.

Pegiat gender juga mengklaim kemiskinan melanda kaum perempuan. Pada dasarnya, kemiskinan pada perempuan terjadi lantaran sistem kapitalistik yang memiskinkan mereka. Sistem ekonomi yang ditopang kapitalisme menjadikan roda perekonomian hanya berputar di kalangan kapitalis. Dan perempuan hanya dijadikan sebagai mesin ekonomi bagi negara.

Adapun pandemi Covid-19, ia hanyalah second effect. Bukan pemicu utama permasalahan perempuan. Akar masalah perempuan sesungguhnya bermula dari ide kesetaraan yang digagas kaum gender dan sistem kapitalisme yang tengah dijalankan saat ini.
Solusi Tuntas Menyelesaikan Masalah Perempuan.

Untuk dapat menyelesaikan permasalahan  dan beban berat yang dihadapi oleh perempuan selama masa pandemi ini diperlukan solusi yang tepat yaitu dengan solusi Islam. Kenapa harus dengan solusi Islam? Karena solusi ini sudah pernah dipraktekkan selama ratusan tahun dan terbukti berhasil. Perempuan 100% sejahtera tanpa harus memaksanya bekerja.

Cara Islam untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah sebagai berikut. Pertama, sistem Islam meminta semua laki-laki dewasa harus menafkahi isteri dan anak-anaknya serta kerabat perempuan yang mampu dia tanggung.
Kedua, jika tidak ada suami atau ayah yang bisa menafkahinya, maka tugas itu diambil alih langsung oleh negara Khilafah Islam.

Ketiga, adalah tugas negara Islam memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan secara gratis ke semua rakyatnya.

Dengan strategi ini, maka hak ekonomi perempuan sudah dijamin sejak dia lahir sampai menua. Mengapa? Karena ada peran strategis yang membutuhkan fokus konsentrasi dan quality time perempuan. Mencetak generasi pemimpin, berkualitas, dan cemerlang. Dan perempuan juga masih bisa berkiprah di masyarakat jika dia menginginkan hal itu. 
Dengan strategi menegakkan institusi khilafah Islam mampu mensejahterakan perempuan berabad-abad lamanya dan memberikan posisi yang mulia bagi perempuan dan dihormati semua lingkungan disekitarnya.
Wallahua’lam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak