Pariwisata ‘Jurassic Park’, Siapa yang Diuntungkan?



Oleh: Dini Koswarini
Mahasiswi Islami

Foto seekor komodo yang menghadang truk berisi material sempat viral dan menjadi trending topic di jagat maya. Belakangan diketahui, jika truk tersebut merupakan bagian dari pembangunan proyek “Jurassic Park” di Taman Nasional Komodo. Akibatnya, publik pun ramai menolak proyek tersebut sampai tagar #savekomodo menjadi topik terpopuler di Twitter. 
Hal ini bahkan membuat media asing pun ikut menyoroti pembangunan lokasi wisata yang menghabiskan dana sebanyak Rp69,96 milyar tersebut.

Di kesempatan lain, Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan alasan pemerintah yang akan tetap mempromosikan pariwisata komodo di Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut karena komodo merupakan hewan yang hanya ada di Indonesia sehingga memiliki nilai jual tinggi. Pembangunan ‘Jurassic Park’ di Pulau Rinca itu adalah bagian dari pembangunan infrastruktur Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo di Provinsi NTT. Pemerintah berencana menjadikan Taman Nasional Komodo sebagai pariwisata kelas dunia (world class tourism) dan menarik investasi. (Cnnindonesia, 27/11/2020)

Sektor pariwisata saat ini memang menjadi primadona yang cukup menggiurkan. Hal ini didukung dengan pola sikap masyarakat yang sangat gemar dengan liburan. 
Lalu sebenarnya siapa yang diuntungkan dari pembangunan proyek wisata tersebut? Benarkah pembangunan proyek wisata akan melindungi habitat komodo?
Jika melihat kondisi masyarakat di sekitar wisata, nyatanya tak mendapat perhatian utama dari pemerintah. Misalnya saja di Kabupaten Manggarai Barat, NTT, ada tiga kecamatan yang menjadi langganan krisis air bersih, yaitu kecamatan Boleng, Kecamatan Welak, dan Kecamatan Komodo. 
Kota Labuan Bajo merupakan wilayah yang paling sering mengalami krisis air bersih. Padahal di wilayah ini banyak dikunjungi wisatawan karena pesona alamnya yang luar biasa.

Sungguh ironi bukan? 
Apabila yang diuntungkan adalah hewan endemik seperti komodo, bukannya hewan tersebut biasa hidup di padang rumput terbuka, hutan belukar, dan terkadang di pesisir pantai. Apa jadinya bila habitat mereka diubah menjadi tempat wisata? Tentu mereka terusik. 
Wakil Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Edo Rakhman, memandang proyek pembangunan ini masih belum banyak kajiannya, “Saya melihat proyek pembangunan ini, menurut pemerintah akan menjadi wisata ekskulsif, tapi menurut kami proyek itu tanpa ada basis keilmuan.” (Liputan6, 29/10/2020)
Ketua Tim Kampanye Hutan Greenpeace, Arie Rompas menilai pemerintah menabrak regulasi mereka sendiri. Taman Nasional Komodo merupakan kawasan konservasi yang tidak bisa diintervensi oleh manusia dan bisnis. Menurutnya pembangunan ini akan mempertegas pemerintahan Jokowi tidak lagi memiliki perspektif perlindungan lingkungan. (Tirto, 27/10/2020)
Inilah wajah kerakusan pemerintah kapitalis. Hewan pun ikut terancam akibat penerapan sistem ini. 
Lalu, bagaimana Islam memandang hal ini? Bagaimana pula cara khilafah mengatur wilayah konservasi?
Perlu diketahui bahwa sumber tetap perekonomian negara khilafah terdiri atas empat bidang, yaitu pertanian, perdagangan, industri dan jasa. Adapun sumber dana lainnya yaitu harta fai’, kharaj, jizyah, ghanimah, zakat, dan dharibah.
Khilafah sebagai negara mandiri tidak menjadikan pariwisata sebagai sumber perekonomian negara. Dalam islam, objek wisata bertujuan sebagai sarana dakwah dan di’ayah (propaganda). Objek wisata yang dimaksud bisa berupa keindahan alam dan peninggalan bersejarah dengan maksud sebagai sarana memahamkan Islam kepada wisatawan.
Maka dengan begitu, tentu saja sekalipun adanya objek wisata akan dipertimbangkan secara matang. Apa keuntungannya untuk umat, untuk habitat yang ada disekitarnya, bahkan untuk agama Islam. 
Sebab, Islam melarang segala bentuk jenis kegiatan yang merusak lingkungan, makhluk hidup, dan alam. Perlindungan Islam terhadap hewan terlihat dengan adanya larangan membunuh hewan tanpa tujuan dan alasan yang jelas. 
Islam mengajarkan kasih sayang bukan hanya kepada manusia tapi juga terhadap hewan. Sungguh ajaran kasih sayang dalam Islam sangat sempurna dan menakjubkan.
Terbukti dari hadis riwayat Abu Daud, “Suatu ketika Rasulullah Saw. Melihat seekor burung yang terpisah dari induknya. Beliau lalu menegur dan bersabda, “Siapa gerangan yang telah menyakiti perasaan burung ini karena anaknya? Kembalikanlah kepadanya anak-anaknya.”
Alangkah indahnya Islam mengatur permasahalan sebuah negara. Sehingga dalam keputusan yang ditetapkannya tidak hanya manusia saja yang akan sejahtera, begitupun dengan alam, dan hewan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak