Oleh : Yani Rusliani
(Pendidik Generasi dan Aktivis Dakwah)
Utang Indonesia bertambah lagi. Bahkan jumlahnya cukup besar dalam waktu yang relatif berdekatan atau tak sampai 2 minggu. Total utang baru Indonesia bertambah sebesar lebih dari Rp 24,5 triliun.
Rincian utang luar negeri itu berasal dari Australia sebesar Rp 15,5 triliun dan dari Jerman sebesar Rp 9,1 triliun. Pemerintah mengklaim, penarikan utang baru dari Jerman dan Australia dilakukan untuk mendukung berbagai kegiatan penanggulangan pandemi Covid-19. (kompas.tv, 21/11/2020)
Sri Mulyani mengatakan pinjaman dari pemerintah Australia merupakan dukungan yang memberikan ruang bagi pemerintah Australia untuk melakukan manuver kebijakan dalam penanganan pandemi. Sementara pinjaman utang dari Jerman digunakan pemerintah untuk mendirikan rumah sakit, pendidikan di Makasar dan Malang.
Hampir seluruh pembangunan infrastruktur di Indonesia tidak ada satu pun yang terbebas dari utang.
Perkara utang dianggap bukan suatu masalah. Justru menjadi solusi jitu bagi rezim. Rezim malah bangga karena dianggap utang Indonesia relatif baik dibanding negara-negara lain di dunia. Meski utang Indonesia naik 36-37 persen dari sebelumnya yang katanya hanya 30 persen. Maka, tak perlu heran jika Indonesia berada pada posisi ke tujuh setelah Cina, Brasil, India, Rusia, Meksiko dan Turki. Hal ini dikarenakan, di era kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf getol sekali mengeluarkan surat berharga dan harus dibayar mahal se-Asia yaitu 8 persen.
Anehnya, Staf Khusus Menkeu Bidang Fiskal dan Makro Ekonomi, Masyita Cristallin menyatakan bahwa utang Indonesia masih cukup aman karena utang tersebut merupakan utang jangka panjang. Hal ini senada dengan pernyataan Menkeu, keduanya menganggap tidak ada masalah apa-apa yang ditimbulkan dari utang.
Apakah utang luar negeri Indonesia bisa terlunasi dengan jangka waktu yang sudah ditetapkan? Ataukah justru akan menambah kembali utang baru yang akan semakin menjerat Indonesia dalam kubangan ribawi?
Padahal Indonesia memiliki potensi Sumber Daya Alam yang beraneka ragam. Ada potensi hutan, laut, sumber daya mineral dan energi. Tetapi potensi SDA yang begitu besar belum berhasil mengentaskan kemiskinan seluruh rakyat negeri ini. Masyarakat masih kesulitan membiayai pendidikan, kesehatan dan perumahan.
Kemiskinan merupakan kegagalan rezim dalam mengelola perekonomian negeri ini. Rezim kapitalis sebenarnya telah gagal dalam mengelola SDA. Utang dijadikan solusi untuk menutupi kegagalan mereka.
Dalam sistem kapitalis, utang berperan dalam penempatan modal awal yang akan digunakan untuk memulai suatu usaha. Padahal tidak terasa didalammya mengandung riba yang justru akan menjerat pelakunya. Sementara dalam Islam, utang tidak menjadi pilihan untuk menyelesaikan berbagai masalah ekonomi negara. Karena pengelolaan pemasukan negara yang berasal dari kepemilikan negara seperti 'usyur, fa'i, ghanimah, kharaj, jizyah dan lain sebagainya. Selain itu pemasukan negara dapat diperoleh juga dari kepemilikan umum seperti pengelolaan hasil tambang, minyak bumi, gas, hutan dan lain sebagainya.
Dapat dipastikan ledakan utang tidak akan terjadi dalam kepemimpinan Islam. Negara bertanggung jawab atas harta kepemilikan negara dan umum tanpa adanya liberalisasi dalam aspek ekonomi. Harta baitul mal juga selalu mengalir tanpa adanya jerat utang ribawi. Dengan demikian, kemandirian dan kedaulatan negara dapat terjaga dan potensi pemenuhan kebutuhan anggaran dari luar negeri dapat dihindari.
Hendaknya penguasa negeri ini menyadari bahaya utang bukan hanya akan menjadikan rakyat sengsara tetapi kedaulatan negara akan terancam.
Maka saatnya beralih dari sistem kapitalis menuju sistem Islam agar negeri ini aman, tenang dan penuh keberkahan karena terbebas dari segala jeratan utang ribawi dan terlebih lagi terbebas dari laknat Allah Swt.
Wallahu'alam bishawab.
Tags
Opini