Nasib Guru Honorer Kala Pandemi



Oleh: Nanda 



Sudah pendapatan di hari-hari normal minim. Ditambah lagi dalam situasi pandemi seperti sekarang ini. Nasib guru honorer benar-benar mengenaskan. Karena bukan hanya sistem pendidikan saja yang ikut kena imbas. Di masa pandemi, perekonomian guru honorer ikut terpuruk.

Ketua Forum Honor Pendidik Tenaga Kependidikan Negeri (FHPTKN) Kota Cirebon, Kusmana SSoS MSi mengatakan, Hari Guru Nasional (HGN) di masa pandemi mempunyai rasa ketakutan tersendiri. Di samping melawan pandemi, masih ada keresahan akan status dan kesejahteraan para guru honorer. Kusmana juga menyesalkan pendidik dan tenaga kependidikan non PNS sama sekali belum tersentuh bantuan Covid-19 dari pemerintah. (radarcirebon.com/09/12/2020)

Secara terpisah, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemendikbud Iwan Syahril mengaku sudah melakukan ragam upaya untuk membantu guru honorer selama pandemik. Salah satunya dengan fleksibilitas penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Hal tersebut telah diatur dalam Permendikbud 19/2020 tentang perubahan atas Permendikbud 8/2020 tentang Petunjuk Teknis BOS Reguler. “Permendikbud sebelumnya pembayaran gaji guru honorer 50 persen dari dana BOS. Karena pandemik COVID-19, kepala sekolah dibebaskan menggunakan BOS sesuai kebutuhan pembayaran,” ujarnya. (tirto.id/10/12/2020)

Sungguh tidak adil nasib yang dialami para guru honorer ini. Padahal guru honorer kebanyakan memiliki tugas atau beban yang sama dengan guru berstatus PNS yang sudah menerima gaji tetap dan lebih layak besarannya. 

Masa pandemi ini menjadi lebih sulit bagi mereka, karena pembelajaran jarak jauh (PJJ) terlihat sekali banyak kendala di lapangan. Banyak guru-guru yang harus berkeliling ke rumah para siswanya. Hal itu dikarenakan keluarga mereka sama sekali tidak memiliki ponsel sebagai sarana PJJ. Walhasil, semakin banyak energi bahkan biaya yang harus dikeluarkan para guru ini.

Paradigma sistem pendidikan di negeri ini patut dipertanyakan. Apakah pendidikan menjadi hal yang dianggap penting dan  krusial? Jika ya, mengapa justru faktor penunjang pendidikan, yaitu ketersediaan tenaga didik yang andal selalu menjadi masalah yang berkepanjangan? 

Padahal yang namanya pendidikan sangat ditentukan oleh tenaga pengajarnya, baik jumlah mau pun kualitasnya. Namun dari tahun ke tahun, jumlah guru honorer selalu meningkat, kisah penderitaannya pun tidak pernah sepi dalam pemberitaan media.

Nasib buruk yang dialami guru honorer di negeri ini tak lain dan tak bukan adalah akibat diterapkannya sistem kapitalisme sekuler. Berulangnya kisah penderitaan mereka telah memperjelas bahwa sistem pendidikan yang bertumpu pada kapitalis-sekuler telah gagal dalam memberikan solusi dan jaminan kesejahteraan bagi para guru.

Jika kita menelaah penerapan sistem pendidikan dalam Islam,  sungguh sangat berbanding terbalik dengan kondisi saat ini. Berawal dari paradigma mendasar bahwa pendidikan adalah salah satu hak warga negara yang harus dijamin oleh negara, maka negara Khilafah Islamiyyah akan menjamin kebutuhan masyarakatnya.

Ibnu Hazm dalam kitab  Al Ahkaam menjelaskan, seorang kepala negara (Khalifah) berkewajiban memenuhi sarana-sarana pendidikan, sistemnya, dan orang-orang yang digaji untuk mendidik masyarakat.

Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, dari Sadaqoh ad-Dimasyqi, dari al-Wadl-iah bin Atha; bahwasanya ada tiga orang guru di madinah yang mengajar anak-anak, dan Khalifah Umar bin Khaththab memberi gaji lima belas dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas; bila saat ini harga 1 gram emas Rp800rb saja, berarti gaji guru pada saat itu setiap bulannya sebesar Rp51.000.000).

Maka jelas kesejahteraan guru dalam naungan Khilafah Islam sangat dijamin. Selain mereka mendapatkan gaji yang sangat besar, mereka juga mendapatkan kemudahan mengakses sarana-prasarana untuk meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya.


*(mahasiswi kampus Cirebon) 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak