Oleh: Ida Farida, S.Pi
Stunting di Indonesia
Stunting pada anak didefinisikan sebagai masalah gizi akut yang diakibatkan oleh asupan gizi yang masuk dalam tubuh kurang memenuhi standar dalam kurun waktu lama. Kondisi ini bisa terjadi mulai dari anak masih berada dalam kandungan dan efeknya baru nampak saat ia sudah berusia 2 tahun.
Kementerian Kesehatan di tahun 2019 sebelum pandemi mencatat sebanyak 6,33 juta balita stunting dari populasi 23 juta balita di Indonesia. Angka stunting Indonesia berada di urutan ke-4 dunia. Prevalensi balita stunting di Indonesia pada 2019 yakni 27,7 persen. Jumlah yang masih jauh dari nilai standard WHO yang seharusnya dibawah 20 persen.
Stunting menjadi masalah global karena masalah ini erat kaitannya dengan kemiskinan. Kemiskinan menjadikan keluarga sulit mengakses makanan bergizi dan cukup untuk memenuhi pertumbuhan anak2 mereka baik selama dalam kandungan maupun di 2 tahun kehidupan awalnya.
Stunting bagi sebuah negara adalah malapetaka masa depan. Karena akan lahir generasi dengan kondisi lemah. Dampak jangka pendek antara lain terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pada pertumbuhan fisiknya, serta gangguan metabolisme.
Dampak jangka panjangnya, stunting yang tidak ditangani dengan baik sedini mungkin akan menurunkan kemampuan kognitif otak, kekebalan tubuh lemah sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi munculnya penyakit metabolik seperti kegemukan, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah.
Bahaya tersebut menjadikan stunting merupakan masalah besar bangsa. Yang harus segera di selesaikan. Namun mampukah negara yang menerapkan sistem demokrasi ini menyelesaikan kasus stunting ?
Demokrasi tidak akan mampu mengatasi stunting
Kemiskinan akut yang menimpa negeri ini merupakan masalah sistemik dari salah urus negara. Masalah mendasarnya karena penerapan demokrasi. Demokrasi telah menjadikan para kapitalis menguasai negeri baik secara langsung melalui investasi pada kekayaan milik umat, ataupun secara tidak langsung dengan menguasai pemegang kekuasaan. Sehingga mereka mampu mensetir kebijakaan negara sesuai dengan kepentingan usaha mereka.
Mulai dari hulu, produksi pangan sampai hilir yaitu distribusi diserahkan negara pada perusahan-perusahaan. Ketergantungan pada impor, harga barang yang mahal karena tergantung pada harga internasional, monopoli usaha adalah konsekuensi ketiadaan negara dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.
Pengerukan kekayaan milik umat ini oleh para kapitalis, pada akhirnya menjadi rakyat harus membiayai seluruh kebutuhan hidupnya sendiri seperti kesehatan, pendidikan dan keamanan dengan harga mahal. Ditambah dengan beban beragam pajak dari negara. Biaya hidup yang mahal dan kurangnya jaminan ketersediaan pekerjaan menjadi sebagian besar rakyat jatuh dalam kemiskinan struktural.
Karenanya salah satu kebutuhan pemenuhan kebutuhan pokok berupa pangan berkualitas dan memenuhi kecukupan gizi menjadi sulit. Dampaknya adalah pada anak yang dilahirkan menjadi banyak yang berstatus stunting.
Karenanya bila sistem demokrasi ini berusaha menghapus kasus stunting bagaikan mimpi Kosong disiang bolong alias mustahil tercapai.
Hanya Khilafah Solusi untuk Stunting
Soal pemenuhan kebutuhan pokok sandang, pangan dan papan tiap kepala rakyat dijamin oleh khilafah secara tidak langsung. Negara betul-betul memastikan tiap rakyatnya mampu untuk memenuhi kebutuhan ini dengan mudah, murah dan berkualitas.
Kebijakan pemenuhan pokok ini terintegrasi dari hulu sampai hilir. Mulai dari kebijakan produksi hingga distribusi dikelola oleh negara. Negara mengimplementasikan politik pertanian Islam untuk berswasembada pangan. Menjalankan politik ekonomi Islam salah satunya dengan menerapkan kebijakan pengelolaan kekayaan milik rakyat berupa tambang, hutan, laut oleh negara untuk kemaslahatan rakyatnya.
Dari kebijakan ini negara akan mampu membiayai pendidikan, kesehatan dan keamanan tiap rakyatnya secara langsung. Walhasil rakyat tidak terbebani oleh pemenuhan kebutuhan ini karena dijamin oleh negara.
Dengan kebijakan tersebut ketersediaan lapangan pekerjaan dalam sistem khilafah terbuka luas. Memungkinkan setiap kepala keluarga untuk bisa bekerja dan mendapatkan upah yang layak dan mampu memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secaral berkualitas. Kemiskinan struktural tidak akan terjadi, rakyat terjamin kesejahteraannya. Karenanya kasus stunting karena tidak terpenuhinya gizi anak tidak akan terjadi.
Bahkan khilafah memiliki kebijakan khusus dengan memberikan tunjangan kepada bayi semenjak dilahirkan. Kebijakan ini ditetapkan pada masa Umar bin Khattab dengan mengunakan dana Baitul Mal.
Begitu besar perhatian Khilafah dalam urusan ini karena Islam berkehendak melahirkan generasi yang sehat,cerdas dan kuat. Generasi yang akan mampu mengemban tugas utama hidupnya untuk menyebarkan Islam Rahmatan Lil alamain ke seluruh alam.
Wallahu alam bishowab
Tags
Opini