Oleh : Ina Siti Julaeha S.Pd.I
Pengajar dan Aktivis Muslimah
Kejahatan demi
kejahatan terus berulang. Seakan menjadi angin lalu yang tidak menyisakan bekas
berupa efek jera bagi pelaku tindak kejahatan. Maraknya aksi persekusi, dan
tindak kejahatan terhadap aktivis Islam, imam masjid, pendakwah, ulama dan
penyeru keadilan kembali terjadi. Berita kian hari semakin bertambah, namun
sayangnya tidak ada hukum tegas dari pemerintah agar pelaku tidak semakin
jumawa. Seperti berita duka yang baru-baru ini menimpa anggota laskar FPI yang
terbunuh dalam upaya penjagaan terhadap Imam Besar Habib Rizzieq Shihab pada
saat perjalanan menuju tempat pengajian keluarga.
Sekretaris Umum
Front Pembela Islam atau FPI Munarman membeberkan enam nama laskar yang diduga
diculik orang tak dikenal. Menurut dia, keenam laskar telah dibunuh."Nama-nama
laskar yang dibunuh sewenang-wenang Fais, Ambon, Andi, Reza, Lutfil, dan
Kadhavi," kata dia dalam pesan singkatnya. Munarman menyampaikan mobil
yang ditumpangi enam laskar itu bernomor polisi B 2152 TBN. Terdapat kerusakan
pada pintu mobil setelah terjadi penghadangan di dekat pintu Tol Karawang Timur
pada Senin dinihari, 7 Desember 2020. (TEMPO. Co 7/12/2020).
Dalam keterangan pers yang dirilis pada Rabu (9/12),
Front Pembela Islam (FPI) membeberkan kondisi enam jenazah laskarnya yang ditembak
mati polisi. FPI menyebut, keenam laskar itu memiliki titik bekas luka yang
serupa, yakni sama-sama mengarah ke organ jantung.
"Bahwa pada seluruh jenazah syuhada terdapat lebih dari satu lubang
peluru. Tembakan terhadap para syuhada tersebut memiliki kesamaan sasaran,
yaitu semua tembakan mengarah ke jantung para syuhada," demikian bunyi
keterangan pers resmi FPI yang ditandatangani Ketua Umum FPI KH Ahmad Shabri
Lubis dan Sekretaris Umum FPI Munarman, Rabu (9/12).
Berdasarkan keterangan ahli yang melihat bekas tembakan saat jenazah
dimandikan, kata Shabri, diketahui tembakan dilepaskan dari jarak dekat. Selain
itu, tembakan dilepaskan dari bagian depan dan bagian belakang badan para
laskar. (Republika.co.id 10/12/2020).
Jika kita
menelusuri dengan jelas kasus yang menimpa anak bangsa ini, bahwa korban
bukanlah orang jahat. Mereka bukan pemabuk, koruptor jahat, pemakai narkoba
atau berbuat zina, dan bukan orang yang berbuat kriminal. Mereka yang menjadi
korban tewas adalah pemuda yang menjadi penjaga ulama. Tujuan mereka semata-mata
untuk sebuah kebaikan. Menjaga dan melindungi ulama dari berbagai kejahatan
tanpa membawa senjata apapun. Sebab tujuan mereka bukan untuk merusak dan
berbuat jahat. Pengwalan itu murni untuk memastikan bahwa IB Habib Rizzieq dan
keluarga sampai di tempat pengajian subuh keluarga.
Simpang siurnya
berita yang beredar semakin menjelaskan bahwa aparat keamanan negeri ini
bersikap tidak transparan. Perbedaan berita dari dua kubu yakni pemerintah dan
FPI menandakan bahwa ada sebuah kebohongan yang keji atas peristiwa penyerangan
ini. Bertolak belakangnya berita antara
FPI dan pemerintah begitu jelas. Pemerintah menuduh bahwa FPI yang menyerang
dan melakukan terror kepada polisi, padahal justru rombongan Habib Rizzieq
menjadi korban dalam pengejaran dan penguntitan. Bahkan Habib dan sekeluarga
mendapatkan intimidasi dan aksi teror oleh para penjahat. Namun sayangnya
kebohongan begitu Nampak. Dusta dari penguasa seakan jelas melindungi para
pelaku kejahatan.
Fitnah dan ujian
fisik memang kerap menimpa para pembela kebenaran. Para pendakwah yang menyeru
jalan Allah dan Rasul-Nya pasti akan berjumpa dengan penghadang yakni orang
munafik dan orang yang fasik. Tantangan dakwah adalah sebuah kepastian dalam
perjuangan. Namun bersama ujian dan cobaan dalam membela kebenaran pertolongan
Allah SWT akan selalu tercurahkan. Syafaat Rasulullah kelka di yaumul akhir
akan menjadi balasan indah atas kepedihan dalam meniti jalan Islam.
Pembunuhan 6
Laskar FPI menjadi bukti pemerintah abai tehadap nasib rakyatnya. Minimnya
perlindungan atas keamanan warganya begitu memprihatinkan. Sehingga nyawa
terenggut dengan paksa dan membawa rasa pilu mendalam di hati keluarga tercinta
dan seluruh umat Islam. Para penjahat bersikap keji, tanpa kesalahan apapun
pemuda-pemuda mujahid itu gugur.
Padahal dalam
al-Qur’an Allah Ta'ala berfirman: "Dan orang-orang yang tidak
mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan
Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Dan barangsiapa
melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat." (QS Al-Furqan Ayat 68)
Islam melarang
keras untuk menzalimi orang yang tidak bersalah, apalagi merenggut
nyawanya. Pembunuhan bukanlah perkara biasa. Syariat menggolongkan pembunuhan sebagai dosa besar kedua setelah syirik.
Membunuh seorang manusia tanpa hak diumpamakan dengan membunuh semua manusia. Sebagaimana firman-Nya:
Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena
orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka
bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya." (QS
Al-Maidah: 32)
Balasan bagi
pelaku pembunuhan sangatlah besar baik dunia dan akhirat. Dalam sistem
pemerintahan Islam maka sanksi tegas bagi pembunuh adalah di qishash. Hukum dan
syariat telah mengatur dengan jelas bahwa pembunuh harus dibunuh. Agar membawa
efek jera dan bisa menjadi pelajaran penting, bahwa tidak ada kezaliman yang
dibiarkan begitu saja, Terlebih beratnya siksa akhirat bagi pembunuh seorang
mukmin. Murka Allah dan azab yang besar menjadi balasan atas perbuatan dosa
yang dilakukan.
Sebagaimana
firman Allah SWT, "Dan barang siapa
membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah Neraka
Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta
menyediakan azab yang besar baginya." (QS. An-Nisa' Ayat 93).
Sistem demokrasi
seakan menlindungi para pelaku kejahatan. Minimnya rasa takut akan dosa
sepertinya terkikis habis. Sehingga para penjahat bisa berbuat keji kepada
siapa pun. Kekuasaan dan harta seakan menjadikan pelakunya bebas dari jerat
hukum. Sistem busuk inilah justru sebagai akar persoalan negeri ini. Kejahatan,
keburukan, kesengsaraan, dan penderitaan umat atas diterapkannya sistem busuk
demokrasi seharusnya segera dihentikan dengan berganti kepada sistem khilafah
‘ala minhajinnubuwah yang menjadi pelindung bagi seluruh manusia. Bukan hanya
bagi warga muslim, melainkan kepada seluruh makhluk Allah di bumi.
Dengan peristiwa
ini umat muslim seharusnya kembali meningkatkan kesadaran berpikir umat. Islam
politik tidak bisa dijauhkan dari arah perjuangan umat. Islam dan pemerintahan harus bersumber dari
hukum Allah dan rasul-Nya. Umat membutuhkan sebuah pelindung dan penjaga atas
agama dan jiwa mereka. Oleh karenanya perjuangan mewujudkan kehidupan Islam
dalam naungan khilafah adalah sebuah kewajiban. Dengan khilafah umat Islam
memliki kekuatan besar dalam menjaga syariat Islam dan terhindar dari segala
kedzaliman.
Menyatukan
kesadaran berpikir umat adalah dengan menjadikan masyarakat merindukan hadirnya
sistem pemerintahan Islam. Yang dapat menyatukan pemikiran umat, perasaan dan
aturan agar semuanya tunduk kepada akdah Islam. Menjadikan dakwah dan jihad
sebagai kewajiban yang disyariatkan. Sebab Islam tanpa politik tidak bisa
ditegakkan. Dan politik tanpa Islam akan berbuah kerusakan. Umat Islam butuh
junnah/ perisai yang mampu menjaga keamanan dan nyawa manusia dari semua tindak
kezaliman.
Maka masihkan
kita berharap keadilan dalam sistem demokrasi kapitalis yang penuh kezaliman?
Wallahu a’lam
bisshawab.