Oleh: Ummu Fatih II
Pluralisme agama adalah paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama. Kebenaran setiap agama adalah relatif. Setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar, sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan hidup berdampingan di surga.
Berdasarkan fakta demikian, MUI menegaskan bahwa pluralisme agama hukumnya haram. Pluralisme agama bertentangan dengan ajaran agama Islam (Lihat: Fatwa MUI nomor 7/Munas VII/MUI/11/2005).
Pluralisme agama telah lama dipropagandakan di Tanah Air. Ahmad Wahib dianggap sebagai salah satu tokoh generasi awal pengusung pluralisme agama di Indonesia. Propaganda pluralisme agama tak pernah berhenti hingga kini. Umumnya propaganda pluralisme agama ini dilakukan oleh kaum liberal.
Untuk meyakinkan kaum Muslim bahwa Islam mengakui pluralisme, kalangan liberal tidak segan-segan untuk memanipulasi makna ayat-ayat al-Quran. Salah satunya firman Allah SWT berikut:
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Sungguh orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar mengimani Allah dan Hari Akhir serta beramal salih, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran kepada mereka. Tidak pula mereka bersedih hati (TQS al-Baqarah [2]: 62).
Ayat al-Quran ini biasa mereka jadikan dalil atas keabsahan pluralisme agama. Pemahaman seperti itu tentu salah karena dua alasan. Pertama: Karena mengabaikan ayat-ayat lain yang menjelaskan kekafiran golongan Yahudi dan Nasrani serta kaum musyrik. Misalnya firman Allah SWT:
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُولَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Sungguh kaum kafir dari kalangan Ahlul Kitab (Yahudi dan Nasrani) dan kaum musyrik (akan masuk) ada di Neraka Jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk (QS al-Bayyinah [98]: 6).
Kedua: Karena yang dimaksud dengan orang Yahudi, Kristen dan Shabiin yang selamat adalah mereka yang mengimani Allah SWT dan menjalankan amal salih secara benar sebelum kedatangan Muhammad saw. (bukan orang Kristen dan Yahudi sekarang) (Lihat: kitab Lubab an-Nuqul karya Imam as-Suyuthi dan Asbab an-Nuzul karya Al-Wahidi). Pemahaman semacam ini pula yang dijelaskan oleh Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, pakar fikih dan tafsir dari Suriah, di dalam kitab tafsirnya, Al-Wajiz.
Jelas, dalam pandangan Islam, kaum Yahudi dan Nasrani saat ini adalah kafir (Lihat: QS al-Maidah [5]: 73; QS at-Taubah [9]: 30). Mereka ini, kata Rasulullah saw., akan dimasukkan ke dalam neraka.
Paham pluralisme agama jelas batil dan wajib ditolak. Setidaknya karena 4 (empat) alasan. Pertama: Secara normatif pluralisme agama bertentangan secara total dengan Aqidah Islam. Kedua: Asal-usul paham pluralisme bukanlah dari Islam, tetapi dari sekularisme Barat. Ketiga: Dalam pelaksanaannya, Gereja tidak konsisten. Keempat: Pluralisme diklaim bertujuan untuk menumbuhkan hidup berdampingan secara damai (peacefull co-existence), toleransi dan saling menghormati antarumat beragama. Faktanya, justru kaum Kristen dan rezim sekular di Barat sering tidak toleran terhadap kaum Muslim. Dari keempat gugatan terhadap pluralisme di atas, jelas ide pluralisme agama adalah batil dan wajib ditolak.
Saat ini tampak begitu massif arus opini tentang intoleransi. Seolah negeri ini darurat intoleransi. Yang aneh, tudingan intoleransi sering ditujukan kepada Islam dan umatnya.
Padahal jelas, Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi. Wujud toleransi agama Islam adalah menjunjung tinggi keadilan bagi siapa saja, termasuk non-Muslim. Islam melarang keras berbuat zalim serta merampas hak-hak mereka (Lihat: QS al-Mumtahanah [60]: 8). Islam mengajarkan untuk tetap bermuamalah baik dengan orangtua walaupun tidak beragama Islam (Lihat: QS Luqman [31]: 15).
Dalam lintasan sejarah peradaban Islam, praktik toleransi demikian nyata. Hal ini berlangsung selama ribuan tahun sejak masa Rasulullah Muhammad saw. sampai sepanjang masa Kekhalifahan Islam setelahnya. Intelektual Barat pun mengakui toleransi dan kerukunan umat beragama sepanjang masa Kekhilafahan Islam.
Namun demikian, toleransi beragama tentu berbeda dengan sinkretisme agama sebagai salah satu ekspresi dari paham pluralisme agama. Sinkretisme agama adalah pencampuradukan keyakinan, paham atau aliran keagamaan. Hal ini terlarang di dalam Islam. Contohnya perayaan Natal bersama, pemakaian simbol-simbol agama lain, ucapan salam lintas agama, doa lintas agama, dll. Semua ini bukan toleransi. Pencampuradukan ajaran agama semacam ini merupakan refleksi dari paham pluralisme yang haram hukumnya di dalam Islam.
Alhasil, umat Islam tak membutuhkan paham pluralisme. Cukuplah aqidah dan syariah Islam yang menjadi pegangan hidup mereka. Keduanya merupakan sumber kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Aqidah dan syariah Islam sekaligus juga menjadi kunci kebangkitan Islam. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwa dengan berpegang teguh pada akidah dan syariah Islam, umat Islam tampil sebagai umat terbaik yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Itu terjadi sepanjang Kekhilafahan Islam selama tidak kurang dari 13 abad. WalLahu’alam.
Tags
Opini