Oleh : Riyulianasari
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva menyampaikan keprihatinannya terkait banyaknya jumlah calon kepala daerah dan anggota penyelenggara pemilu yang terpapar Covid-19 selama pelaksanaan tahapan Pilkada serentak 2020.
"Prihatin 70 orang calon kepala daerah terinfeksi Covid-19, 4 orang diantaranya meninggal dunia," cuitnya melalui akun media sosial twitter @hamdanzoelva, Jumat (27/11/2020).
Tidak hanya calon kepala daerah saja yang terinfeksi Covid-19, tetapi Hamdan juga menyoroti banyaknya anggota penyelenggara pemilu yang juga terinfeksi virus Corona (Covid-19).
"100 penyelenggara termasuk Ketua KPU RI terinfeksi [Covid-19]. Betapa besar pengorbanan untuk demokrasi," ujarnya.
Nampaknya Pilkada di Indonesia akan tetap digelar walaupun di tengah situasi meningkatnya jumlah orang yang terkena wabah covid 19.
Tapi berbeda ketika umat menyambut kedatangan ulama besar, pemerintah menegakkan hukum karena melanggar protokoler kesehatan, padahal rakyat tidak di undang untuk menyambut kedatangan ulama. Berbeda dengan Pilkada, rakyat memang di undang dan diminta untuk mencoblos. Seharusnya penerapan aturan berlaku untuk semua rakyat termasuk aparat ataupun pengusaha.
Penerapan peraturan hukum yang lahir dari sistem kapitalisme Demokrasi selalu menciptakan kecemburuan sosial di tengah tengah masyarakat, tolok ukur perbuatan juga dilihat dari kepentingan dan manfaat. Maka pelanggaran hukum kerap terjadi, akibatnya sering terjadi perselisihan, saling bertentangan, saling menuntut, saling melaporkan dan lain sebagainya. Tidak ada standar kebenaran dalam Sistem Demokrasi, kebenaran dilihat dan diukur berdasarkan akal pikiran manusia, bukan berdasarkan hukum yang diturunkan Allah SWT.
Sistem Demokrasi kapitalisme benar-benar merusak akal manusia. Manusia berfikir dan berbuat sesuai dengan hawa nafsunya. Sedangkan fungsi akal di dalam islam adalah untuk memahami ayat ayat Allah SWT. Dan manusia akan dihisab di yaumil akhir berdasarkan hukum hukum Allah.
Dalam sistem kapitalis Demokrasi, manusia bisa melanggar hukum yang dibuatnya sendiri demi untuk sebuah kepentingan pribadi atau kepentingan golongannya, bukan untuk kepentingan seluruh rakyat seperti jargon jargon Demokrasi.
Bahkan setelah terpilih, mereka sibuk dengan proyek proyek para kapitalis pengusaha, negara pun fokus mengurus kasus kasus korupsi. Sementara rakyat dilanda banjir bandang, kriminalitas yang tiada henti menimpa mereka.
Di dalam sebuah hadis yang sudah sangat dikenal, bahwa Rasulullah SAW bersabda : Sesungguhnya yang merusak/membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka dulu apabila orang mulia di antara mereka yang mencuri, maka mereka membiarkanya; tetapi kalau orang lemah di antara mereka yang mencuri maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku akan memotong tangannya.”
Hadis ini menunjukkan bahwa hukum harus ditegakkan dengan adil, tidak tebang pilih. Hal inilah yang memicu individu individu akhirnya mengambil tindakan sendiri, karena mereka merasakan ketidakadilan hukum dan hukum itu sendiri tidak memuaskan akal manusia, tidak menentramkan hati dan tidak sesuai dengan fitnah beragama.
Sejarah membuktikan bahwa selama diterapkan hukum syariah islam oleh negara dalam semua aspek kehidupan, tindak kejahatan bisa diminimalisir, bahkan hanya terjadi beberapa kasus dalam satu tahun. Dan tidak sulit menerapkan peraturan, karena umat manusia terbiasa taat kepada hukum hukum Allah SWT dan mereka melihat dan merasakan keadilan penerapan hukum hukum syariah islam. Negara bukan hanya melarang warga negaranya untuk berkumpul ketika ada wabah, tapi negara menyampaikan dakwah yang menguatkan aqidah umat agar semakin yaqin kepada Allah SWT dan setiap orang taat menjalankan peraturan yang diterapkan negara, demi kemaslahatan bersama. Negara yang mampu menerapkannya adalah Negara Khilafah yang telah dicontohkan Rasulullah SAW.
Wallahu alam bishawab.