LEDAKAN UTANG YANG MENGANCAM NEGARA



ANI HAYATI,  S.HI (UMM ROZAN)

Utang Indonesia bertambah lagi. Bahkan jumlahnya cukup besar dalam waktu yang relatif berdekatan atau tak sampai dua minggu.
Totalnya utang baru Indonesia yakni bertambah sebesar lebih dari Rp 24,5 triliun. Utang baru tersebut merupakan kategori pinjaman bilateral.
Rincian utang luar negeri itu berasal dari Australia sebesar Rp 15,45 triliun dan utang bilateral dari Jerman sebesar Rp 9,1 triliun.
Dengan dalih bahwa pemerintah mengklaim, penarikan utang baru dari Jerman dan Australia dilakukan untuk mendukung berbagai kegiatan penanggulangan pandemi Covid-19. (Kompas.TV, (18/11/2020).

Meskipun kekayaan Indonesia melimpah ruah tapi pemerintah tidak memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya, justru memberikan kepada para capital untuk mengelolah dan menikmatinya. Ini menunjukan keberpihan terhadap kaum pemodal di tambah lagi dengan adanya ledakan utang yang membludak  yang  tak patut dibanggakan karena  menunjukkan kegagalan pemerintah mengelolah SDA dan kekayaan negeri terlebih di tengan kondisi pademi covid-19 saat ini. Justru dengan berhutang menambah masalah baru pada generasi mendatang sekaligus menjadi ancaman bagi kedaulatan  negeri ini. Jika utang semakin tinggi, maka jumlah kas  Negara untuk  membayar  cicilan utang dan bungan juga makin besar. Akibatnya kapasitas APBN untuk  pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat makin terbatas.

Dilansir dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang digelar secara virtual pada 21-22 November ini memunculkan kesepakatan dari sejumlah negara yang paling rentan menghadapi dampak pandemi Covid-19 untuk bisa melakukan perpanjangan cicilan utang hingga pertengahan tahun 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pada acara The 5th G20 Finance Ministers and Central Bank Governors Meeting yang diselenggarakan secara daring pada Jumat, (20/11/2020), disepakati adanya perpanjangan masa cicilan utang.
disepakati adanya perpanjangan  masa cicilan utang  tersebut dinamakan Debt Service Suspension Inisiative (DSSI).
Kata Sri Mulyani, DSSI adalah inisiatif untuk memberikan fasilitas relaksasi bagi pembayaran utang negara-negara rentan, yang saat ini dihadapkan pada kondisi ekonomi dan fiskalnya yang sangat sulit.( CNBC Indonesia, 20/11/2020).

Utang yang diberikan oleh Negara Kapitalis kepada Negara berkembang termasuk Indonesia adalah salah satu cara menjajah dalam bentuk ekonomi terhadap Negara yang menerima utang tersebut, untuk dijadikan tumbal, diambil  dan disedot segala harta dan kekayaannya  oleh Negara pemberi utang. Sebab ini adalah konsekuensi penerapan system demokrasi buah dari aturan manusia yang terbatas dan lemah.
Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan Islam yang menerapakan hukum Allah dalam semua aspek kehidupan termasuk utang. Dalam system  pemerintahan Islam  tidak akan  mengambil hutang luar negeri sebagai sumber pendapatan negara karena akan mengancam kedaulatan negara dan haram karena mengandung riba. 
Dalam Negara Islam  (Khilafah)  system  keuangan Negara berdasarkan Syariat Islam di sebut baitulmal yang relative stabil serta di kelolah untuk kemaslahatan bersama. 
Sungguh jika kita kembali kepada aturan yang di turunkan Allah subhanallahu wataala  dengan membebaskan Negeri ini dari cengkraman ekonomi kapitalis Liberal dengan membuang  utang sebagi solusi atas skema pembiayaan dan pembangunannya,  lalu beralih menggunakan system  keuangan  dalam  Islam  (Baitul Mal) yang terbukti kuat dan stabil, Insyaa Allah Negeri ini akan terbebas  dari setiran asing yang berujung  menzalimi rakyat. Wallahu a’alam bishawab.




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak