Oleh:
Rifdah Nisa
Harapan
pupus. Terkuak Mentri sosial Juliari Batubara sebagai tersangka kasus dugaan
suap bantuan corona. KPK menyebut total uang yang diterima Juliari Batubara
sebesar Rp. 17M (www.detiknews.com). Kabar yang semakin mengiris hati rakyat.
Bagaimana tidak rakyat harus berjuang melawan covid 19 di tengah-tengah
perekonomian mandeg. Banyak usaha domestik gulung tikar selama masa pandemi,
sementara biaya hidup semakin meroket. Harapan satu-satunya bertumpu pada
bantuan pemerintah. Namun bantuan tersebut justru dikorupsi oleh oknum
pemerintah sendiri.
Entah
dimana hati pemerintah ini. Hak rakyat berupa bansos Corona harus mereka
rampas. Sedang rakyat berjibaku melawan Covid19 dalam kondisi kekurangan
sandang pangan. Oknum atau sistem yang salah?. Menjadi pertanyaan besar ketika
melihat penerapan sistem walau berhati rezim, korupsi tak bisa terbasmi. Bahkan
adanya KPK sendiri tidak mampu mengatasi korupsi dinegeri ini.
Korupsi
membudaya dalam sistem demokrasi. Hal yang membuat korupsi membudaya adalah
hukuman yang berlaku bagi koruptor diistimewakan. Sudah menjadi rahasia umum
koruptor mendapat fasilitas mewah di lembaga kemasyarakatan. Belum lagi ketika
putusan hakim bisa dibeli, maka mereka akan mengajukan banding ke pengadilan
hingga hukuman diringankan. Bahkan dibeberapa kasus koruptor bisa jalan-jalan
diluar lembaga kemasyarakatan sekalipun masih dalam masa tahanan. Inilah
gambaran hukuman yang berlaku bagi koruptor dalam sistem demokrasi. Bukan efek jera yang didapat namun sebaliknya
di istimewakan.
Berbeda
dalam pandangan Islam. Koruptor adalah perbuatan yang menyebabkan kerugian
terhadap negara, selain menyebabkan kemiskinan dan ketidakadilan. Maka dari itu
Islam tegas dalam menerapkan hukum bagi pelaku korupsi. Hukuman bagi koruptor
adalah qhisos, hukuman ini akan
memberi efek jera bagi koruptor. Sehingga mereka akan berfikir puluhan kali
jika hendak melakukan korupsi. Hukuman ini tidak akan ditemui dalam sistem
demokrasi.
Penyebab
tindak korupsi dalam sistem demokrasi karena biaya yang mereka keluarkan untuk
masuk kedalam parlemen tidak sedikit sehingga ketika kekuasaan itu telah diraih
bagaimana modal beserta keuntungan bisa kembali sebelum masa jabatan usai.
Wallahua'lam
bishowwab