Oleh: Ratna Juwita
UNICEF mendefinisikan stunting sebagai kekurangan gizi anak usia 0 hingga 59 bulan, hingga berdampak terganggunya pertumbuhan, dengan tinggi di bawah minus satu (untuk kategori sedang dan berat) dan minus tiga (untuk kategori kronis) yang diukur dari standar pertumbuhan anak dari WHO. Tidak hanya pertumbuhan yang terhambat, stunting pada anak juga berkaitan dengan perkembangan otak yang kurang maksimal. Hal ini menyebabkan kemampuan mental dan belajar yang di bawah rata-rata dan bisa berakibat pada prestasi sekolah yang buruk. Selain itu stunting dan kondisi lainnya yang terkait dengan kurang gizi juga dianggap sebagai salah satu faktor beberapa penyakit, seperti obesitas, hipertensi, kematian akibat infeksi, dan diabetes.
Indonesia sendiri berada di urutan ke-4 dunia dan kedua di Asia Tenggara, bahkan negri zamrud khatulistiwa ini berada dibawah (lebih buruk) dari Vietnam dan Malaysia! dalam hal balita stunting. Pemerintah diingatkan untuk melakukan evaluasi pembangunan keluarga agar persoalan ini teratasi (Merdeka.com). "Butuh kerja keras dan serius untuk menurunkan angkanya. Pemerintah harus mengevaluasi pembangunan keluarga karena hulu persoalan ada di sana. Bagaimana kita bisa mencetak SDM unggul jika stunting masih menghantui calon generasi bangsa," kata Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher dalam keterangan pers, Minggu (20/12).
Kemudian menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Muhajir Effendi mengatakan, Presiden Joko Widodo menginginkan hanya satu badan khusus yang menangani persoalan stunting di tanah air. Harapannya agar hasilnya lebih maksimal. Usaha demi usaha terus digulirkan, namun tidak membuahkan hasil yang maksimal. Rencana pembentukan badan khusus maupun dengan mendesakkan UU pembangunan keluarga hanyalah harapan kosong. Sebab antara rencana dan aksi dilapangan seringkali tidak sinkron. Demikian pula solusi yang dilaksanakan hanya bersifat pragmatis tidak menyentuh akar masalah.
Stunting bukan sekedar masalah yang berdampak jangka pendek, namun Ibarat penyakit, dia adalah penyakit yang mematikan. Bahkan Stunting adalah masalah besar yang berdampak jangka panjang yang bisa menghancurkan masa depan generasi sebuah bangsa! Oleh karena itu, problem stunting mesti disikapi sebagai ancaman yang amat serius. Pemerintah negara beserta jajarannya seharusnya berkolaborasi mengambil sikap tegas serta membuat kebijakan menyeluruh, mengakar dan komprehensif. Sehingga masalah ini tidak terus berulang, bagai lingkaran setan.
Disisi lain solusi komprehensif pun sulit bahkan mustahil terwujud dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negri ini dan dunia. Sistem serakah dan licik ini yang selalu berpihak hanya pada kaum kapital telah menciptakan jurang yang dalam antara si kaya dan si miskin. Kebijakan yang dihasilkan sangat pro korporasi. Kemiskinan, kelaparan adalah fenomena umum negeri-negeri kapitalisme. Bagaimana mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sementara bidang pertanian dianak tirikan, konsesi lahan bagi korporasi, seperti alih fungsi lahan subur untuk infrastruktur, pengurangan pupuk bersubsidi demi industri kimia (padahal biaya produksi oertanian 75% dari pupuk) sedangkan harga produk pertanian jatuh petani merugi, fakta baru lalu dimana 20 juta lebih rakyat mengalami kelaparan, rawan gizi justru adalah dari kalangan petani kecil. Selain itu kapitalisme menerapkan mekanisme pasar dalam distribusi barang termasuk bahan pokok, sehingga tidak ada pemerataan, dan kue pembangunan hanya dinikmati si kaya.
Langkah preventif pertama yang harus dilakukan pemerintah adalah, menjamin ketahanan pangan yang layak. Rakyat tercukupi pangan bukan hanya sekedar kenyang namun harus bergizi terutama bagi balita dan anak dalam memenuhi tumbuh kembangnya. Kemudian komitmen negara dalam menghapus dan mengatasi kemiskinan dengan memegang kendali harga bahan pangan, bukan dikuasai oleh para kartel swasta, dan tidak mengandalkan impor. Selanjutnya pemerintah harus membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya agar rakyat yang mejadi tulang punggung keluarga mampu memenuhi nafkah keluarga. Realitas kapitalisme tak mampu menjawab semua.
Langkah kuratif, penanganan stunting harus dilakukan secara intensif, maka pemerintah wajib memfasilitasi layanan kesehatan. Pelayanan kesehatan rakyat harus secara gratis dan berkualitas. Pemulihan stanting harus segera dilakukan jangan sampai terlambat dan menjadi fatal akibatnya. Dalam memenuhi kebutuhan hidup yang layak harus didukung faktor yang layak pula. Yaitu pangan, lingkungan dan kesehatan yang layak. Kapitalisme demokrasi selama ini terbukti gagal mengatasi lingkaran setan kemiskinan dan stanting.
Islam sebagai agama agung, telah menorehkan tinta emas kehidupan manusia dalam berbagai aspek. Kemajuan ilmu pengetahuan hingga kesejahteraan masyarakat turut menjadi catatan gemilang ketika peradaban Islam tegak di muka bumi. Kesejahteraan hidup benar-benar dirasakan setiap individu masyarakat pada waktu itu. Produksi pangan berlimpah karena ditunjang visi kuat negara khilafah yang menempatkan sektor pertanian sebagai sektor utama dan strategis dalam mewujudkan kedaulatan negara yang berdaya.
Satu orang saja yang mengalami kelaparan segera diatasi. Seperti tindakan Khalifah Umar bin Khattab yang bersegera memenuhi kebutuhan pangan keluarga miskin dengan stok pangan baitul mal secara memadai. Politik ekonomi khilafah menjamin pemenuhan kesejahteraan bagi setiap individu masyarakat, jangankan jutaan penduduk kelaparan atau kurang gizi, satu orang saja gizi buruk, khalifah tidak boleh diam! Semua ditunjang kekuatan ekonomi khilafah yang kuat berdaulat. Fakta otentik dan empiris semua ini tertulis dengan tinta emas!
Agar dapat solusi tuntas, kasus stunting hendaknya diatasi dengan solusi dari Islam. Karena Islam adalah ideologi yang ketika diterapkan akan memberikan solusi yang sesuai fitrah, memuaskan akal, dan memberikan ketenangan jiwa.
Negara Khilafah benar-benar menunaikan mandatnya selaku khadimul ummah (pelayan umat) dengan melaksanakan sabda Rasulullah saw., “Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya” (HR Bukhari).
Selanjutnya, Khilafah memberikan jaminan ketahanan dan pembangunan keluarga yang berlandaskan akidah Islam. Agar keluarga mampu menjadi pilar peradaban. Khilafah juga akan menjamin keberlangsungan pendidikan generasi. Agar di samping menjadi generasi muslim kuat dan sehat, mereka juga terjaga dalam keimanan dan ketakwaan. Hanya khilafahlah yang mampu melahirkan pemimpin yang menjadi khadimul ummah (pelayan umat) sehingga mampu wujudkan pembangunan berorientasi keluarga dan pembangunan SDM (Sumber Daya Manusia) unggul dan bebas stunting....Wallahu'alam bi ash shawab.
Tags
Opini