Kekuasaan Dinasti Diusung Sistem Demokrasi

 


Oleh : Marsitin Rusdi
( Praktisi Kesehatan )

Pesta demokrasi baru saja di gelar beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 09 Desember 2020 pemilihan kepala daerah seluruh Indonesia secara serentak. Dengan berbagai bentuk pesta yang diselenggarakan untuk memenuhi semaraknya pesta demokrasi. Layaknya pesta pernikahan segala macam sajian diupayakan untuk memberikan kepuasan pada mereka yang datang karena ingin menghargai tamunya. Namun pesta kali ini disuguhkan berbagai menu pilihan untuk mendapat simpati pemilihnya agar terpilih menjadi pimpinan dalam penyeelenggaraan kehidupan di daerah masing-masing.

Tidak peduli situasi dan kondisi saat ini yang penting pilkada berlangsung. Wabah Covid-19 bukan jadi soal bila untuk pilkada, berbeda dengan kegiatan lain. Selain Pilkada bentuk berkerumun kena pidana, bahkan pesta pernikahan saja tidak diijinkan mengundang lebih dari 20 orang. Hal ini sangat di rasakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah. Bahkan  salat Jumat pun diawasi. Kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak diperbolehkan apalagi pengajian.

Masyarakat merasa terbelenggu dengan kebijakan penguasa yang tidak berpihak sedikit pun pada rakyat. Langkah yang diupayakan justru menyulitkan rakyat dan menimbulkan masalah baru. Karena faktanya setelah pilkada kasus Covid-19 meningkat hampir diseluruh wilayah.

Sudah menjadi tradisi sistem demokrasi dan bukan rahasia lagi, untuk mengupayakan kemenangan dengan menggunakan trik dan intrik politik yang tidak jauh dari politik uang (money politic). Para calon kepala daerah yang dicalonkan harus memiliki uang yang banyak hingga hitungan bukan juta lagi namun miliyar, untuk mendapatkan dukungan dari rakyat. Entah dari mana uang sebanyak itu mereka dapatkan yang penting pilkada harus berlangsung. Betapa mahalnya harga pemilihan pemimpin pada sistem demokrasi hingga membutuhkan dana sekian banyaknya.

Selain politik uang ada politik  perkawinan untuk mendapatkan kekuasaan dalam pilkada,yaitu trik cloning perkawinan antara politikus mapan dengan anak pejabat yang bertujuan membangun dinasti kekuasaan untuk mensejahterakan kalangan tertentu saja. Hasilnya sudah dipastikan akan menang. Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak tahun 2020 semakin menunjukkan penguatan dinasti politik. Berdasarkan hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei dan Sistem Informasi dan Rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (Sirekap KPU), sederet kandidat yang terafiliasi dengan pejabat dan mantan pejabat memenangi pesta politik lima tahunan tersebut.

Tidak tanggung-tanggung keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi) berada dalam deretan tersebut. Putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang berpasangan dengan Teguh Prakosa unggul telak atas pasangan Bagyo-Supardjo di Pilwalkot Surakarta. Pasangan Gibran-Teguh mengantongi 87,15% suara berdasarkan hasil hitung cepat Charta Politika. Menantu Jokowi, Bobby Nasution yang berpasangan dengan Aulia Rachman unggul atas pasangan Akhyar Nasution-Salman Al Farisi di Pilwalkot Medan. Pasangan Bobby-Aulia mengantongi 55,29% suara berdasarkan hasil hitung cepat Charta Politika. (Jurnalisme Data 15 Desember 2020 ).

Seperti yang dilansir oleh media Merdeka.com Pada Pilkada serentak 2020, calon kepala daerah yang berasal dari keluarga Ratu Atut bakal bisa dipastikan menyapu kemenangan di tiga daerah; Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang dan Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil sementara perhitungan surat suara di website Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jumat (11/12) pukul 19.15 WIB, untuk Pilkada Serang, perolehan suara Ratu Tatu Chasanah-Pandji Tirtayasa sebesar 64.4 persen atau setara 186.427 suara. Sedangkan lawannya, Nasrul Ulum-Eki Baihaki mendapatkan 35.6 persen atau 103.067 suara. Sedangkan dalam quick count dari lembaga survei LSI Denny JA, perolehan suara adik Ratu Atut ini sebanyak 62,50 persen, sedangkan Nasrul 37,50 persen. Tanto Warsono merupakan menantu Ratu Atut (suami dari Andiara Aprilia), yang maju sebagai calon Wakil Bupati Pandeglang berpasangan dengan Irna Narulita. Keduanya merupakan paslon petahana. Di Pilkada Tangerang Selatan (Tangsel), keponakan Ratu Atut yang juga putra Ratu Tatu, Pilar Saga Ichsan sebagai calon wakil wali kota berpasangan dengan Benyamin Davnie mendulang banyak suara. Paslon nomor urut 03 ini mengantongi 110.902 suara atau setara dengan 40.6 persen.

Uang limapuluh ribu rupiah , sudah cukup menjadi harga nurani untuk dipaksa memilih mereka yang belum tentu memperhatikan mereka ke depannya. Belum tentu yang ia pilih bisa menyelenggarkan tanggung jawab dengan amanah. Selama ini memilih hanya karena tidak enak karena ada tali persaudaraan, ada tali kekerabatan, ada hubungan family, ada hubungan perkawinan, sehingga mereka tidak focus pada kepribadian orang yang mereka pilih. Akhirnya timbul pertanyaan dari rakyat, mana arti demokrasi yang sesungguhnya .

Sistem demokrasi lebih mengutamakan mereka yang paling kaya di lingkungan mereka, karena kekayaan bagi mereka adalah kunci keberhasilannya. Bukan sosok yang bisa memberikan pendidikan yang benar kepada rakyat. Sehingga pilihan mereka bukan dari nurani, namun hanya ikut-ikutan, bila ditanya siapa pemimpinnya pun kadang mereka tidak mengetahui. Kekayaan membuat mereka berani memasang keluarganya untuk menjadi kepala daerah, karena mungkin mereka sudah merasakan bagaimana menjadi kepala daerah dalam sistem demokrasi.

Sudah bisa kita pelajari dan ketahui bersama bahwa kemenangan keluarga petahana dalam Pilkada 2020, menegaskan bahwa demokrasi tak bisa melepaskan diri dari politik dinasti yang tidak mengangkat keadilan sehingga kedaulatan rakyat hanya ilusi, karena keputusan di tangan kaum kapitalis dan pemilik kursi/petahana.

Melihat fakta di atas, maka sudah selayaknya kita memikirkan dan mencari sistem alternatif yang betul-betul mampu mensejahterakan masyarakat.

Wallahu a'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak