Oleh : Ummu Aziz
Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek atau perawakan pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Umumnya disebabkan asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Indonesia urutan keempat dunia dan kedua di Asia Tenggara dalam hal balita stunting. Pemerintah diingatkan melakukan evaluasi pembangunan keluarga agar persoalan ini teratasi.
"Butuh kerja keras dan serius untuk menurunkannya. Pemerintah harus mengevaluasi pembangunan keluarga karena hulu persoalan ada di sana. Bagaimana kita bisa mencetak SDM unggul jika stunting masih menghantui calon generasi bangsa," kata Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher dalam keterangan pers, Minggu (20/12).
Dia merinci riset kesehatan dasar Kementerian Kesehatan Tahun 2019 mencatat sebanyak 6,3 juta balita dari populasi 23 juta atau 27,7 persen balita di Indonesia menderita stunting. Jumlah yang masih jauh dari nilai standard WHO yang seharusnya di bawah 20 persen. Sebab itu dia meminta agar pemerintah memberikan otoritas yang lebih besar pada BKKBN untuk menjadi leading sector pengentasan stunting.(merdeka.com,21/12/2020).
Mengapa bisa terjadi stunting pada balita kita? Pertama, stunting terjadi karena kesehatan yang kurang baik pada orang tuanya. Kedua, stunting terjadi karena kurangnya asupan gizi pada awal kehidupan dan masa balita karena pola pengasuhan yang kurang tepat.
Bagaimanakah tuntunan Islam untuk menghindari dan mengatasi stunting? Islam sangat memperhatikan pertumbuhan anak di awal-awal kehidupannya. Al-Qur'.an memberi tuntunan kepada orang tua, khususnya ibu, untuk memberikan asupan gizi yang sangat tinggi nilainya, yakni pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif untuk anak yang baru lahir sampai berumur 2 tahun.
Tuntunan yang baik dari Al-Qur'.an dan kita-kitab Fiqh tersebut saat ini nampaknya kurang diperhatikan oleh masyarakat, khususnya ibu-ibu yang baru melahirkan. Hal ini bisa kita lihat dari banyaknya ibu-ibu yang tidak segera memberikan air susunya kepada bayinya yang baru lahir.
Di samping itu, banyak ibu yang menghentikan atau setidaknya mengurangi pemberian susu ibu beberapa bulan setelah kelahiran, jauh sebelum berumur dua tahun serta menggantinya dengan makanan lain. Hal ini menyebabkan bayi dan balita tidak bisa tumbuh secara maksimal sehingga terjadilah apa yang sekarang disebut dengan stunting.
Apabila hal ini terus terjadi, maka jumlah kejadian stunting pada balita tidak akan berkurang, bahkan bertambah. Akibatnya, kualitas rendah penduduk Indonesia yang berada pada fase emas bonus demografi tersebut tidak bisa memberikan kontribusi secara maksimal.
Karena itu, sudah menjadi tugas negara untuk mengentaskan segala permasalahan rakyat. Memberikan perlindungan berupa sandang, pangan, papan, pendidikan serta kesehatan yang memadai. Namun, kapitalisme telah menyebabkan sebagian besar masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sehingga ibu yang seharusnya bertanggung jawab sebagai pengatur rumah tangga sekaligus madrasah pertama bagi anak-anaknya, terpaksa harus keluar rumah untuk bekerja demi membantu ayah mencari nafkah. demokrasi memberi mimpi kosong mengatasi stunting baik dengan rencana pembentukan badan khusus maupun dg mendesakkan UU pembangunan keluarga
Islam memuliakan anak-anak dengan memberikan tanggung jawab pengasuhannya kepada ibu, dan ayah sebagai pencari nafkah. Islam juga sangat memperhatikan pertumbuhan anak di awal-awal kehidupannya. Al-Qur.'an memberi tuntunan kepada orang tua, khususnya ibu, untuk memberikan asupan gizi yang sangat tinggi nilainya, yakni pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif untuk anak yang baru lahir sampai berumur dua tahun.
Dalam sebuah ayat Al-Qur.'an Allah berfirman yang menjelaskan kewajiban umat Islam untuk takut pada Allah dan larangan untuk meninggalkan anak-anak dalam keadaan lemah. "Dan hendaklah orang-orang takut kepada Allah, bila seandainya mereka meninggalkan anak-anaknya, yang dalam keadaan lemah, yang mereka khawatirkan terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar." (TQS. An-nisa: 9).
Maka bukankah sudah selayaknya kita segera bergerak untuk kembali kepada sistem yang terbukti mampu melindungi dan menjaga hak tumbuh kembang anak?
Wallahu a'lam
Wallahu a'lam bi ash shawab.