Oleh : Ummu Hanif, Anggota Lingkar Penulis Ideologis
Bulan desember sangat lekat dengan istilah HIV AIDS. Sebagaimana yang kita ketahui, setiap 1 Desember diperingati sebagai hari AIDS sedunia. Sekalipun 2030 ditargetkan ending HIV AIDS, namun faktanya setiap tahunnya data angka penderita HIV AIDS cenderung naik. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga Juni 2020 jumlah ODHA di Indonesa dilaporkan mencapai 398.784 kasus. Dari jumlah tersebut, diperkirakan pada tahun 2020 ini jumlahnya meningkat menjadi 543.100 orang.(kemenkes.co.id).
Berbagai upaya dilakukan untuk menangani HIV AIDS di seluruh dunia tak terkecuali Indonesia. Bahkan untuk mengakhiri epidemi dan ending HIV/AIDS pada 2030, diwujudkan program Three Zero yaitu tidak ada kasus baru HIV/AIDS, tidak ada kematian akibat HIV/AIDS, tidak ada stigma dan diskriminasi pada ODHA.
Untuk mencapai target tersebut, Kementerian Kesehatan telah mencanangkan Program STOP (Suluh, Temukan, Obati dan Pertahankan). Ia berharap, berbagai upaya yang telah dirancang untuk pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS di Indonesia dapat berjalan dengan baik. (Kemenkes.co.id). Pertanyaannya adalah apakah semua program bisa efektif apabila akar masalah penyebaran HIV AIDS tidak di-STOP ? (baca : dihentikan).
Sejatinya akar masalah HIV AIDS ada pada gaya hidup liberal. Data menunjukkan penularan terbesar HIV AIDS melalui seks bebas. Gaya hidup liberal ini merata hampir di seluruh pelosok negeri. Kota kecil seperti Tulungagung misalnya, HIV AIDS capai 2880 kasus dan didominasi usia produktif. (Detik.com). Bagaimana nasib generasi jika usia produktif ini banyak yang terjangkit HIV AIDS. Tentu akan membahayakan bagi masa depan sebuah peradaban.
Pandangan sekulerisme (memisahkan agama dengan kehidupan) sebagai induknya liberalisme telah merasuk dalam pola pikir masyarakat muslim kita. Islam hanya dianggap ibadah ritual saja, sedangkan kehidupan dijauhkan dari Islam. Para pelaku seks bebas sudah tidak takut dosa, menjadikan tindakannya hal biasa bahkan menjadi trend pergaulan di era millennium.
Islam memiliki solusi komprehensif. Karena Islam terdiri atas aqidah Islam dan aturan-aturan kehidupan (syariat) yang bersumber dari aqidah Islam. Semua aturan kehidupan tersebut bertujuan mendapatkan keridhoan Allah. Seorang muslim tolak ukur perbuatannya adalah halal haram. Inilah yang akan membawa kehidupan berkah.
Dalam hal "Pencegahan", Islam menganjurkan setiap insan untuk menjaga kehormatan. Islam melarang tegas mendekati zina (QS Al Isra :32). Maka dalam Islam diberikan aturan pergaulan laki-dan perempuan yang lengkap dalam rangka menjaga kehormatan. Islam menganggap kriminal tindakan perzinahan. Hukumannya pun sangat tegas baik dicambuk ataupun dirajam. Hukuman ini akan mencegah yang lain melakukan hal yang sama dan bagi si pelaku akan mendapat ampunan. "Pencegahan" juga dengan melarang tempat-tempat maksiat, pabrik khamr, tontonan pornografi dan sarana lainnya. Dan hanya negara yang mampu membuat kebijakan seperti ini.
Dalam hal "Pengobatan" apabila ada virus yang menular, maka penderita akan dikarantina untuk penyembuhan, kemudian negara menanggung semua pembiayaan (diambil dari pengelolaan SDA seperti tambang,minyak dll). Negara juga memfasilitasi program rehabilitasi untuk memperbaiki kondisi psikologis dan menguatkan keimanan.
Inilah solusi islam. Solusi tuntas dan mensejahterakan. Maka, akankah kita masih ragu dengan kemampuan islam dalam menyelesaikan seluruh problematika yang sedang menjerat bangsa kita dan dunia? Bukankah islam telah terbukti dalam sejarah dunia, berhasil menjadi negara adi daya selama 3,5 abad lamanya? Masihkan kita berharap pada sistem yang nyata – nyata memisahkan urusan dunia dengan akhirat? Yang setiap solusinya hanya karena ada kepentingan segelintir orang?
Wallahu a’lam bi ash showab