Nabila Zidane
(Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
Waktunya menghitung hari nih, tahun 2020 hanya tersisa beberapa hari lagi. Hayo kaum santuy sudah ngapain aja nih di tahun 2020? Gimana, sudah siap bertemu dengan 2021?
Setiap tahun (sebelum pandemi) perayaan tahun baru secara rutin selalu disambut dan dimeriahkan dengan berbagai acara dan kemeriahan. Mulai dari jalan-jalan ke tempat wisata, menginap di hotel dan resort, pameran, konser di alun-alun kota, dangdutan di kampung atau bahkan sekedar ngemall.
Hampir di sepanjang jalan, mata kita sudah tidak asing lagi dengan maraknya penjual terompet dan topi kerucut yang bling-bling. Petasan kembang api dan teman-temannya pun turut meramaikan suasana tahun baru. Di jamin deh saat malam tahun baru pasti dentuman kembang api terdengar sepanjang malam meskipun negara masih dalam kondisi pandemi.
Namun banyak di antara umat Islam yang ikut larut dan bergembira merayakan tahun baru namun tidak mengetahui kapan pertama kali acara tersebut diadakan, mengapa hari itu dirayakan? Banyak perdebatan di antara umat Islam mengenai boleh atau tidaknya merayakan tahun baru Masehi?
Rasulullah Saw bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad)
Hadis ini menjadi peringatan bagi kaum muslim yang disebut Allah sebagai kuntum khaira ummah ukhrijat linnas yang artinya sebaik-baik umat di antara semua manusia yang diciptakan Allah Swt agar menempatkan diri dalam pengamalan syariat Islam secara kafah. Jadi termasuk menjaga dirinya agar tidak tasyabbuh atau tidak meniru kebiasaan kaum kuffar.
Nyatanya di akhir tahun masih banyak kaum muslimin terutama elit penguasa dan tokoh publik demi menghindari diri agar tidak dicap intoleran ikut-ikutan merayakan Nataru (Natal dan tahun baru).
Padahal sudah sering diingatkan oleh para ulama yang shohih atau aktivis dakwah bahwa merayakan keduanya pada hakikatnya adalah haram karena mengikuti kebiasaan orang kafir.
Sebelum Rasulullah Saw datang ke Madinah, kebiasaan orang Madinah waktu itu merayakan hari raya orang persi yang disebut Nairuz dan Mihrajan.
Penduduk Madinah, misalnya, termasuk yang biasa ikut merayakan dua hari besar tersebut setiap tahun. Perayaan itu dapat berlangsung secara meriah.Orang-orang mengadakan pesta bahkan, hingga mabuk-mabukan. Mereka saling berbagi kegembiraan di antara jamuan yang tersedia.
Sehingga Rasulullah waktu itu melarangnya, beliau bersabda,
"Sesungguhnya setiap bangsa pasti mempunyai hari raya, Hari Raya Idul Adha dan Hari Raya Idul Fitri merupakan hari raya kita (umat Islam)." (HR Bukhari)
Perayaan tahun baru adalah hari raya kaum pagan yaitu kaum penyembah berhala yang ada sejak zaman Romawi. Pesta itu mereka lakukan untuk menghormati dewa Janus yang bermuka dua yang dipercaya bisa melihat tahun kedepan dan tahun yang di belakangnya.
Penetapan 1 Januari sebagai tahun baru Masehi awalnya diresmikan Kaisar Romawi Julius Caesar (tahun 46 SM), lalu diresmikan ulang oleh pemimpin tertinggi Katolik, yaitu Paus Gregorius XII tahun 1582)
Penetapan ini kemudian diadopsi oleh hampir seluruh negara Eropa Barat yang Kristen sebelum mereka mengadopsi kalender Gregorian tahun 1752. (wikipedia)
Selanjutnya tahun baru dirayakan oleh orang-orang Kristen untuk menghormati orang-orang suci mereka. Sehingga ucapan Nataru itu menjadi satu Merry Christmas and happy new Year.
Nah, apalagi biasanya tahun baru itu dirayakan dengan meniup terompet yang ini adalah ciri khas Yahudi atau atraksi kembang api yang identik dengan kebiasaan Majusi. Semuanya adalah tradisi kafir, maka semua itu adalah kesia-siaan dan pelakunya bakal mendapatkan kerugian dunia dan akhirat. Yakin masih mau ikutan perayaan tahun baru?
Wallahu a'lam